Tetanggaku Tante girang

Bookmark and Share
Mungkin kurang tepat jika aku sebut ibu girang, maklum dilingkungan tetanggaku, aku sering memanggil tante dengan sebutan ibu, agar lebih akrab tentunya, tapi keakraban itu justru menjadi awal cerita tante girang berikut ini, dan kenikmatan seks dengannya ternyata dia rasakan juga sebagai kepuasan seks yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Aku tinggal di sebuah kawasan perumahan yang cukup rame kalo siang hari terutama karena jeritan anak anak yang biasanya suka bermain di jalan yang memisahkan antar blok perumahanku. Terkadang kesal juga karena seringkali tidurku terganggu oleh tingkah anak anak itu. Bukan Cuma anak anak, bahkan ibu ibu juga sering ngerumpi dijalanan menemani anak mereka yang lagi bermain. Suara suara itu tembus kedalam kamarku. Maklum komplek perumahanku adalah perumahan sederhana yang kebanyakan type 21, jadi berhimpitan dengan tetangga bahkan suara tetangga yang lagi bertengkar pun bias terdengar kekamarku. Disini mungkin Cuma aku yang biasa kerja sampai larut malam karena beberapa bulan terakhir ini aku lebih sering kena shift sore ini akibat teman kerjaku istrinya lagi hamil tua jadi dia borong shift pagi, aku sih bisa maklum tapi tetanggaku gak mau ngerti keadaanku. Istriku biasa berangkat kerja pagi setelah menyiapkan keperluan rumah termasuk air panas dalam termos, karena dia tidak mau membangunkan aku pagi pagi. Biasanya kalo sudah terganggu aku langsung bangun tidur dan bikin kopi sendiri. Yah dalam penderitaan selalu ada kesenangan, kalo nggak salah begitu kata pepatah (kalo nggak ada ya.. itu pepatahku sendiri) kunikmati kopi panas sendiri di beranda rumah sambil memperhatikan ibu ibu yang biasanya pakaiannya cukup mengundang, itulah hiburanku.
Salah satu tetangga yang menarik perhatian ku namanya Dewi, karena ibu yang satu ini selalu mengenakan celana pendek setiap pagi dan bajunya biasanya kaos ketat yang menonjolkan potongan tubuhnya. Aku akui ibu ini punya tubuh yang paling sexy diantara tetanggaku yang lain. Dia punya 2 anak, perempuan umur 7 dan laki laki umur 3 tahun. Sering aku perhatikan kalo dia lagi ngerumpi dengan tetangga depan rumahku dari atas sampai bawah. Kayaknya diapun menyadari hal itu tapi seolah memberi angin. Kalo pas pandangan kami bertemu biasanya dia melempar senyum manisnya dan langsung menyapa dengan basa basi tanya kemana istriku atau yang lain lain.
Sedikit aku ceritakan tentang tetanggaku ini, keluarga Bu Dewi begitu biasa kami sebut tergolong cukup mapan di lingkungan komplek ini, suaminya seorang pegawai negeri tapi punya kebun yang luas dikampungnya. itu sebabnya dia sering pulang kampung setidaknya sabtu atau minggu untuk mengurus kebun dikampungnya yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan. Mereka adalah pasangan muda yang rukun, aku nggak pernah dengar keluarga mereka ribut seperti tetangga lainnya. Nampaknya mereka keluarga yang cukup bahagia.
Awal kisahku adalah ketika aku hendak dikirim ke luar negeri untuk training system baru yang akan diterapkan corporate office untuk kantorku. Selama ini aku belum pernah pergi kemana mana jadi persiapanku nol besar, aku harus menyiapkan sendiri segala keperluan terutama passport sebelum harinya. Kantorku memberi waktu 2 minggu agar aku menyiapkan segala sesuatunya. Dalam kebingunganku mendadak teringat tetanggaku Bu Dewi, bukan apa apa karena setahuku suaminya sering mengurusi urusan perjalanan keluar negeri di kantornya. Tidak susah mencari nomor telepon rumahnya cukup tekan 108 trus kasi nama dan alamat maka dapatlah nomor teleponnya. Aku menelpon dari kantor untuk menghemat biaya.
