Namaku Tina, usia 15 tahun. Aku tinggal di Surabaya, salah satu kota besar di Indonesia yang padat penduduknya. Aku berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Papaku seorang pengusaha yang bergerak di bidang jual beli hasil bumi. Sedangkan mamaku seorang aktivis beberapa organisasi sosial. Aku juga punya seorang kakak perempuan yang kini sedang menyelesaikan studinya di luar negeri.
Sebenarnya hidupku berjalan seperti biasa selama ini. Aku pergi ke sekolah tiap hari. Kemudian pulang sekolah, Andrew pacarku, selalu menemaniku sampai sore. Banyak yang bisa kami lakukan. Main video game, membaca komik, membuat PR atau hanya sekedar ngobrol. Pada malam hari, kami sekeluarga berkumpul bersama. Setelah makan malam, biasanya kami nonton TV dan saling bertukar cerita tentang kegiatan kami seharian. Pokoknya aku cukup bahagia dengan keadaan keluargaku saat itu.
Namun semuanya menjadi berubah sejak aku mengenal narkoba. Aku tak tahu apakah ini perubahan menjadi lebih baik atau lebih buruk. Terus terang aku sangat menikmati gaya hidupku yang baru ini. Aku jadi lebih bahagia, lebih ceria, dan lebih bersemangat. Aku jadi menemukan diriku yang baru. Diriku yang sama sekali berbeda. Tidak ada lagi Tina yang pendiam dan pemalu. Yang ada sekarang adalah Tina yang ceria dan memiliki banyak teman.
Semua ini berawal dari rasa kesepianku dirumah waktu selesai ujian nasional. Tidak biasanya aku kesepian seperti ini. Aku benar-benar tak tahu apa yang harus kulakukan. Bangun pagi menganggur. Siang juga menganggur. Tidak ada yang menemaniku.
Orang tuaku baru pulang malam hari. Andrew dan keluarganya masih di Jakarta berlibur sekaligus mengurus kepindahan Andrew ke Amerika. Teman-temanku pada menghilang semua. Ada yang ke luar kota, ada yang pergi sama pacarnya. Pokoknya menyebalkan sekali. Dulu waktu aku dan kakakku masih kecil, mamaku jarang sekali keluar. Tapi sejak aku lulus SD, mamaku mulai aktif dalam suatu organisasi kerohanian. Lama kelamaan, mamaku makin aktif dan terpilih sebagai pengurus organisasi tersebut. Saat ini tidak hanya satu organisasi yang diurusnya, melainkan berkembang menjadi tiga! Saking repotnya, kadang-kadang mamaku sampai menginap di kantor organisasinya.
Aku biasanya bisa maklum dengan kegiatannya yang bejibun seperti itu. Tapi saat ini aku lagi sebal sendirian di rumah. Masak aku harus diam di rumah saja melewati hari-hari liburanku ini. Apalagi setelah Andrew memberi kabar kalau visanya diterima kedutaan Amerika. Serasa dunia ini mau kiamat! Aku akan berpisah dengan Andrew minimal selama dua setengah tahun. Itupun kalau selepas high school dia balik ke Indonesia. Kalau meneruskan kuliah di universitas sana, yaah..
Saat aku kesepian dan suntuk, aku bertemu Ling sahabat lamaku. Mama Ling adalah sahabat baik mamaku. Itu sebabnya sejak kecil aku sudah berteman dengannya meski kami beda usia. Ling lebih tua setahun dariku. Iseng-iseng aku menelponnya dan kami ngobrol berjam-jam. Lalu Ling mengajakku untuk menginap di rumahnya. Aku sih setuju saja. Kupikir tak ada tawaran lain yang lebih menyenangkan saat ini. Maka Ling kuundang datang ke rumahku saat makan malam.
Saat makan malam bersama itulah aku mengutarakan keinginanku untuk menginap di rumah Ling sampai mulai masuk sekolah. Semula orang tuaku tidak setuju aku menginap selama itu. Tapi mereka tak berkutik setelah mendengar protesku bahwa aku kesepian di rumah sepanjang hari. Akhirnya mereka mengabulkan keinginanku tapi dengan syarat bahwa hari Minggu aku harus pulang ke rumah.
