Memamerkan celana dalam ke anak tetangga - 2

Bookmark and Share
Jilatannya di telapak kakiku semakin menggila, sehingga aku jadi kebelet pipis. Lalu kubilang, "Dek, kakak mau pipis dulu nih, udah kebelet." Lalu entah karena dorongan setan mana, aku berpikir, "mungkin asik kalo mengencingi dia...". Lalu aku membuka CDku dan mengangkangi wajah anak malang itu dan mulai mengencingi wajahnya. Dan tanpa kusangka-sangka dia malah semakin mendekatkan wajahnya dan membuka mulutnya lalu meminum air kencingku yang waktu itu lumayan banyak dan deras. Dia begitu antusiasnya meminum air kencingku sampai-sampai dia menempelkan mulutnya di memekku dan meminum air kencingku langsung dari lubang pipisku. Dan ketika selesai aku bisa merasakan dia berusaha menyedot-nyedot memekku. Mungkin dia belum puas meminum air kencingku, namun itu malah memberikanku kenikmatan yang tiada taranya, dan entah kenapa kalau teringat fakta bahwa memekku dijilat sama anak berumur 7 tahun justru membuatku semakin terangsang. Dan kelihatannya dia juga sangat menikmati menjilat memekku yang kini sudah basah dengan air kencing dan ludah. Kami melakukan itu cukup lama sebelum selesai. Dan ketika mencapai orgasme aku menjambak rambutnya dan menekan wajahnya ke memekku sambil mendesah dengan keras.

Setelah itu akupun mengajaknya mandi dan membersihkan tubuhnya, sehingga tidak lagi tercium aroma kencingku di tubuhnya. Setelah selesai kami duduk lagi di ruang tv yang juga sudah kubersihkan sampai wangi. Akupun berkata, "Adek seneng gak kakak gituin tadi?" Dia pun hanya mengangguk dengan malu-malu dengan wajah memerah. "Kalo gitu ntar kapan-kapan kamu mau lagi gak?", lagi-lagi dia hanya mengangguk. Lalu kulanjutkan, "Tapi jangan bilang-bilang sama siapa-siapa ya?" Lalu dia kelihatan bingung dan bertanya, "Emangnya kenapa Kak?"
"Soalnya kalo ketauan kita pasti dimarahin dan dihukum, emang kamu mau begitu?"
"Gak, kak. Tapi, benerkan kakak mau ngencingin Budi lagi?", mendengar kata-kata dan nadanya yang polos, aku jadi bernafsu kembali. Lalu kutarik tangannya dan kucium bibirnya, setelah kulepaskan dia sebentar lalu aku berbisik di telinganya "iya kakak mau banget, tapi ada syaratnya"
"Apa kak syaratnya?", lalu ,"Kamu harus nurutin semua yang kakak suruh ya?", lalu dia menjawab setengah bercanda, "Wah kalo gitu Budi sama aja dengan budak kakak dong?" Dan lagi-lagi karena mendengar kata-katanya, nafsuku semakin menjadi-jadi, dan kukatakan padanya, "Iya, kamu jadi budak kakak, tapi kakak gak akan nyuruh kamu yang berat-berat kok. Kakak Cuma nyuruh kamu yang "enak-enak"."
"Ya udah Budi mau Kak, Budi seneng banget bisa deket-deket cewek cantik seperti Kakak.", Katanya sambil malu-malu.
"Halah kamu sok tau, masi kecil juga", kataku sambil memeluknya dan kembali mencium bibirnya. Dan akupun mulai memasukkan lidahku ke mulutnya, dia pun menyambutnya dengan semangat dan mulai menghisap-hisap lidahku. Entah berapa kali dia memohon supaya aku meludah ke mulutnya, walaupun sudah cukup banyak ludahku yang ditelannya. Dia berkata "Kak, ludah kakak enak banget. Sama kayak air kencing kakak. Kalo Budi kayaknya, semua yang keluar dari tubuh kakak, Budi mau kak?"
"Ah masa", kataku sambil meludah lagi ke mulutnya...

Lalu kamipun kembali membuka baju, namun kali ini aku juga ikut menjilat dan menghisap kontolnya yang masih imut itu. Dia ngerasa sangat kegelian sekaligus nikmat. Berkali-kali dia berhenti sambil menikmati isapanku di kontolnya. Setelah kami sama-sama puas (yah walaupun dia tidak sampai keluar, dan kayaknya dia masih belum bisa orgasme deh) kamipun duduk berdampingan di sofa tadi. Dan tiba-tiba dia minta lagi, namun kali ini dia ingin menjilatin dan menciumi anusku. Akupun sampai terkaget-kaget, dan kali ini bahkan dia sangat betah menjilati anusku, dan dia tetap melakukan itu sampai tiba waktu ibunya pulang dari jualan. Lalu dia mengucapkan terima kasih kepadaku, dan aku juga membalas ucapannya, lalu kubilang padanya, "Kakak gak tau, kamu sesuka itu dengan seluruh tubuh kakak. Laen kali kamu datang kemari, kamu boleh minta apa aja ke kakak, mau air kencing, ludah, keringat sampe tai kakak juga boleh", kataku sambil bercanda. Lalu dia seperti terpana mendengar kata-kataku dan pulang sambil masih terdiam. Aku tahu dia sudah tak sabar menantikan pertemuan kami berikutnya. Begitu juga aku.

Tamat