Siang itu, saya menyetir mobilku ke sebuah bengkel. Terus terang, bengkel itu bukan bengkel langgananku. Ayahku yang mengusulkan bengkel itu. Katanya, para pekerja bengkel itu amat cermat dan servisnya memuaskan. Jadi, kupikir tak ada salahnya untuk mencoba. Dari luar, bengkel itu nampak tak jauh berbeda dengan bengkel lainnya. Tanpa kesulitan, saya menyetir mobilku masuk dan berhenti di dalam garasi bengkel itu. Begitu saya keluar dari mobilku, tiga montir pria mendatangiku.
Tampang mereka ramah, berwajah tampan bak cover model. Seragam montir mereka berlumuran oli dan berbau keringat. Tangan mereka terlihat besar dan kokoh. Dengan ramah, seorang dari mereka menyalamiku dan berkata,
"Saya Adi. Kepala montir di sini. Dan mereka ini Rudi, dan Parjo. Anda anaknya Tuan Lamlo?" Saya mengangguk.
Entah kenapa, senyuman Adi berubah menjadi sedikit mesum, seolah dia ingin mneggodaku. Astaga, jangan-jangan si Adi homo.
"Anda tak usah khawatir, kami akan memperbaiki mobil Anda dalam sekejab," tambah Adi, berdiri semakin dekat denganku.
"Palingan knalpotnya butuh disedot, kemudian disodok. Cairan olinya akan kami kuras sampai kering, dan menggantinya dengan yang baru," kata Rudi, mendekatiku.
Entah kenapa, omongannya, meskipun tentang mobil, berbau seks. Sepintas Adi, Rudi, dan Parjo kelihatan hampir sama. Tubuh mereka semua tegap dan kekar, mungkin akibat kerja keras mereka selama di bengkel. Di antara mereka semua Adi-lah yang paling tampan. Kulit mereka mmemang sedikit gelap. Saya terlihat kontras sekali berdiri di sana sebagai seorang Chinese, berhubung warna kulitku putih mulus. Satu-satunya hal aneh tentang mereka yaitu mereka kelihatan sangat homoseksual. Mereka gemar saling meraba. Pria straight takkan suka meraba-raba tubuh pria lain!
"Papa Anda tadi telepon dan mengabarkan bahwa Anda akan datang. Beliau berpesan agar kami menyediakan servis yang paling memuaskan," tambah Adi, kini telah berdiri tepat di hadapanku. Napasnya yang panas terasa sekali di kulit wajahku.
"Anda takkan menyesal dengan servis kami." Para montir itu mengelilingiku dan mengepungku.
Tiba-tiba Parjo memegangi kedua tanganku dari belakang. Terkejut, saya berusaha untuk melepaskan diri, namun tangannya terlalu kuat. Kemudian, Adi maju dan mulai membuka paksa kemejaku. Sekali tarik, kancing kemejaku lepas dan jatuh ke lantai. Sementara itu, Rudi berjongkok dan sibuk melucuti celana panjangku. Saya ingin berteriak minta tolong, namun entah kenapa saya tidak melakukannya. Celana panjangku sudah terbuka, meski belum jatuh ke lantai. Adi menyisipkan tangannya ke dalam celana dalamku. Kontolku bereaksi dan mulai menegang.
".. Aaahh.. Hhoohh.. Uuuhh.." desahku ketika Adi memain-mainkan kepala kontolku.
Rasa nikmat mulai menyerang diriku. Saya tahu saya takkan dapat kabur dari mereka, maka saya lebih memilih untuk bekerja sama. Lagipula, saya sendiri juga akan kebagian rasa nikmat itu.
Mengetahui bahwa saya tak lagi meronta-ronta, Parjo melonggarkan pegangannya. Setelah kemeja dan celana panjangku lepas semua, keempat montir bejat itu mulai terangsang. Kontolku sendiri masih terperangkap dalam celana dalamku karena Adi memutuskan akan lebih seksi untuk membiarkanku memakai celana dalamku. Bergantian, montir-montir itu menurunkan restleting seragam mereka. Tubuh-tubuh indah yang dihiasi otot pun mulai bermunculan. Dalam sekejab, di sekelilingku terdapat tiga pria macho telanjang, masing-masing dengan kontol ngaceng.