“halo…” suara khas perempuan yang aku kenal menjawab panggilan teleponku
“selamat sore… Bu Dewi ya…” aku langsung memastikan
“iya, ini siapa?
“Saya Dicky bu, maaf mengganggu bapak ada bu?” Tanyaku
“oooh pak Dicky… sengaja ya telpon saya?” Bu Dewi langsung menuduh ku tapi suaranya terkesan manja
“kok dibilang sengaja” tanyaku. Aku masih belum menyadari kesalahanku
“ya iya lah… kan pak Dicky tahu bapak pulang kampung kemarin, sempat ngobrol kan waktu bapak keluarin mobil?”
Aku baru teringat kemarin sempat bertemu suami Bu Dewi dan sempat basa basi kalo dia bilang mau pulang kampung.
“ayo…ngaku aja, pak Dicky mau ngobrol sama saya khan” sergahnya. Tapi entah kenapa aku merasa itu sebagai tantangan. Sudah kepalang pikirku.
“ya sebenarnya sih ada yang mau saya tanyakan sama bapak, tapi kalo nggak ada ngobrol sama bu Dewi juga kebetulan yang menyenangkan” aku mulai pasang ancang ancang utuk menggodanya.
“Saya tahu pak Dicky sering perhatiin saya… pak Dicky kepingin ya?
Aku gelagapan sendiri, nggak menyangka bakal dapat pertanyaan to the point kayak gitu. Aku sih beranggapan kalo Bu Dewi ini gampang diajak bercanda tapi tidak menyangka pertanyaan langsung menjurus gitu, dan dia sangat pe-de.
Dalam hati aku berpikir sudah kepalang mubazir kalo nggak di lanjutkan.
“kalo saya kepingin memang bakal dikasih?” pancingku.
“emang minta apa”
“yang itu tuh, yang menonjol didepan dada ama yang dikepit di paha” jawabku semakin berani.
“oh itu … boleh sih, tapi ada syaratnya”
“Syaratnya apa?” aku terus mengejar.
“ya mesti punya yang besar… aku udah bosen sama yang kecil kecil”
Benar benar ibu yang berani, aku jadi tambah bersemangat meski sempat terpikir juga kalo punyaku nggak begitu besar. Aku pernah ukur panjangnya sekitar 14 cm dengan diameter 4 cm. tapi untuk sekarang itu bukan hal yang penting, leng lebih penting adalah menyambung pembicaraan yang sudah agak memanas.
“gmana kalo bu Dewi lihat dulu punya saya, siapa tahu cocok?” aku berusaha menyambung.
“mmm boleh …. Tapi liat dimana?”
“Kita ketemuan di Warnet “X” yuk. Disana tempatnya private lagian gak jauh dari rumah kan”
“Ntar ada yang liat”
“ Biar ada yang lihat juga gak apa apa kan .. kita kan di warnet, orang gak bakal pikir negative. Lagian kan nggak ngapain Cuma liat punyaku sebentar .. kalo cocok baru kita cari tempat yang aman, okey?” aku mencoba meyakinkan agar rencana gak gagal.
“Okey deh… tapi sebentar aja ya… “
“Siiip… berangkat sekarang? Aku 15 menit nyampe di warnet “X””
“Okey, tapi tungguin di luar ya.. aku nggak ngerti internet..”
“Okey, sampai ketemu, daah”
Deg-degan rasanya, antara percaya dan tidak, tapi aku segera menyelinap dari kantor menuju parkiran, terserah deh apa yang bakal terjadi, kalopun dia gak datang aku gak banyak ruginya. Motor aku starter dan langsung meluncur deras menuju tempat pertemuan. 15 menit pas aku sudah sampai di warnet. Setelah memarkir motorku aku mengambil sebatang rokok, aku piker pasti harus menunggu. Aku hanya harap harap cemas, takut dia nggak serius terus gak jadi dating, garing deh. Tapi rupanya kekawatiranku tidak benar, baru menghisap 3 kali rokok Marlboro ku, kukenali sesosok tubuh yang tak asing lagi dating menghampiri dengan motor barunya yang mungil. Dengan kode tangan ku aku minta dia parkir bersebelahan dengan motorku.
