Hai namaku riska. Umurku sekarang 22 tahun. Aku memeliki kecenderungan sex yang sedikit berbeda. Aku merasa horny bila sedang mempertontonkan tubuhku. Dan masturbasiku pun menjadi jauh lebih nikmat apabila setelah mempertontonkan tubuhku. Biasanya, hanya celana dalamku yang kuperlihatkan ke orang lain, itu juga hanya ke anak kecil, yang berumur 16 tahun kebawah. Aku takut apabila mempertontonkan tubuhku ke pria dewasa, aku akan diperkosa nantinya. Nah, aku akan menceritakan eksibisi pertamaku, yang telah membuatku menjadi seperti ini...
Saat itu umurku masih 16 tahun, dan aku masih duduk di bangku sma. Aku tinggal di daerah yang rumahnya berdekatan. Dan orang-orang yang tinggal disitupun sangat bersahabat. Mereka saling membantu dan mempercayai satu sama lain. Yah seperti orang yang tinggal dikampung-kampung gitulah. Aku tinggal dirumah hanya bertiga dengan kedua orang tuaku, karena aku anak tunggal. Orang tuaku pun sering pergi ke luar kota untuk pekerjaannya dan akupun tinggal sendirian di rumah. Mereka tidak takut meninggalkan aku sendirian karena daerahnya yang sangat bersahabat...
Waktu itu aku baru saja pulang dari sekolah dan sedang nonton tv di ruang tengah ketika pintuku diketuk seseorang. Ketika kubuka, ternyata bu Murni yang tinggal disebelah rumahku bersama anaknya.
"Ris, ibu boleh minta tolong gak?", tanyanya.
"Mau minta tolong apa bu?"
"Ini lho, ibu mau pergi jualan, trus gak ada yang jagain si Budi . Boleh gak ibu titipin si Budi disini?", Pintanya.
"Loh kan biasanya yang jualan si Deni, emang si Deni kemana bu?"
"Si Deni kan tahun ini sudah SMA, ibu gak mau mengganggu sekolahnya, jadi mulai sekarang ibu yang pergi jualan. Lagi pula tantenya lagi gak di rumah, ibu gak tau lagi nih, mau ditip kemana", katanya.
"Ooh gitu ya bu, ya udah ga papa, asal si Budi nih gak rewel aja Bu", candaku.
"Aah tenang aja, si Budi ini penurut kok, lagian dia gak akan berani melawan kamu. Dia kan malu banget kalo dekat-dekat cewek", kata bu murni sambil tertawa. Dan memang si Budi tuh sangat pemalu anaknya, padahal wajahnya lumayan cakep walaupun masih 7 tahun umurnya. Dan akhirnya setelah berbasa-basi sebentar bu Murni pun meninggalkan kami berdua...
Akupun berusaha membuat si Budi merasa nyaman dengan mengajaknya ngobrol, tapi gagal karena dia hanya menjawab singkat semua pertanyaanku kepadanya. Kayaknya sih dia emang bener-bener pemalu anaknya. Atau mungkin juga dia merasa grogi karena wajahku yang cantik ini. Walaupun badanku termasuk pendek, tapi aku memiliki tubuh yang cukup bagus, dan sudah memiliki bentuk tubuh seorang wanita dewasa. Apalagi kulitku putih. Namun karena gaya dan tingkahku yang agak kekanak-kanakan, belum ada cowok yang mau mendekati aku. Biasalah, anak SMA kan selalu sok dewasa, jadi gak pernah ada cowok yang ngerasa cocok denganku. Semua cowok yang ngedeketin aku ujung-ujungnya menganggapku sebagai adik.
