Aku ditarik Ling menuju ke tengah teman-temannya. Kurasakan tangan Ling juga dingin sekali! Mereka tertawa dan menyemangati aku agar aku bergoyang. Aku tidak merasa malu sedikit pun meski aku baru mengenal mereka. Aku yang biasanya pemalu ini berubah seratus delapan puluh derajat! Aku merasa jadi superstar malam itu. Aku jadi bisa menari hingga membuat orang kagum atas diriku. Semakin keras goyanganku, semakin keras aplaus mereka. Tidak ada yang mampu menghentikan gerakanku. Badanku terasa gerah meskipun aku berada tepat di depan AC. Sedangkan mulutku terasa sangat kering sampai beberapa kali aku menghabiskan satu botol air mineral sekaligus. Aku goyang seperti orang kesurupan selama empat jam tanpa berhenti. Dan sama sekali tidak merasa lelah!
Martin mengajakku bergoyang bersama. Seharusnya aku menolak karena risih dipeluk oleh orang yang bukan pacarku. Namun malam itu aku merasa Martin adalah pasanganku. Martin memelukku dari belakang dengan kedua tangannya yang kokoh. Aku menggoyangkan kepalaku ke kiri dan ke kanan seperti angin puyuh. Tubuh ini rasanya ringan sekali. Disuruh diam tidak bisa. Lagu house music yang biasanya menemaniku aerobic terdengar jadi luar biasa enak di telinga. Membuat aku ingin terus bergoyang mengikuti iramanya.
Ling dan Sandy menghampiriku dan menanyakan perasaanku. "Enak?" tanyanya. Kujawab dengan mantap, "Enak Ling! Awas kalau kamu kesini nggak ngajak aku lagi!" Ling dan Martin mentertawakan aku habis-habisan. Aku juga ikut tertawa. Rasanya bahagia banget malam itu. Aku merasa perasaan suntukku hilang semua larut dalam kegembiraan bersama teman-teman baru. Martin melingkarkan lengannya di bahuku dan bahu Ling. Sandy berbuat hal yang sama. Kami membentuk lingkaran kemudian berputar sambil melompat-lompat. Senang sekali rasanya.
Sayangnya kalau kita merasa senang, waktu akan berjalan demikian cepatnya. Tak terasa sudah pukul 5 pagi. Aku melihat kebawah dari balkon, pengunjung di hall sudah habis. Pengaruh inex pada kami semua juga mulai berkurang. Hanya beberapa orang termasuk aku dan Martin yang masih menggoyang-goyangkan kepala perlahan mengikuti irama music. Aku mulai merasa lemas. Dinginnya AC kembali terasa menusuk.
Ketika aku sudah benar-benar drop, Sandy menyalakan lampu VIP dan mengatakan kalau pesta sudah bubar. Semua orang bertepuk tangan seakan sadar kalau sudah saatnya pulang. Aku merasa geli juga melihat mereka berebutan menggunakan kamar mandi membetulkan pakaian maupun dandanan. Terutama para ceweqnya. Aku hanya bisa menebak dalam hati apa saja yang telah mereka lakukan dengan pasangannya masing-masing. Soalnya kulihat pakaian mereka acak-acakan semua. Bahkan beberapa dari mereka masih berciuman ketika lampunya dinyalakan.
Lalu tak disangka, mereka berebut menyalami aku dan menanyakan perasaanku setelah pertama kali triping. Ops.. Rupanya mereka tahu kalau aku pendatang baru. Meskipun agak malu, aku berusaha bersikap ramah pada mereka karena mereka adalah teman-teman Ling. Aku katakan bahwa aku sangat suka dan ingin ikut pesta lagi lain kali. Mereka tertawa-tawa mendengar jawabanku yang begitu jujur dan terus terang.
Teman-teman Ling sungguh menyenangkan. Meski umur mereka berkisar 24-25 tahun, namun mereka tidak membosankan. Aku pikir orang umur segitu akan mulai tampil serius dan menjemukan. Namun nyatanya mereka tidak seperti itu. Mereka suka bergurau dan melucu. Antar teman masih suka meledek dan saling mentertawakan. Tingkah laku mereka saat dugem seperti masih mahasiswa saja.
Selesai membereskan tagihan, kami saling berpamitan pulang. Martin dan Sandy mengantar kami kerumah Ling. Kali ini aku dan Ling duduk di bangku belakang. Aku baru merasa kalau tubuhku lemas. Rasanya ingin tiduran di tempat tidur. Kulihat dari jendela mobil hari mulai terang. Sudah pukul 5.30 ketika kami meninggalkan diskotik.
