Eliza - Solusi di rumah - 1

Bookmark and Share
Hari ini, di luar kebiasaanku, aku bangun agak telat, sekitar jam 7:30. Itu pun karena sinar matahari yang terangxdpo menerpaku dari kaca jendela, yang gordennya lupa kututup tadi malam. Saat ini rumahku pasti sedang sepi, tinggalgnx Siti dan Sulikah, 2 pembantu wanita di rumahku. Keduanya berumur 20 tahun. Juga Suwito yang berumur 25 tahun, dajcbgn Wawan yang berumur 24 tahun, 2 pembantu laki laki di rumahku. Juga ada pak Arifin yang berumur 45 tahun, sopir pxdagyang setia mengantarku sejak aku masih kecil. Kedua ortuku masih ada di luar negeri. Dan aku ingat, kakakku mengiedgnap di rumah temannya, mengerjakan tugas kelompok kuliahnya yang harus menggunakan komputer. Juga aku baru ingat,irvlm Siti sedang pulang kampung, untuk mengurus KTPnya yang sudah hampir habis masa berlakunya.
Dengan malas aku bavdngkit menuju kamar mandi, menyalakan shower dan mandi sambil mengingat ingat kegilaanku kemarin, membuatku sedikiqgxt tersenyum malu saat aku menyikat gigiku. Setelah selesai aku mengeringkan tubuhku dan mengenakan baju santai. Kusjvtarena bangun kesiangan, aku yang biasanya ke gereja jam 8 pagi, terpaksa datang ke sesi 9:30 nanti karena sekaranrcg sudah jam 8 lebih dan masih ada waktu sekitar satu jam buatku sebelum pergi. Setelah itu, jadwal kegiatanku adawilah latihan balet di ******* jam 5 nanti, dan aku harus berangkat setengah jam sebelumnya.
Demikian rutinitas ksadnoegiatanku tiap minggu. Kadang memang di siang hari setelah pulang gereja, aku jalan jalan ke mall, tapi hari ini wcuxrasanya aku amat lelah, membuat aku malas keluar, dan memutuskan untuk istirahat saja sepulang gereja sampai saatgck ke sekolah balet nanti. Selain itu selangkanganku masih agak ngilu akibat digangbang sekitar dua jam kemarin.

mnl Setelah merapikan penampilanku dengan menyisir rambutku supaya tak awut awutan, aku keluar ke ruang makan. Setelwguah mengambil nasi dan lauk yang tersedia, aku berniat membuat susu kesukaanku, tapi aku lihat toples gula di mejainpgc pinggir sudah kosong, jadi aku ke dapur sebentar untuk mengambil gula. Di sana aku disuguhi pemandangan yang memvawpbuatku terbelalak. Sulikah yang menurutku berwajah cantik ini sedang mencuci peralatan masak, dan disetubuhi daritsl belakang oleh Wawan yang menurutku tampangnya amburadul dengan ganas. Pakaiannya sudah tak karuan, tubuhnya yangpo mungil seukuran denganku terlihat mengejang sexy setiap penis Wawan menyodok vaginanya dalam dalam. Mereka mendebxeksah bersahut sahutan, tanpa menyadari keberadaanku kini yang terpaku melihat adegan itu. Tepat saat Wawan berorgbvutasme, tiba tiba Suwito masuk dari pintu belakang, gilanya, dengan telanjang bulat, membuatku memekik kaget. Hal ikoni menyebabkan Sulikah dan Wawan menoleh ke arahku dengan wajah seperti orang yang baru melihat setan, dan merekaigpbu segera saling melepaskan diri dari persetubuhan yang amat hot itu. Mereka terlihat gugup dan bingung, demikian jtnjuga Suwito yang kelihatan panik bertanya dengan tergagap gagap, "Lho.... Non Eliza... kok belum... berangkat ke gatxnereja?".
Ditanya demikian aku menjawab, "Iya, saya tadi bangunnya kesiangan. Maaf mengganggu, saya cuma mau ambeqil gula di dapur".
Mereka masih diam tertunduk saat aku mengambil gula di rak dapur, dan aku bergegas kembali kgpoze meja makan dengan berusaha tak memikirkan hal yang baru saja terjadi. Waktu jadi terasa berjalan lambat ketika lyaku sarapan pagi, dan setelah selesai aku berniat kembali ke kamarku.