Adi mendekatiku dan mulai meraba-raba sekujur tubuhku. Kontolku diremas-remas dan bibirku dicium-cium. Sementara Parjo, dari belakang, mengelus-ngelus punggung dan belahan pantatku. Rudi, tak mau ketinggalan, mencium-cium kakiku sambil mencoli kontolnya sendiri. Suasana di dalam bengkel itu menjadi sangat panas dan bergairah. Saya pun terbawa nafsu dan mulai menikmati seks sejenis itu. Dari dulu saya memang telah menduga-duga bahwa saya adalah seorang homoseksual, tapi saya tidak yakin. Kejadian di bengkel itu mengubah semuanya, meyakinkanku akan homoseksualitasku.
"Cowok Cina ini milikku seorang. Kalian main dengan berdua saja," perintah Adi dengan nada penuh kekuasaan.
Teman-temannya menurut dan meninggalkanku. Rudi dan Parjo kemudian sibuk bercinta di hadapanku. Tanpa malu, mereka saling berciuman mesra bak sepasang kekasih. Tangan mereka saling meraba dan erangan nikmat pun terdengar. Kontolku semakin ngaceng melihat perbuatan mesum mereka. Adi yang sudah tak sabar langsung memalingkan wajahku dan menciuminya dnegan bernafsu. Bibirnya terkunci dengan bibirku dan kami mulai saling menjelajahi isi mulut kami. Lidah kami, seperti ular, saling menjulur masuk, dan terkadang saling bergulat. Air liur kami bercampur menjadi satu. Bagi orang lain, hal ini mungkin dianggap jorok, tapi tidak bagi kami yang sedang dilanda nafsu birahi.
"Hhhohh.. Hhhoohh.. Hhhohh.." desah Adi, meremas-remas pantatku.
"Ooohh.. Mas Adi.. Hhhoohh.. Enak sekali," desahku.
"Mas merangsang.. Uuugghh.. Kontol saya.. Hhohsshh.. Saya ingin bercinta.. Hhhoosshh.." desahku seperti seorang pelacur.
".. Entotin saya Mas.. Hhhoohh.. Tolong Mas.."
"Nanti dulu sayang.. Hhhohh.. Mas Adi minta disepong dulu.. Hhhoohh.. Ayo donk.. Sepong kontol Mas Adi dulu yah? Hhhohh.. Lalu Mas bakal mengobok-ngobok.. Aaahh.. Lubangmu dengan.. Hhhohh kontol Mas Adi.. Hhhoohh.." bisik Adi seraya meremas-remas dadaku. Aaahh.. Nikmat sekali remasan tangannya itu.. Hangat.. Keras.. Dan bertenaga.
"Ayo.. Sedot kontol Mas Adi donk.." desaknya.
Bagaimana saya dapat menolak permintaan montir tampan itu? Meskipun saya sama sekali belum pernah mencicipi kontol, saya bersedia mencobanya. Apalagi kontol Adi sungguh indah dan enak dipandang. Kontolnya disunat dengan rapi, tak terlihat bekas jahitan, seolah-olah dia terlahir tanpa kulup. Kepala kontolnya seperti helm baja, mengkilat-kilat, dan berwarna kemerahan. Denyutan-denyutan kontol itu membuatnya seperti hidup.
Sesekali, setetes precum keluar dari lubang kontolnya. Dengan patuh, saya berlutut di hadapannya. Tak ada keraguan sedikit pun dalam diriku ketika saya memegang bantang kontolnya itu. Nampak Adi tersenyum dan mendukungku untuk memulai oral servis. Kagum akan kontolnya itu, saya menciumi kepala kontolnya terlebih dahulu dan menjilati habis cairan precumnya itu. Mmm.. Asin-asin tapi lezat.. Saya ketagihan precum Adi dan ingin lebih banyak lagi. Kontol itu kukocok-kocok dan kuremas-remas. Beberapa tetes precum mengalir keluar dan langsung kusedot habis.