“udah mantap” tanyaku
“apanya…?” bu Dewi berlagak bego.
“ya itu… mau liat punyaku”
“ya… udah terlanjur disini. Emang mau tunjukin disini?” Tanya bu Dewi disertai kedipan nakal menunjuk kea rah selangkanganku.
“ya didalam, masak disini nanti di rubung lalat” kataku sambil member aba aba untuk mengikutiku
Langsung menuju operator dan dapatlah aku nomor yang paling pojok. Aku duduk dan langsung log in, sejak tadi aku perhatikan warnet agak sepi, nggak seperti biasanya. Mungkin ini sebuah keberuntungan buatku.
“kok malu malu?? Duduk sini” aku sorongkan kursi kecil buat bu Dewi yang kali ini kelihatan meneliti keadaan. Mungkin dia ingin meyakinkan bahwa tidak ada bahaya yang mengancam. Kayak mau perang ya…
“aku gak bisa lama lama, paling cuman 15 menit ya. Aku takut ntar ada yang tetangga yang kesini” suaranya terdengar bergetar. Rupanya dia tidak segarang bicara di telepon.
“Santai aja… “ langsung aku sentuh tangan mungilnya. Segera kubimbing tangan itu kea rah selangkangan ku dan ku eluskan pada Si otong ku udah sedari tadi tegak berdiri.
“mmm lumayan… “ dia menggumam
“baru lumayan ya… “ aku bergerak cepat membuka resleting celanaku dan bergegas monongolkan si otong dari persembunyiannya.
Aku bisa liat mata bu Dewi terbeliak ketika memperhatikan si otongku.
“Gmana?? Apa masuk katagori?” tanyaku
“wah.. ternyata isinya besar ya…” kata bu Dewi sambil mengelus elus seperti mendapat mainan baru. Si otong pun tambah berdiri dan berkedut kedut.
“Ntar pak dicky pulang jam berapa”
“Biasanya sih jam 12 atau setengah satu, knapa”
“kalo gitu nanti malam singgah di rumah ya, bias nggak kerumah jam 11”
“ooh kalo untuk kamu sih bias aja.. nanti aku pulang lebih awal, memang bapak nggak pulang malam ini?” aku sekedar meyakinkan.
“nggak, mungkin besok malam, atau bisa juga lusa pagi. Biasanya dia langsung kekantor kalo datang dari kampung”.
“oh… aman doong”
“kasi aja nomer Hp nya… ntar kalau ada apa apa biar bisa aku kasi berita ya…”
Dengan segera aku sebutkan nomor Hp ku. Jarinya lincah mengetik di tombol Hp nya terus melakukan miss call.
“itu nomorku” katanya
“Sampai ketemu ntar malam ya..” katanya lagi sambil beranjak berdiri, tapi yang tak kusangka adalah tangan mungilnya itu turun dan menggenggam erat si otong hampir seperti meremas. Aku terkerkik kaget. Untuk cepat menguasai diri. Bu Dewi ngeloyor pergi sambil tersenyum nakal.
Aku masih terduduk di depan monitor, tak percaya apa yang baru ku alami. Aku langsung membayangkan apa yang akan terjadi nanti malam. Menyusun beberapa skenario karena perhitungan ku harus matang. Sambil berpikir aku beranjak bayar biaya internet dan kembali ke tempat kerja.
Jam 10.30 hp ku bordering, kulihat nomor pemanggilku adah bu Dewi, segera saja ku angkat berharap dapat berita naik.
“halo…” kudengar suara manja diseberang
“halo juga, berita baik atau burukkah? Tanyaku cepat
“emang kamu berharap apa??”