Aku segera mengemasi pakaian dan keperluanku dibantu oleh Ling. Ling berbisik menyuruhku untuk membawa beberapa pakaian yang bagus untuk dugem. Wah, Ling mau mengajakku dugem! Aku belum pernah dugem sebelumnya. Sebab orang tuaku tak akan mengijinkan aku pulang lebih dari pukul sepuluh malam. Aku jadi tambah panik menanyakan baju yang bagaimana yang pantas dikenakan. Lalu Ling memberi beberapa saran yang segera kupatuhi. Segera kumasukan semua pakaian ke dalam koperku beserta peralatan kosmetikku.
Mama dan papaku memberiku uang saku cukup banyak untuk menginap sebulan di rumah Ling. Mereka memberi kami nasehat agar hati-hati menjaga kesehatan dan jangan pulang terlalu malam. Setelah berpamitan, kami segera berangkat menuju rumah Ling.
Rumah Ling terasa sangat sepi. Rumah yang cukup besar ini hanya ditempati Ling dan dua orang pembantu. Orang tua dan adik-adik Ling masih di kota asalnya. Perlahan-lahan mereka akan pindah ke Surabaya. Dimulai dengan kepindahan Ling setelah lulus SD, setelah itu baru akan disusul oleh adik-adiknya. Pada awalnya orang tua Ling sering sekali datang ke Surabaya untuk menengok Ling. Namun lama kelamaan semakin jarang frekuensinya. Saat ini orang tua Ling hanya datang sebulan sekali atau pada saat adik-adik Ling liburan sekolah. Aku tak bisa membayangkan bagaimana kesepiannya Ling sendirian di sini.
Malam itu kami hanya saling curhat untuk memuaskan rasa kesepian kami selama ini. Aku sangat percaya pada Ling. Aku merasa aman membicarakan segala rahasiaku padanya. Kami ngobrol panjang lebar tentang semua hal. Termasuk tentang perilaku seksku dengan Andrew yang agak kelewatan.
Aku bercerita padanya kalau aku sering peting dengan Andrew saat ortuku tidak ada. Mulai cium peluk, raba-raba sampai oral sex. Aku juga pernah mandi berdua dengan Andrew. Bahkan saat mandi berdua kita saling melakukan oral sex bergantian. Tapi meski bagaimanapun hebatnya rangsangan yang kualami, aku tetap mempertahankan keperawananku.
Ceritaku yang mengalir deras membuat Ling terkejut dan tak bisa bicara apa-apa. Seakan tidak percaya aku yang selalu alim dan pendiam di sekolah bisa seliar itu dengan Andrew. Aku malu sekali saat Ling mentertawakan aku habis-habisan. Berkali-kali dia mengatakan bahwa dia tidak bisa percaya aku melakukannya.
Akhirnya setelah puas mentertawakan aku, Ling juga membuka sebuah rahasia yang tidak kalah mengagetkan. Ling adalah pengguna narkoba! Hampir semua jenis narkoba pernah dicoba. Aku melongo mendengar cerita yang mengalir begitu saja dari mulutnya. Aku kaget sekali! Aku bergidik ngeri mendengar ceritanya saat dia sakauw. Bahkan Ling pernah sakauw di kamar mandi sekolah. Untung Ling bisa mengendalikan diri dan perlahan-lahan mulai mengurangi dosisnya. Sekarang Ling sudah berhenti total menggunakan SS.
Yang mengenalkan Ling pada narkoba adalah teman se'geng'nya disekolah. Memang sekolah Ling saat ini adalah sekolah yang terkenal borjuis. Tempat sekolah anak-anak orang kaya namun kurang berminat dalam pelajaran. Datang ke sekolah dengan mobil mewah, pulang langsung ke Mall, dan malamnya dugem. Apalagi gedung SMP dan SMUnya berdekatan dalam satu blok. Sehingga banyak anak SMP yang dirusak oleh anak SMU. Kupikir Ling ini adalah salah satu korbannya.
Ling mengaku, saat ini dia sudah berhenti menggunakan yang lain kecuali ekstasi atau yang biasa disebut inex. Soalnya inex paling aman karena tidak membuat penggunanya ketagihan dan efeknya paling ringan dari semua jenis narkoba. Ling berkata, pokoknya aku harus mencoba. Sebab di dunia ini tidak ada yang bisa mengalahkan kenikmatannya. Aku menasehatinya agar berhati-hati menggunakan narkoba. Kalau bisa berhentilah menggunakannya. Sebab seringan-ringannya narkoba, pasti memberi pengaruh buruk pada tubuh. Malam itu memang aku menasehatinya agar menjauhi narkoba. Malam berikutnya setelah aku dikenalkan dengan inex, gantian aku yang ketagihan.