Selama perjalanan pulang hatiku campur aduk memikirkan diriku sendiri. Sungguh suatu ironi saat berpapasan dengan serombongan orang sedang joging di hari minggu pagi yang indah ini. Berpapasan dengan penjual sayur yang siap berkeliling menawarkan dagangannya. Berpapasan dengan orang-orang yang hendak beribadah ke gereja. Bandingkan dengan diriku yang jadi pengguna narkoba. Bersenang-senang hingga pagi hari. Berdandan seronok dan berpelukan mesra dengan cowoq yang bukan pacarku. Dikelilingi asap rokok dan gelas berisi minuman keras. Sungguh tragis! Aku agak menyesali keadaanku sekarang.
Namun penyesalan itu hanya datang sesaat saja. Detik berikutnya ketika Martin dan Sandy menceritakan tentang berbagai jenis inex dan efeknya, variasi cara meminumnya dan tempat-tempat yang asyik, aku jadi tergoda lagi. Aku antusias bertanya pada mereka tentang segala hal. Martin dan Sandy kelihatan senang akan rasa ketertarikanku dan berjanji akan mengajakku lagi. Menurut mereka, aku terlihat sangat gembira dan begitu antusias. Sehingga tidak rugi mereka menghabiskan banyak uang untukku.
Aku baru tahu kalau mereka punya kebiasaan tidak membebankan biaya apapun pada ceweq yang ikut pesta mereka. Bahkan mereka sesumbar pada Ling dan pada ceweq-ceweq lain kalau punya teman ceweq yang suka triping silahkan dibawa sebanyak apapun mereka. Pokoknya hanya ceweq. Tidak boleh membawa teman cowoq. Edan, pikirku! Emang dasar mata keranjang semua!
Mereka cowoq bertujuh memang suka bersenang-senang di diskotik. Minimal seminggu sekali menyewa VIP room. Kalau tidak minum ya triping sampai pagi. Persahabatan mereka juga sangat erat sebab mereka adalah teman sejak SD. Dari mereka bertujuh hanya dua orang yang sudah punya pacar sungguhan. Lainnya masih single.
Mereka bergantian membayar. Namun yang paling sering membayar adalah Martin dan Sandy. Dari kelakuan mereka bisa tampak siapa yang sering jadi bosnya. Martin adalah seorang pengusaha muda yang cukup berhasil. Di usianya yang baru 25 tahun dia sudah memiliki rumah dan mobil sendiri. Sedangkan Sandy adalah anak orang kaya. Papanya memiliki beberapa perusahaan yang cukup untuk membiayai Sandy dan adik-adiknya sampai tua. Selain Sandy dan Martin, lainnya hanya pegawai swasta dan mahasiswa.
Sampai di rumah Ling, aku tidak bisa tidur meski badanku terasa lemas. Aku masih merasa kedinginan. Aku lihat Ling dengan santainya berganti pakaian, mencuci muka, sikat gigi dan membuat dua gelas susu. Ling menyuruhku untuk minum susu untuk menghilangkan pengaruh inex. Sehabis minum segelas susu panas badanku jadi terasa lebih enak. Namun aku masih tak bisa tidur sampai jam tujuh pagi.
Baru tidur dua jam, kira-kira jam sembilan aku sudah terjaga. Mataku terbuka lebar seperti habis tidur dua belas jam. Kulihat Ling juga sudah bangun. Ling memberiku air kelapa muda. Aku menurut saja apa yang Ling berikan padaku. Aku merasa badanku lemas ingin tidur, namun mataku tetap terbuka lebar. Aku juga tidak merasa lapar. Biasanya jam setengah tujuh pagi aku sarapan. Sekarang sudah jam sepuluh tapi belum terasa lapar sedikit pun. Akhirnya tengah hari kupaksa makan meskipun sedikit. Aku baru tahu kalau sehabis menelan inex, jadi sulit tidur dan tidak mudah lapar. Ditambah satu lagi, panas dalam! Bibirku pecah-pecah dan tanggorokanku kering. Aku langsung minum obat panas dalam dan minum air putih sebanyak-banyaknya.
Selama seharian aku dan Ling yang sama-sama kurang tidur membahas tentang inex, dunia malam dan perilaku kelompok Ling. Aku baru tahu kalau inex itu sebenarnya obat diet. Dapat mengurangi napsu makan namun penggunanya tidak akan merasa lelah. Jadi memberi efek semacam doping. Tetapi bila dikonsumsi melebihi dosisnya bisa menimbulkan rasa senang dan gairah yang berlebihan. Selama inex masih berpengaruh, kita bisa terus triping tanpa lelah meskipun sebenarnya sudah melampaui batas kemampuan tubuh kita. Saat pengaruh obat itu hilang, kita baru merasakan kelelahan yang luar biasa!