“ ya berita baik doong”
“ok, kamu bisa pulang sekarang gak? Lampu pagar udah aku matiin dan pagar samping nya gak terkunci. Kamu masuk aja dari samping ya … aku tunggu. Berapa menit bisa nyampei sini??”
Wah… perintah lengkap yang kayaknya sudah di perhitungkan banget .
“ok, 15 menitan aku nyampe tunggu ya..”
“ya.. hati hati dilihat tetangga ya… kalo keadaan gak memungkinkan jangan dipaksa”
“Siiip, aku juga mau aman kok… “
Telepon ditutup, aku buru buru merapikan sisa pekerjaanku, dengan kecepatan tinggi langsung meluncur ke Tkp.
Dekat rumah yang jadi targetku aku berhenti sebentar, meyakinkan keadaan aman, aku parkir motorku di sisi jalan yang agak terlindung, kembali meyakinkan agar motorku tidak mudah dilihat orang yang lewat. Setelah kurasa cukup aman, aku pun berjalan menuju rumah bu Dewi. Aku teringat pesannya “lampu pagar udah mati, masuk lewat pintu samping” okey… aku langsung meraba pintu samping dan benar gak terkunci, aku buka pelan pelan takut menimbulkan suara. Setelah masuk kututupkan lagi, aman pikirku, setidaknya aku sudah didalam rumah. Pinggir tembok kususuri meski agak gelap.
“ ssst…. Lewat sini” aku sedikit kaget tak menyadari kalo ada yang memperhatikan ku sedari tadi, ah… bidadariku ternyata berdiri di pintu yang terbuka sedikit, cukup untuk memperhatikan gerak gerikku. Segera aku menghampirinya dan masuk, pintu ditutup perlahan. Lampu dinding dinyalakan, terlihatlah sebuah ruangan cukup luas yang rupanya adalah dapur rumah ini. Rumah ini jauh lebih besar daripada rumahku yang sumpek, ada kamar tidur dilantai bawah dan tangga menuju ke lantai atas. aku yakin anak anaknya tidur dilantai atas.
“Kekamar yuuk” tangannya menggandeng tanganku. Aku bak kerbaumengikuti dibelakangnya.
“Kamar tidur yang nyaman” kataku
“ya … malam ini milik kita, ini kamarku sama bapak, anak anak tidur diatas” dia menjelaskan
“apa aman dirumah, anak anak gak bangun?”
“ aman , paling biasanya sikecil yang minta susu. Aku udah kasi susu barusan”
“ok… berarti aku bisa tenang menikmati kamu secara langsung”
“iya.. aku tahu sih kamu udah lama memperhatikan aku, pandangan kamu itu nafsu banget”
“oh kelihatan ya”
“Ya iyalah…”
Aku pun langsung mengambil inisiatif untuk mulai, kugenggam tangannya yang mungil, langsung mencoba mencium bibirnya yang kulihat sangat menggairahkan, lumatan ku dibalasnya,
“perlakukan aku dengan lembut sayang” bisiknya. Aku mengambil posisi duduk di pingir ranjang. Dengan isyarat kuminta dia beriri di depanku. Kusingkapkan sedikit baju yang dikenakan nya, pandangan ku tertuju pada perut yang kencang didepanku.
“perutmu kencang sekali, tidak tampak seperti punya 2 anak wi” komentarku sambil mencium cium perutnya.
“aku kan melahirkan dengan operasi dan dokternya menjahit dengan sangat rapi, itu baru perutku sayang ntar pepekku juga pasti lebih mengagetkan”
“knapa? Tanyaku penasaran
“pepekku belum pernah di pake melahirkan, selama ini cuman dipake sama suamiku. Barangnya kecil, mungkin punyamu gak bakal muat”
“oh… itu sebabnya kamu ngajuin syarat supaya barangnya harus besar”
“ya… setelah sekian lama, aku juga pingin merasakan barang yang besar. Ibu ibu yang lain sering cerita tentang enaknya di pake barang yang besar”
Aku meneruskan aksiku sambil membuka pakaianku, dia pun cukup tanggap dan mulai meloloskan baju atas nya, aku biarkan saja pemandangan indah menggantung diatasku. Satu persatu pakaian kami jatuh kelantai.