Masih segar dalam ingatanku, saat itu malam minggu ketika kami berdua ke KW diskotik bersama dua teman cowoq Ling. Namanya Sandy dan Martin. Rasanya Sandy dan Ling saling menyukai. Buktinya Ling duduk di sebelah Sandy, sedangkan aku disuruh duduk di belakang bersama Martin. Aku tak tahu dari mana Ling mengenal mereka. Yang jelas, mereka jauh lebih tua dari kami berdua. Sandy berumur 24 tahun sedangkan Martin berumur 25 tahun. Sandy bertubuh kurus dan tingginya sekitar 170cm. Rambutnya yang hi-light merah diset kaku berdiri. Orangnya ramah dan suka bergurau. Martin lebih tinggi sedikit dari Sandy. Badannya kekar dan wajahnya keras. Kalau belum kenal dia sering diam saja. Tapi kalau sudah kenal, wah.. lucu sekali. Lebih ramai daripada Sandy! Dia suka membuat lelucon dan kalau tertawa keras sekali. Pokoknya mereka berdua sangat mengasyikan sebagai teman.
Ketika sampai di tujuan, aku tidak bisa menutupi rasa kagumku. Mulai dari area parkir, aku melihat begitu panjang antrean mobil membeli karcis parkir. Begitu hebatnya daya tarik tempat ini? Aku belum pernah dugem sama sekali sebelumnya. Bila ada orang tanya padaku bagaimana kesannya? Waah luar biasa! Sangat luar biasa! Aku sampai melongo takjup melihat suasana yang sama sekali asing bagiku. Aku melihat banyak cowoq dan ceweq keren, berpakaian trendi, berdandan modis dan seksi, mengendarai mobil-mobil mewah. Mereka menggunakan segala macam pakaian, aksesoris dan model rambut yang sedang ngetren saat ini. Cool banget! Mengingatkan aku pada para pemain serial Meteor Garden. Aku jadi menyesal tidak menggunakan pakaianku yang paling canggih. Tak henti-hentinya aku melihat dandananku sendiri. Apakah sudah setara dengan mereka?
Dulu aku pikir pengunjung diskotik atau club adalah orang-orang yang sudah dewasa. Tapi saat ini kulihat jauh lebih banyak generasi mudanya daripada orang dewasanya. Aku hanya beberapa kali melihat orang yang bertampang om-om atau Tante-Tante di sana.
Masuk kedalam aku lebih kaget lagi. Aku tak bisa melihat apa-apa. Semuanya gelap! Hanya lampu disko yang berkilauan sedikit demi sedikit memperjelas pandanganku. Aku hanya mengikuti Martin yang menggandeng tanganku. Setelah mataku terbiasa dengan kegelapan, aku mulai dapat melihat sekelilingku meskipun remang-remang. Saat itu mendekati pukul 23.00. Pengunjung mulai memadati KW diskotik. Aku bingung kita mau duduk dimana. Ternyata kami menuju ke VIP room.
Rupanya nama Martin dan Sandy sudah cukup dikenal disana. Begitu kami masuk, kulihat beberapa pegawai berjas menyapa dan menyalami mereka dengan akrab. Kami langsung diantar ke VIP yang telah dipesan. Menurut Ling, Martin dan Sandy adalah member yang sangat istimewa. Mereka sudah terlalu banyak menghabiskan uang di KW. Oleh karena itu, para manajer dan pegawai disana begitu hormat pada mereka.
Di dalam VIP room sudah menunggu teman-teman Ling yang lain. Kuperkirakan ada lima belas orang di dalam. Dalam sekejap kami terseret dalam keramaian. Bising sekali suara lagu house music ditambah suara teman-teman Ling yang saling bergurau dan tertawa. Aku dikenalkan satu persatu dengan mereka, namun aku tidak bisa mendengar nama-nama mereka dengan jelas.
Aku diam saja di sofa melihat tingkah polah teman Ling yang tampak begitu gembira. Mereka bergoyang mengikuti dentuman bass lagu house music sambil merokok dan minum minuman keras. Ada yang menggoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Ada yang berlenggak lenggok seperti penari India. Bahkan ada yang melompat-lompat terus sambil berteriak bagaikan penyanyi rock. Gerakan mereka tampak tidak wajar dan terlalu berlebihan. Aku pikir apa mereka tidak lelah bergerak seperti itu?