Namun itu belum cukup sama sekali. Maka saya pun memasukkan kontol Adi ke dalam mulutku dan mulai menghisap. Hisapanku mmemang agak sedikit canggung, tapi saya berusaha untuk menyenangkannya. Saya menganggap kontolnya seperti sebatang sedotan besar yang harus kusedot agar cairan itu masuk ke mulutku. Dan lama-kelamaan, nampaknya Adi sangat menikmati sedotanku itu. Dia mulai mengerang-ngerang dan meremas-remas bahuku.
Saya hanya dapat mengeluarkan suara SLURP! SLURP! SLURP! Karena keasyikkan menyedot kontol itu. Selama itu, celana dalam putihku masih kupakai dan kontolku terasa sesak sekali di dalamnya. Tentu saja precum-ku sudah membanjir keluar. Tepat di bagian tengah di depan celana dalamku, nampak noda cairan precum yang mulai melebar. Adi melarangku untuk melepasnya. Katanya lebih seksi. Saya hanya menurut saja, meskipun saya ingin sekali telanjang bulat agar saya dapat segera mencoli kontolku itu.
Tak jauh dari tempatku, Parjo sedang bersimpuh di depan Rudi sambil menghisap kontolnya. Kontol Parjo sendiri ngaceng berat dan sibuk dikocok-kocok olehnya.
"Hhhoohh.. Hhhoohh.. Hhhoohh.." Rudi terus mendesah-desah sambil mencubiti putingnya sendiri.
Sementara Parjo tak dapat berkata apa-apa. Hanya suara lidah dan sedotannya saja yang terdengar SLURP! SLURP! SLURP! Nafsu birahiku semakin memuncak menyaksikan tingkah bejat mereka. Dalam benakku, saya membayangkan ketiga monntir tampan itu pasti sering berpesta seks sejenis di bengkel mesum itu. Untuk sesaat, saya berharap bahwa saya pun seorang montir seperti mereka, agar saya dapat mencicipi tubuh mereka setiap hari kerja.
Tiba-tiba, Adi mulai menyodokkan kontolnya. Tentu saja saya agak kaget sebab saya belum siap. Telingaku dijadikan pegangan dan Adi mengentotin mulutku dengan penuh smemangat. Pada saat itu, saya berhenti menghisap dan hanya membuka mulutku saja, membiarkannya menyodomi mulutku. Kontolnya dengan membabi-buta menyerang dinding dalam mulutku dan bahkan menghajar anak tekakku. Alhasil, saya hampir muntah, tapi tidak jadi. Dikuasai nafsu, Adi terus menyodomi mulutku. Sodokan kontolnya terasa begitu keras sampai-sampai kepalaku selalu terdorong ke belakang.
"Hhhooh.. Aaahh.. Ooohh.. Aaahh.. Hhhoosshh.. "
Wajah Adi nampak serius sekali, keringat membasahinya. Dadanya yang kekar tampak bergoyang-goyang sedikit. Kedua putingnya melambai-lambai ke arahku. Ah.. Sungguh pemandangan yang merangsang kontol. Tiba-tiba, Adi menjerit.
"AARRGGHH..!!"
Kontolnya disodokkan sedalam-dalamnya dan sekuat-kuatnya lalu dibiarkan di sana. Kontol itu langsung melar, berdenyut-denyut, dan meledak. CCRROTT!! CCRROOT!! CCRROOTT!!
Pancaran pejuhnya memenuhi mulutku dan langsung kutelan. Sungguh lezat sekali, belum pernah saya mencicipi minuman seenak itu.
"UUGGHH!! AAHH!! OOHH!!" Adi memegangi kepalaku kuat-kuat sementara tubuhnya terguncang orgasme. Saat semuanya usai, Adi yang tampan itu nampak letih sekali, namun kontolnya masih ngaceng.
Sementara itu erangan-eranagn keras juga terdengar dari pasangan bejat Rudi dan Parjo. Nampak Rudi menengadahkan kepalanya ke belakang, membuka mulutnya lebar-lebar, mata terpejam, tubuhnya menggeliat-geliat, dan kontolnya menyemprot tak karuan di dalam mulut Parjo. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!!
"AARRGGHH!! AARRGGHH!! AARARRGHH!!" erang Rudi saat dia sibuk menghabiskan persediaan pejuhnya. Saya menjilati bibirku, berharap saya juga dapat mencicipi pejuh milik Rudi.
Bersambung . . . .