Akhirnya, setelah usahaku mendekatkan diri dengan si Budi gagal, aku hanya memberinya majalah anak-anak yang masih aku baca sampe sekarang dan aku nonton tv di dekatnya. Awalnya dia keliatan asik dengan majalahnya. Namun setelah beberapa lama dia keliatan gelisah, dan terus-terusan memandang ke arahku. Tadinya kupikir dia hanya bingung mau ngapain, tapi setelah kuperhatikan ternyata di memandang ke bawah rokku yang memang bakal kelihatan karena dia duduk di lantai di depanku, sedangkaan aku duduk di sofa dan tanpa sadar mengangkangkan kakiku. Tadinya begitu sadar aku ingin langsung menutup kakiku. Tapi setelah melihat dia yang gelisah dengan wajah yang (sangat) memerah aku menjadi merasakan sesuatu yang berbeda. Entah kenapa walaupun aku merasa malu celana dalamku dilihat orang lain, aku justru menyukai perasaan malu itu. Dan wajahkupun mulai terasa panas dan jantungku berdebar dengan kencang. Dan akhirnya aku memutuskan untuk membiarkannya melihat celana dalamku Aku berusaha tidak memandang wajahnya lagi agar dia leluasa mengintip celana dalamku. Semakin lama aku semakin melebarkan kakiku. Dan setelah semakin terangsang dengan pertunjukan ini, aku pun menyuruhnya duduk mendekat kearahku, dan dia pun menurut tanpa banyak tanya. Lalu aku menarik meja yang ada dibelakang dia. Sehingga dia duduk diantara sofa dan meja yang posisinya sekarang sudah merapat.
Kini dia duduknya sangat dekat denganku, bahkan lututku berulang kali menyentuh kepalanya, namun kali ini dia duduk menghadap kedepan, karena dia tidak berani lagi mengintip celana dalamku dengan jarak sedekat itu. Aku pun mengajaknya bercakap-cakap sehingga memberinya alasan untuk melihat kebelakang dan aku bisa melihat dia menatap celana dalamku. Dan akupun semakin bergairah, bahkan mungkin dia bisa melihat celana dalamku mulai basah kena cairan memekku. Aku pun berusaha menahan keinginan bermasturbasi yang memang sudah cukup sering kulakukan, dengan susah payah. Lalu akupun menjadi semakin berani dengan menarik rokku sampai paha sehingga cdku semakin terpampang jelas. Belum puas dengan itu, aku menaikkan kakiku yang satu ke meja, dan yang satu lagi aku lebarkan selebar-lebarnya. Sehingga sekarang posisinya aku mengangkang tepat didepan wajahnya. Si Budi kelihatan semakin gelisah dan kadang dia menatap cdku cukup lama, dan kalau dia melakukan itu, aku membelai-belai rambutnya sambil tersenyum semanis yang aku bisa. Lalu akupun menyuruhnya untuk lebih mendekat lagi, namun kali ini aku menyuruhnya untuk duduk menghadapku dengan alasan tidak sopan membelakangi orang yang sedang berbicara dengan dia...
Dia memutar tubuhnya perlahan dan kulihat tubuhnya bergetar dengan kentara. Dan ketika dia mengahadapku dia tak bisa memalingkan wajahnya dari celana dalamku, dan pahaku yang putih mulus itu. Setelah itu aku menarik meja itu semakin rapat, dan kunaikkan kedua kakiku ke atas meja. Sehingga kali ini kepalanya berada diantara kedua pahaku. Kali ini aku menarik rokku sampai atas sehingga sekarang celana dalamku bisa terlihat bebas. Dia tidak bertanya kenapa kulakukan itu, mungkin emang karena sifatnya yang pemalu. Aku sudah benar-benar bernafsu kali ini, dan mungkin dia pun juga. Saking nafsunya, aku meletakkan kedua kakiku di pundaknya dan menggesek-gesekkan pahaku kewajahnya. Aku bisa melihat dia seperti tidak terpana, namun amat menikmati sentuhan pahaku dan menggerakkan wajahnya kesamping agar bibirnya menyentuh pahaku, aku pun semakin menggila karena terkena bibirnya yang hangat dan basah di pahaku. Dia juga tidak keberatan ketika aku menarik kakiku dan menempelkan telapak kakiku di wajahnya. Lalu kusuruh dia membuka mulutnya, lalu kumasukkan jempol kakiku ke bibirnya yang mungil. Dia pun langsung mengemut jempol kakiku dengan gemas, dan menjilat-jilat telapak kakiku.
Bersambung . . . .