Aku berdiri dari kursi, tapi baru aku akwaan melangkah, tiba tiba Sulikah, Wawan dan Suwito muncul dan menghadapku dengan takut takut.
"Non Eliza, kami mnmwajinta maaf. Tolong jangan bilang ke orang tua non atau kakak non ya.. kami tak tahu harus gimana kalau sampai kamikspt dipecat", kata Wawan mewakili mereka. Aku terdiam beberapa saat. Melihat mereka semua begitu tegang, aku merasa wrzuiba.
"Kalian tenang saja. Saya memang gak ada niat sama sekali untuk melaporkan hal tadi. Cuma saya pesan, lainbdfj kali kalian hati hati ya, jangan kelihatan kakak saya, apalagi orang tua saya. Nanti urusannya bisa panjang", kaojxftaku sambil tersenyum. Aku memang tak ada niatan sedikitpun untuk melaporkan hal ini pada siapapun. Mereka terlihchnofat begitu lega dan mengucap terima kasih berulang ulang. Lalu setelah semuanya tenang kutinggalkan mereka kembalircg ke kamarku. Sampai di dalam kamar, teringat apa yang mereka perbuat tadi membuat aku kembali membayangkan saat slsxdwaat aku digangbang kemarin, membuat nafasku sedikit memburu karena tiba tiba saja gairahku naik. Aku mulai melamuwsvn tentang keadaanku. Aku masih belum punya pacar. Memang ada banyak cowok di sekolahku yang mendekatiku, tapi semhnbuanya kutolak dengan halus, karena berulang kali ortuku mewanti wanti aku supaya tidak pacaran waktu masih sekolajstich. Walau begitu, aku sebenarnya tertarik pada seorang dari mereka yang bernama Andi. Tapi, kini aku sudah tidak prlhaerawan lagi, satu satunya yang sedikit aku sesali setelah acara gangbang itu, membuatku murung membayangkan bagaiuramana pandangan Andi terhadap diriku kelak kalau dia tahu.

Jam dinding di kamarku berbunyi, menunjukkan pukul 9qux. Oh, saat aku berangkat nih. Aku segera bangkit dan berganti pakaian, lalu turun menuju garasi. Pak Arifin seperrpsulti biasa menawariku, "Non, mau saya antar ke mana?".
Ia lupa kalau aku sudah bisa membawa mobil sendiri, tapi kbtznali ini aku pikir ada baiknya juga kalo aku tidak menyetir sendiri. Rasa pegal pegal pada tubuhku masih belum hilidgxlang seluruhnya, padahal nanti sore masih ada balet.
"Ke gereja ******** pak", kataku. Ia membukakan pintu belakmylsang mobil yang biasa dipakainya untuk mengantarku. Sepanjang perjalanan, aku hanya melamun, membayangkan apa yangjz kira kira terjadi sekarang. Apakah Sulikah kembali bermain sex dengan Wawan dan Suwito? Tak terasa, aku sudah sadqmpai di gereja. Setelah melakukan kebaktian rutin yang lamanya sekitar satu setengah jam dengan pikiran yang meladpuvcyang kemana mana, aku segera pulang. Di dalam mobil, aku yang sejak di dalam gereja tadi sudah mulai mengantuk, knrpkini kantukku semakin menjadi, sehingga aku tertidur di kursi belakang mobil. Entah apa yang terjadi, saat aku banmnxvgun aku sudah di ranjang kamar tidurku, membuatku tersentak kaget. Aku memeriksa keadaanku, yah, bajuku masih lenowgkap, bra dan celana dalamku masih melekat dengan baik. Tapi celana dalamku terlihat amat basah, kelihatannya olesqbmh cairan cintaku. Bajuku juga kusut sekali. Sialan, siapa ya yang mempermainkan tubuhku selagi aku tidur? Dan keteoika aku berdiri, kedua betisku terasa pegal seperti kemarin. Duh, sore ini aku harus latihan balet...

Jam menuqpzvenjukkan pukul 2 siang. Berarti aku tidur sekitar 3 jam. Mengingat aku tadi diantar pulang pak Arifin, kecurigaankeawku mengarah kepadanya. Hmm sialan tuh orang, cari kesempatan dalam kesempitan, pikirku. Dengan sedikit kesal aku trycuurun mencarinya. Tapi aku berpikir, bagaimana kalo pak Arifin menanyakan apa bukti kalo tadi itu perbuatan dia? Aawqjkkhirnya aku memutuskan untuk mendiamkan hal ini, dan aku pun ke ruang makan karena merasa lapar. Terlihat sudah aiblgeda masakan untukku, pasti Sulikah yang masak. Masakannya memang selalu lumayan enak sesuai dengan seleraku, membuapyhatku makan sedikit lebih banyak dari biasanya, dan seperti biasa aku selalu minum susu, tapi kali ini tanpa gula.apq Selagi makan, aku mendapat ide. Nanti aku minta pak Arifin kembali mengantarku, lalu aku pura pura tertidur. Jadwsbi aku bisa mengetahui, siapa yang tadi berbuat iseng padaku. Aku tersenyum senang karena merasa dengan begitu akuxy bisa menemukan pelakunya. Selesai makan aku kembali ke kamarku, menyetel musik kesukaanku, dan mandi busa untuk atmenyegarkan tubuhku. Selesai aku puas mandi memanjakan tubuhku, jam menunjukkan pukul 4 sore. Wah, setengah jam lukhagi harus berangkat nih. Aku pun mengeringkan tubuhku dan rambutku. Setelah itu, aku mengenakan kostum baletku seksbjtelah memakai bra dan celana dalam ketat yang berwarna putih serta stocking ketat model jaring berwarna hitam, yadtgsxng aku bisa pastikan aku terlihat amat sexy dan menggairahkan jika memakainya. Lalu aku mengenakan blus terusan bzknterwarna biru, jadi nanti di sana aku tak perlu ganti lagi di ruang ganti, tinggal melepas blus biru yang cukup kebdivetat ini dan hanya mengganti sepatuku yang kupakai sekarang dengan sepatu balet.

