Romantika dua saudara - 3

Bookmark and Share
Dia malah meneruskan meremas payudaraku kiri dan kanan. Sesekali di putarnya "itup" atau pentilku. Dengan lembut tangannya mengelus dadaku dan meremas-remas payudaraku hingga aku menggelinjang hebat sehingga menimbulkan suara derit pada ranjang kayu tersebut.

"Sshshhsshh," aku hanya sanggup mendesis atas perlakuannya yang memberikan sejuta rasa nikmat yang belum pernah kurasa. Kemudian jari tangannya terus meraba sampai ke leherku dan aku tidak sadar ketika merasakan ada rasa lembut di dadaku, rupanya dia telah mengulum itup ku dengan mulutnya serta memainkan lidahnya pada putingku.

"Ohh, akh, ohh, ssh," rintihku saat itu.
"Aku harus membetulkan itup kamu dulu dengan cara melemaskannya pakai mulut," katanya sambil berbisik dan tangannya terus meraba-raba dadaku.

Aku mendengar lenguhan nafasnya yang keras dan membuatku seperti senang begitu saja. Aku betul-betul terpedaya dengan perlakuan yang diberikan oleh Bang Atin. Aku tidak tahu apakah kakakku di luar mendengar atau tidak suara kami di kamar itu apalagi suara derit ranjang kayu itu. Perlahan kemudian jemari Bang Atin berpindah menyusuri perutku ke bawah dan kemudian naik lagi ke atas dan begitu berulang-ulang hingga aku merasakan sesuatu yang enak di pangkal pahaku.

"Dik, ini kamu tahu namanya?" tanyanya padaku ketika tapak tangannya ditempelkan pada gundukan pangkal pahaku.
"Itu tempat kencing aku Bang," jawabku karena memang aku belum tahu namanya.
"Ya, namanya epot, dan gunanya bukan untuk kencing saja," terangnya.

Aku diam sambil menunggu gerakan tangannya yang kurasa semakin berkurang.

"Abang akan tunjukkan cara menggunakannya dan pasti kamu senang," katanya lagi.

Kemudian kurasakan tangannya mulai mengelus-elus milikku itu yang baru ditumbuhi bulu-bulu halus tersebut. Aku merasa sensasi yang aneh dan nikmat. Sesekali ujung jemarinya menyentuh lubang vaginaku dan terasa sangat geli sekali. Ada rasa pancaran energi kejutan listrik yang muncul saat itu. Kemudian Bang Atin kulihat membuka kain sarungnya dan kulihat dari selangkangnya keluar benda besar panjang. Aku terpana melihatnya dalam keremangan cahaya saat itu. Aku terkejut ketika tangannya mencoba mengangkat tanganku dan meyentuhkannya ke batang besar tadi.

"Oh, tidak apa-apa Munah, ini namanya Kitang, milik laki-laki," katanya.
"Kitang Abang ini gunanya untuk mengobati kamu," tambahnya lagi.

Aku diam dan mencerna kata-katanya. Aku merasa benda itu panas dan berdenyut, tetapi aku tidak menggenggamnya karena aku masih gugup. Akh, aku tidak mampu berpikir logis lagi. Aku percayakan saja kepadanya. Kemudian Bang Atin menggeser posisinya. Dia merangkak di atasku dan kulihat benda besar itu tergantung keras di atas pinggangku. Kemudian dia merendahkan kepalanya dan aku hanya pasrah sambil memejamkan mata.

Tiba-tiba kudengar dengus nafasnya semakin dekat saja dan kurasakan mulutnya mulai melumat bibirku. Aku semakin terkejut dan seperti tersengat arus listrik saja. Beberapa kali bibirnya melumat-lumat bibirku, kadang-kadang lidahnya menerobos masuk menyapu-nyapu langit-langit rongga mulutku. Aku merasa kegelian sangat. Tiba-tiba ujung lidahnya menggoyang-goyang lidahku. Aku semakin terpana dan merasa semakin aneh dengan itu. Aku merasa tubuhnya semakin rendah saja dan akhirnya kurasakan semakin merapat ke badanku dan terasa sudah menindih tubuhku. Dadaku serasa sesak dan degup nafasku hampir tak terkendali lagi.