Kutarik tangannya dan kuminta dia duduk di sebelahku, aku berdiri di depannya, kembali kami berciuman bibir, lalu ciumanku mulai menjelajahi ke tubuhnya, kuluman telinga yang membuat Dewi menggelinjang, lehernya yang putih jenjang tak terlewatkan, lalu turun di sekitar dada dan tentu saja berhenti di kedua bukitnya. Kuamati kedua buah dadanya yang masih terbungkus bra, begitu mulus dan indah, beruntunglah aku karena kaitan bra itu ada di depan, sambil menciumi bukit mulus itu dengan mudah tanganku membebaskan kedua bukit itu dari dekapan bra hitam, kini buah dada Dewi menggantung indah di depanku, sungguh padat, putingnya yang kecil kemerahan menghiasi puncak bukit itu.
Dewi menarik kepalaku ke dadanya, rupanya dia tak tahan dibiarkan lebih lama, lidahku segera menyusuri bukit kembar nan indah dari satu puncak ke puncak lainnya. Desis Dewi membuatku makin bernafsu untuk makin menikmati kedua bukit yang menantang itu, kukulum dan sedotan diselingi dengan remasan makin membawa kami naik tinggi melayang mengarungi birahi.
Dewi mendorong kepalaku ke bawah, aku tahu maksudnya, dia ingin aku segera beralih ke selangkangannya. Kembali kuamati tubuh Dewi yang sudah telanjang bulat. lidahku mulai menyusuri pahanya yang putih mulus, kembali aku terkejut ketika tanganku meraba selangkangannya, kutemukan rambut halus yang tertata rapi. Sungguh pemandangan yang indah yang tak terbayangkan sebelumnya. Tanganku kuusapkan pelan pada gundukan kenyal diselangkangannya, dengan lembut ku urut garis yang membelah vaginanya. Kupermainkan jari tanganku di klitoris dan bibir vaginanya, dua jari sudah masuk agak dalam, Dewi menggeliat dan mendesis. Ketika aku bermaksud menjilati vaginanya dia melarang.
“Jangan, aku mau keluar pake barangmu yang besar, aku udah sering di jilat suamiku. aku udah gak tahan nih”
Aku memang merasakan vagina Dewi sudah sangat basah, mungkin dia sudah menahan keinginannya sejak tadi.
“sekarang sayang, please” pintanya seraya menarik penisku dan membimbingnya menuju vaginanya. Perlahan dia menyapukan penisku di bibir vaginanya yang sudah basah.Dengan pelan kudorong penisku memasuki vaginanya sambil menikmati expresi kenikmatan di wajahnya yang cantik manis, wajahnya agak meringis kesakitan ketika kepala penisku mulai masuk lubang vaginanya. Benar benar masih sempit. Rupanya penis suaminya memang sangat kecil sehingga vagina yang sudah menghasilkan 2 anak ini tetap saja sempit seperti gadis belia. mukanya memerah merasakan kenikmatan yang kuberikan sedikit demi sedikit, batang penisku makin dalam melesak di vaginanya, sudah lebih setangah dan tinggal sekali dorong ketika dia mendorong tubuhku, kutarik penisku dari liang sempit itu dan kudorong lagi perlahan, begitu seterusnya hingga seluruh penisku tertanam di vaginanya, kudiamkan sejenak untuk menikmati kehangatan yang menyelimuti batang kejantananku, kurasakan remasan otot vagina yang kuat seakan memeras penisku, kulihat expresi kenikmatan yang terpancar di wajahnya. Matanya memandangku dengan pandangan yang susah kumengerti, antara sayu dan liar.