Setelah selesai aku segera menlxnvuju garasi, dan seperti yang aku harapkan, pak Arifin seperti biasa menunggu di samping mobil yang tadi itu. Sebeyxlum dia menawari aku sudah berkata "pak, tolong ke sekolah balet *******". Dan setelah membuka pintu mobil untukkdeu, ia segera melajukan mobil ini ke tempat tujuan. Aku memperhatikan pandangan matanya, kalau kalau ia mencuri pajxndang ke arah tubuhku. Namun tak kutemukan tanda tanda itu sampai akhirnya kami sampai ke tujuan. Aku mengangkat nubahu, dan kemudian masuk seperti biasa, untuk berlatih tari balet.
Kami akan show di akhir tahun nanti, dan akutoxe adalah penari utamanya, mungkin selain wajahku yang cantik dan tubuhku yang indah, aku juga dinilai oleh guru baaelet kami sebagai yang paling lentur dan indah gerakannya. Namun hari itu, aku hampir tak bisa menunjukkan performmcsfpa terbaikku, selain karena pikiranku yang melayang, tubuhku juga tak mau diajak kompromi, terutama selangkangankugcvr yang masih terasa sedikit ngilu dan betisku yang terasa pegal pegal. Akibatnya hari itu aku lumayan bad mood, daxvn berlatih ala kadarnya. Untung saja, guru balet kami merasa itu sudah cukup, dan setelah selesai, aku segera pulrvyoaang. Dan seperti yang sudah kurencanakan tadi, aku di mobil pura pura mengeluh, "Aduh.. hari ini kenapa ya.. darivtk tadi ngantuk terus..." seperti mengguman pada diri sendiri, namun aku yakin cukup keras untuk terdengar oleh pakmoxrj Arifin. Lalu untuk lebih meyakinkan, aku menguap berulang kali seperti tadi siang, dan pura pura bersandar tertilbuyxdur. Aku benar benar penasaran, apa yang akan terjadi.

Akhirnya kami sampai di rumah. Aku membuka mata sedikitnocmr untuk memastikan, kemudian aku kembali memejamkan mata dan berusaha bersikap sewajarnya seperti orang tidur. Setklelah mobil ini masuk garasi, pak Arifin memanggil Sulikah, yang segera datang, membantu mengangkatku ke atas, karzqngrena kamarku memang di lantai 2. Sampai di atas, aku mendengar suara Wawan dan Suwito yang bertanya, "Lho pak, ketguqjiduran lagi seperti tadi siang?". "Iya, rupanya kecapaian nih non Eliza setelah berlatih balet", kata pak Arifin.yfhsk Setelah aku rasakan tubuhku terbaring di ranjang, jantungku makin berdebar, menunggu apa yang akan terjadi. Sulievnlykah menyelimutiku, lalu berkata,"Ya sudah, ayo kita turun". Dan mereka semua keluar dari kamarku, meninggalkanku qmsyang semakin bingung dan penasaran. Namun naluriku berkata, aku harus tetap pura pura tertidur. Ternyata dugaankuazu benar, beberapa menit kemudian pintu kamarku kembali terbuka, dengan suara yang sangat pelan.
Namun aku bisa mipqendengarnya, karena aku memang tidak tidur. Dengan jantung berdebar aku menunggu untuk mengetahui siapa yang akanjwur berbuat iseng ini. Aku sedikit membuka mataku dengan amat hati hati, dan segera memejamkan mataku lagi. Ya ampunjgzy, aku melihat Wawan dan Suwito berjalan mengendap endap ke arahku yang tergolek di ranjang. Ternyata merekalah pesoelakunya! Kurang ajar betul mereka ini, sudah untung aku tadi pagi cuek dengan kelakuan mereka terhadap Sulikah, tklsdtapi kini mereka malah ngelunjak, hendak mengisengi anak majikan mereka. Sementara kudengar di bawah, Sulikah dan nfpak Arifin sedang bercanda, terdengar dari tawa Sulikah yang renyah, membuatku menduga duga, apakah Sulikah juga wmada main dengan pak Arifin...

Bersambung . . . .