Aku merasakan ada sesuatu yang membelah celah pahaku yang terasa panas dan lembut. Aku berpikir mungkin itu benda besar tadi yang dikenalkannya dengan nama "kitang" Bibirnya masih tetap menggumuli mulutku. Tidak henti-hentinya lidahnya menyapu tenggorokanku dan aku pun mulai mencoba untuk menggerakkan lidahku mencari rasa yang lebih enak. Kadang-kadang dia mengisap lidahku hingga aku merasa seakan putus saja namun kemudian dilepasnya.

Sementara itu tangannya merengkuh punggung ku, dan menghimpitkan dadaku dengan dadanya. Sedangkan benda yang dibawah tadi berdenyut-denyut dan semakin panas saja. Aku semakin tersiksa ketika dia mulai menggerakkan pahanya menggeser-geser pahaku. Rasa yang aneh lagi muncul pada gundukan epotku itu, akhirnya kutahu itu yang namanya terangsang berat. Kitangnya mulai menyundul lubang epotku dan terasa enak sekali. Kemudian seluruh tubuhnya kurasakan bergerak-gerak di atasku yang menimbulkan rangsangan hebat pada bibirku, dadaku dan tentu saja epotku. Aku merasa diriku tidak terkendali lagi, bergerak ke kiri dan kanan menahan kenikmatan yang pertama itu.

Sementara suara derit ranjang semakin menjadi-jadi dan kelambu pun bergoyang-goyang serta enguh nafas Bang Atin dan aku pun tidak beraturan lagi. Tubuhku bergetar hebat dan pinggulku menghentak-hentak dan aku merasakan seakan mau pipis yang tertahan. Sensasi yang tidak terbendung akhirnya kualami, tubuhku menegang dan akhirnya lemas setelah menghentak-hentak sejadi-jadinya. Rupanya aku telah mengalami yang namanya orgasme pertama dalam hidupku.

Bang Atin melepaskan kuluman bibirnya dan aku pun lega dapat bernapas kembali, namun dia masih tetap di atasku. Aku masih merasakan benda itu dicelah pahaku yang kurapatkan. Kulihat Bang Atin tersenyum kepadaku. Aku merasakan itu suatu senyuman indah yang merasuki hatiku. Mungkin adalah senyuman kemenangan baginya.

"Munah, kamu pasti tadi rasakan nikmat sangat, bukan?" tanyanya padaku.
"Ehm, ya," jawabku sambil menahan deru nafasku yang belum normal.
"Masih ada kenikmatan lain yang harus kau dapatkan," katanya lagi.

Aku terdiam dan kucoba mencerna kata-katanya. Kenikmatan macam apa lagi yang akan diberikannya. Namun kemudian dia berguling dan dengan cepat dia menyambar handuk dan melilitkannya di pinggangnya. Selanjutnya dia turun dari ranjang dan menyibakkan kelambu serta terus keluar. Aku masih terdiam dan perlahan kuraba-raba tubuhku, hingga aku tersadar bahwa aku rupanya telanjang bulat. Aku mencoba membuka pikiran dan akhirnya aku ingat kakakku, Antan, yang tidur di luar.

Aku pun duduk dan segera kuambil handukku, kulilitkan dipinggangku. Aku menyibakkan kelambu dan suara derit ranjang pun bergema kembali dan aku terus berjalan ke dekat pintu, rencanaku akan keluar melihat kakakku. Tiba-tiba Bang Atin sudah kembali masuk dan aku terkejut ketika kami hampir bertabrakan di pintu. Secepat kilat Bang Atin memelukku dan berbisik kepadaku.

"Ayo ke dalam lagi, kakakmu masih tidur pulas!" ajaknya.