“Sayang, enak sekali, pepek ku penuh, baru kali ini aku merasakan pepekku penuh, oooh enak sekali ” katanya seraya menggoyangkan pantatnya yang langsung kusambut dengan kocokan pada vaginanya, dia mendesah desah dengan keras dan bebas, tangannya meremas kedua buah dadanya, aku paling suka menikmati wajah yang dilanda birahi tinggi, sungguh dia jauh makin cantik dalam keadaan terbakar nafsu seperti ini, tak bisa dinikmati kecantikan yang seperti ini dalam kesehari harian, rupanya wanita ini mempunyai birahi yang sangat tinggi dan selama ini tidak bisa terlampiaskan.
Semakin keras kocokanku, semakin keras desah kenikmatan keluar dari mulut mungilnya, dan semakin kuat dia mencengkeram kedua bukit di dadanya.
“Sayang hisap susunya dong” katanya sambil mengangkat dadanya, pemandangan indah itu langsung ku sambut, aku pun mulai mengecup dan berlanjut dengan menghisap dengan gemas putting susu yang ranum itu. campuran antara kenikmatan kocokan di vagina dan hisapan rupanya membuat dia makin birahi, matanya melotot ke arahku, makin cantik saja dan makin bernafsu aku dibuatnya. Kemudian kedua kaki itu kupentangkan lebar membuat penisku bisa masuk lebih dalam ke vaginanya, Dewi kelojotan dibuatnya, apalagi ketika sodokkan kerasku menghunjamnya.
Beberapa menit kemudian kurasakan kaki dan tubuhnya menegang, goyangan pinggulnya mulai tak beraturan dan….
“ouhhhhh… sssssayyyaanng….. a….. aku…. mau… ke…ke.. aaaaaaaaghhhhhhh” tak sempat dia menyelesaikan kalimatnya ketika kurasakan denyutan kuat di vaginanya, begitu kuat hingga penisku seperti diremas remas, selama berdenyut pinggulnya makin liar bergerak diiringi teriakan orgasme yang keras, mungkin orang diluar kamar bisa dengar jeritan kenikmatan ini. Kembali kunikmati expresi orgasme di wajahnya, sungguh makin cantik dia tatkala orgasme.
Goyangannya berhenti tatkala denyutan itu berhenti.
“maaf sayang aku duluan, aku udah gak tahan, aku benar benar merasakan kenikmatan yang aku impikan” bisiknya hampir tak terdengar.
“kamu nikmatilah wi…, malam ini aku akan memuaskanmu. Kamu mau lagi kan?” tanyaku.
“kalo enak begini, aku gak sanggup menolak sayang” katanya sangat manja. Aku meneruskan kocokanku, kali ini aku berusaha menghujamkan seluruh penisku kedalam vaginanya, dia melotot ke arahku, tak kupedulikan sorot mata protes darinya. senyum kenikmatan di bibirnya kembali berganti dengan desahan dan gelinjang nikmat, Kocokanku berubah pelan dan panjang, kutarik pelan penisku hingga hampir keluar dan kembali kudorong perlahan hingga semua masuk dan kutarik lagi dengan cara yang sama, dengan cara ini kurasakan kenikmatan yang panjang, sepanjang penisku meluncur di vaginanya.
Dengan gerakan pelan dan panjang dan dalam ini, birahi Dewi perlahan lahan kembali naik dan mengikuti iramaku, kuremas kedua buah dada montoknya, kakinya menjepit pinggangku erat, wajah cantiknya yang penuh nafsu terlihat mempesona. Goyangan Dewi makin cepat dan bervariasi antara berputar dan turun naik, aku hanya bisa menikmati sambil meremas buah dadanya yang bergoyang goyang dan memandangi wajah imut imutnya.
Dinginnya malam tak mampu mengusir kehangatan tubuh Dewi dan panasnya nafsu kami berdua, keringat mulai menetes dari tubuhku dan Dewi. Tiba tiba Dewi terlihat menegang, vaginanya menjepit dengan keras membuat penisku tertahan didalam vaginanya. Tubuhnya bergetar sampai aku dapat mendengar gemeretak giginya, pandangannya entah kemana, diikuti suara dari mulutnya yang lebih mirip geraman mula mula halus kemudian berubah menjadi jeritan tertahan ketika kembali kurasakan denyutan denyutan dari vaginanya. Tangannya memelukku dengen erat.