Lampu dalam VIP room yang diredupkan membuat aku tak dapat melihat sekeliling dengan jelas. Tiba-tiba Ling mendekat dan duduk disebelahku. Dia memberi sesuatu dalam genggamanku sambil berkata menenangkan aku kalau 'ini' tidak berbahaya dan akan membuatku senang. Pokoknya aku harus menelannya. Sebuah kalimat dari Ling yang masih kuingat adalah, "Kamu harus percaya padaku" Lalu Ling meninggalkan aku dan bergabung dengan teman-temannya untuk bergembira bersama.
Aku bingung dan ragu menggenggam setengah butir pil ajaib ini. Berbagai pikiran dan pertanyaan melintas dalam benakku. Aku pernah dengar tentang inex. Obat doping untuk triping, atau yang di Surabaya disebut nggedek. Amankah? Kalau aku sampai ketagihan gimana? Adakah efeknya yang merugikan tubuh? Aku belum pernah menggunakan narkoba jenis apapun! Masak aku harus merusak diri? Namun Ling mengatakan kalau ini aman-aman saja? Bagaimana ini?
Di saat aku bimbang memegang benda merah muda setengah lingkaran ditanganku, Martin mendekat dan duduk disebelahku. Martin memberiku advise kalau aku tidak mau tidak usah ditelan. Namun dia menyarankan sebaiknya dicoba, soalnya inex tidak akan membuat penggunanya ketagihan. Apalagi dengan dosis serendah itu tidak akan menimbulkan efek yang merugikan. Martin terus menenangkan diriku dengan menjelaskan bahwa inex tidak berbahaya.
Akhirnya aku memutuskan untuk meminumnya. Dalam pikiranku, kalau aku mengalami sesuatu yang merugikan, aku tidak akan ikut Ling dugem lagi. Aku pasti kapok dan menjauhinya. Entah itu keputusanku yang benar atau salah. Yang jelas, efek yang ditimbulkan sungguh luar biasa! Aku sendiri sampai kagum dengan kehebatannya. Awalnya aku hanya duduk diam menunggu diriku on selama setengah jam. Beberapa kali teman-teman Ling mengajak aku bangkit dan berdisko bersama mereka. Aku cuma tersenyum dan menggelengkan kepala. Aku sudah cukup senang melihat mereka bergembira bersama.
Perlahan-lahan tanpa kusadari, inex yang kutelan mulai mempengaruhi tubuhku. Pertama kali hanya kepalaku yang bergoyang-goyang mengikuti irama lagu house music. Goyangannya masih samar-samar sehingga aku tidak menyadari kalau itu sudah mulai on. Lalu secara tak sadar badanku mulai ikut bergoyang kekiri dan kekanan. Lagu-lagu yang diputar terasa makin asyik diikuti. Yang terakhir kakiku melonjak-lonjak sendiri. Semua anggota tubuhku bergoyang tanpa kuperintah. Aku jadi tidak bisa duduk dengan tenang. Aku pernah membaca tentang ekstasi dan efek yang ditumbulkannya di majalah dan surat kabar. Aku jadi agak penasaran ingin membuktikan sendiri.
Aku berdiri dari dudukku. Berbagai macam perasaan berkecamuk dalam benakku. Inikah rasanya? tanyaku dalam hati. Badanku bergetar hebat! Aku hampir tak bisa menahan keinginanku untuk menggoyangkan anggota tubuhku! Lalu sambil bergetar aku berjalan menuju Ling dan teman-temannya. Terlihat mereka semua tampak gembira dan bahagia sekali. Mereka tertawa lepas dan saling mengadu kehebatan gaya disko mereka. Mendadak aku merasa hatiku turut senang melihat kegembiraan teman-teman yang lain. Sangaat senang!
Saat aku berjalan, angin dari blower AC menerpa diriku. Membuat aku makin merasa bersemangat. Tak sadar aku pun ikut bergoyang. Goyanganku sungguh beda dengan biasanya. Aku jadi pingin menggerakkan kepala, tangan, badan dan kaki bersamaan! Aneh sekali! kalau kucoba kuhentikan, malah tidak bisa. Telapak tanganku terasa dingin sekali sampai kaku semua. Ling memberiku permen karet untuk mencegah rahangku mengerat. Aku baru sadar kalau gigiku mengatup rapat sampai rahangku terasa sakit.
Bersambung . . . .