Aku terpaksa menurut saja. Dengan cekatan dia mengangkatku dan menggendongku ke ranjang. Kulihat dia menanggalkan handuknya dan melemparkannya ke lantai, kemudian giliran handukku yang dilemparkannya ke lantai. Jadilah aku kembali bugil di hadapannya. Aku beranikan mataku yang sayu menatapnya dan kulihat matanya tajam seperti ingin memakanku hingga timbul juga rasa ngeriku. Namun dia menenangkanku.

"Kamu jangan takut, Abang tadi janji akan mengobatimu," bisiknya.
"Sebentar lagi Abang akan gunakan kitang Abang mengobatimu, dan kamu akan merasa senang," tambahnya lagi.

Aku kembali pasrah ketika mulutnya mulai mengulum bibirku, terus dilumatnya dan semakin lama mulutnya kurasakan berpindah ke leherku dan melumuri leherku kiri dan kanan. Aku merasakan kegelian seperti tadi yang mulai melanda. Kemudian dia menaikiku dan menindihku kembali. Benda panas tadi kembali membelah celah pahaku. Bibirnya terus bergerak ke bawah dan berlabuh di itupku sebelah kanan, sementara jemari kirinya memutar-mutar itup kiriku. Begitu lama mulutnya bersarang di situ sambil menyedot-nyedot itupku. Aku sempat berpikir mungkin itu cara pengobatan supaya payudaraku mengecil. Tetapi aku heran kenapa pengobatannya menjadi enak begini.

Kemudian Bang Atin beralih ke payudara satu lagi yang membuatku semakin dilanda kenikmatan. Dia malah terus menyonyot itupku. Aku hanya mampu mendesis menahan gejolak nafsu. Bang Atin kemudian menyusurkan lidahnya melewati pusarku dan terus ke bawah, kemudian naik lagi ke atas dan menggelitik pusarku. Setelah itu kurasakan lidahnya telah sampai ke gundukan epotku. Lidahnya menjalari kitaran selangkanganku dan terus memandikan bulu-bulu halus yang tumbuh di sana hingga aku merasakan kegelian sangat dan menyebabkan aku merasa ada cairan yang keluar.

Sesekali lidahnya menerobos masuk ke dalam lubang epotku dan terasa seperti mengadukaduk seluruh isinya. Kemudian dia menggerakkan ujung lidahnya pada kacangan dalam epotku (aku tahu namanya kemudian sebagai klitoris) hingga membuatku berkelojotan dan kembali pinggulku menghentak-hentak kuat menahan kenikmatan hebat yang sedang kurasakan. Semakin kuat aku mengerang semakin kuat lidahnya mengaduk-aduk epotku dan malah kedua tangannya pun memegang pantatku dan meremasnya kuat-kuat sampai akhirnya kenikmatan luar biasa kembali melanda diriku.

Aku merasa pipis kembali, seluruh tubuhku menegang dan aku menangkap kepalanya dan dengan erat kutekan ke epotku. Aku sudah dua kali merasakannya. Pastilah ranjang dan kelambu kami itu bergoyang seperti gajah yang dikasih selimut. Bayangkan betapa gaduhnya suara ranjang, dan bisa saja membangunkan kakakku. Aku kemudian tersadar melihat kelambu kami rupanya tersingkap dan pintu kamar tidak tertutup. Rupanya Bang Antan tadi lupa menutupnya.

Aku merasa lemas sekali saat itu, kemudian kulihat Bang Atin menegakkan kepalanya dan tersenyum kepadaku. Kemudian dia berkata: "Sekarang Abang mau mengobatimu. Abang akan memasukkan obat ke dalam dirimu"

Aku terdiam dengan nafas yang ngos-ngosan. Kulihat bibirnya kembali mendekati mulutku dan kemudian kembali berlabuh melumat bibirku. Aku berusaha melepaskan diri dan menunjuk-nunjuk ke arah pintu, berharap Bang Atin sadar dan tahu bahwa kakakku masih di luar. Dengan cepat dan dalam kondisi telanjang Bang Atin melangkah ke pintu dan melongok ke luar kemudian masuk lagi langsung menutup pintu. Mungkin Bang Atin masih tidur. Kira-kira waktu itu sudah hampir tengah malam.

Bersambung . . . . .