“aaaagh… eeeeegh… uuuugh… aaaahhhh… sayang aku keluar lagi” terdengar nada kenikmatan tertahan yang memuncak hebat, pelan tapi menggairahkan. Dewi mencium bibirku lalu terkulai lemas, napasnya turun naik seolah turun dari puncak gunung, kubiarkan dia menikmati saat saat ini, penisku masih tegang tertanam di vaginanya.
Kami terdiam dalam sunyinya keheningan malam, hanya detak jantung Dewi dan detak jam dinding yang kudengar saat ini. Kulirik jam dinding sambil menghitung waktu. Baru 15 menit dia sudah orgasme 2 kali. Kugulingkan tubuhku, kini tubuh Dewi di atasku, kumasukkan kembali kejantananku dan langsung mengocoknya dari bawah, kaki Dewi melingkar di pinggangku hingga penisku bisa masuk lebih dalam, kembali kudengar desahan pelan tertahan keluar dari mulutnya, takut terdengar dari luar, kututup mulutnya dengan mulutku, kami berciuman dengan ganasnya, seganas kocokanku di vaginanya, makin cepat aku mengocoknya makin gairah pula dia melumat mulutku, bibir dan lidah kami saling melumat. Ternyata dewi cukup pintar berada diatas, dia biarkan seluruh penisku menancap ke liang vaginanya, kemudian dia melakukan gerakan memutar, serasa aku mendapat sensasi yang lain, kali ini penisku dijepit vagina yang sangat sempit membuat birahiku lebih cepat memuncak, apalgi sambil memandangi wajah cantik didepanku. Serasa ada yang mau menerobos penisku dari dalam, serasa ada aliran panas mejalar sepanjang penis ku.
“aku mau keluar” bisikku sambil mengamati expresi wajah Dewi yang tak bosan untuk di pandang.
“keluarin di dalam saja sayang” pintanya sambil mengelus wajahku.
Beberapa detik kemudian pertahananku jebol, menyemprotlah spermaku yang sudah tertahan beberapa hari ke vagina Dewi, denyutan demi denyutan dan semprotan demi semprotan menghantam dinding vagina Dewi, tak tahan menerima gempuran hebat ternyata Dewi menyusulku beberapa detik kemudian, kembali vaginanya meremas penisku yang sedang berdenyut dengan hebatnya. Dewi langsung terkulai di atas tubuh tubuhku, kemudian kami berdua telentang telanjang di tempat tidur yang sudah setengah basah oleh keringat kami berdua, kutarik dia dalam pelukanku dan kami berciuman lagi,
“Terima kasih sayang” katanya lalu melepaskan pelukanku.
“Kamu sangat bernafsu dan pepekmu sangat sempit” kataku memuji dan menirukan dia menyebut vagina dengan sebutan pepek
“tentu saja, aku sudah lama mengharapkan dapat bercinta dengan kamu”
Aku kaget dengan pengakuannya.
“jadi kamu juga sering memperhatikan aku ya”
“Iya … habis istrimu sering cerita kalo kamu sangat hebat bercinta dan kamu punya barang yang besar”
“ooh .. jadi kamu mengincarku juga ya” godaku
“kan sama sama mengincar” katanya sambil mendaratkan ciuman dibibirku.
“Kamu puas sayang”tanyanya.
“Iya, pepekmu enak dan susumu juga mantap”
“ aku juga sangat puas, baru kali ini aku mendapat kepuasan yang luar biasa, terutama yang kedua tadi, dan baru kali ini juga aku bisa orgasme sampai 3 kali”
Aku mengiyakan pengakuannya, memang sanat terasa orgasme kedua yang dinikmatinya tadi membuat dia lupa diri.
“Okey.. sekarang kamu pulang dulu ya… sebelum ketahuan orang” katanya sambil tertawa kecil.

Sampai cerita ini ditulis cerita masih bersambung, mungkin besok atau lusa aku akan sambung cerita seks ini.