Sebagai perbandingan, aku aerobic satu jam saja sudah cukup lelah. Bila diberi setengah tablet inex, aku bisa bergoyang selama kurang lebih empat jam tanpa henti. Itu berarti aku melampaui batas kemampuanku sendiri tiga kali lipat. Ling pernah bercerita bahwa temannya pernah over dosis akibat seminggu berturut-turut triping dengan dosis maksimum! Untung nyawanya bisa diselamatkan. Benar-benar edan!
Pergaulan Ling dengan teman-temannya cenderung agak bebas. Mereka biasa berganti-ganti pacar sesuka mereka. Sandy adalah pacar Ling saat dugem. Diluar jam dugem, Ling berhak pacaran dengan cowoq lain. Begitu juga Sandy. Hal seperti itu sudah biasa dalam kelompok dugem mereka. Tidak ada ikatan maupun hubungan serius selama di tempat dugem. Dalam diskotik Ling dan Sandy bisa berpelukan, berciuman dan bahkan 'making love' kalau mau. Menurut Ling, mereka pernah ML di VIP room K diskotik. Di sana VIP roomnya lebih mewah dan disediakan bathup untuk mandi.
Aku bertanya pada Ling, apakah tidak menyesal setelah itu. Lalu Ling bercerita sambil tersenyum malu. Setelah ML, semalaman Ling memang menangis sampai matanya sembab dan suaranya habis. Namun besoknya saat Sandy datang menghibur, merayunya habis-habisan, dan akhirnya mengajak bersetubuh lagi dengan gaya yang berbeda-beda, penyesalan itu mendadak hilang dengan sendirinya. Sejak saat itu, Sandy menjadi partner ML tetap Ling. Apalagi menurut Ling, dia adalah ceweq yang hyper dan mudah terangsang. Kalau lagi kepingin, dia akan menelpon Sandy agar menginap di rumahnya. Kini dia sudah tidak ambil pusing dengan keperawanannya. Aku tertawa mendengar gaya ceritanya yang santai. Ling berkata padaku agar aku tidak meniru jejaknya dan mempertahankan keperawananku selama aku belum dewasa.
Aku agak trenyuh melihat sahabatku ini. Diusianya yang masih semuda ini dia sudah kehilangan keperawanannya dan menjadi pengguna narkoba. Sekarang sudah lumayan hanya satu jenis yang digunakan. Dari ceritanya dia telah menggunakan SS, ptw, BS dan lainnya sejak kelas dua SMP!
Malam itu penyesalan dan keprihatinan boleh datang. Malam-malam berikutnya kami jadi semakin liar. Aku sudah tidak ambil pusing dengan segala efek samping yang diakibatkan. Aku berangkat seminggu empat kali. Sabtu berangkat, minggu berangkat lagi, lalu selasa, lalu jumat, sabtu lagi dan seterusnya. Aku menaikkan dosis inex menjadi satu tablet.
Aku dan Martin juga semakin liar. Aku sudah lupa dengan Andrew yang masih sibuk berkutat di Jakarta mengurus kepindahannya ke Amerika. Suatu malam kami berempat merencanakan untuk triping di rumah Sandy. Sandy memiliki ruang kedap suara yang didesign mirip VIP room di basement rumahnya. Lengkap dengan mini bar dan meja bilyard. Aku takjub saat melihat sendiri kemewahan 'VIP room'nya. Wah, Sandy benar-benar anak orang kaya pikirku.
Ini pertama kali aku diajak triping bukan di diskotik. Kami mulai sejak pukul delapan malam. Setelah makan malam, kami berkaraoke sejenak sambil minum-minum. Aku sudah mulai bisa minum minuman keras. Padahal dulu aku mencium baunya saja sudah tidak tahan. Tapi sejak aku mengenal dugem, aku mulai bisa minum meski tidak sekuat Ling. Terus terang saja, dibanding mabuk, aku lebih suka triping. Kalau mabuk akibatnya pusing dan besoknya lupa kesenangan apa yang kita alami. Kalau triping, pulangnya aku akan membawa kesenangan yang jauh lebih mengasyikan.
Aku sudah tidak tahan ingin segera triping. Aku paksa mereka mulai sekarang. Awalnya mereka keberatan karena masih terlalu pagi. Namun melihat aku mulai cemberut dan diam saja, mereka menuruti aku. Aku memang anggota baru yang paling disayang oleh mereka. Keinginanku biasanya selalu dituruti. Karena malam masih sangat panjang, maka aku minum satu dulu. Setelah lewat tengah malam baru aku tambah lagi setengah.
Sebagai pemanasan menunggu on, aku bermesraan dengan Martin sambil berdansa pelan. Malam ini Martin terlihat romantis sekali. Berkali-kali dia memuji kecantikanku dan kebaikanku. Kubiarkan Martin bermanja-manja padaku. Kusuapi dengan buah-buahan, kutuangkan minuman, kunyalakan rokoknya. Bahkan kubiarkan dia meraba-raba tubuhku.
Martin memulainya dengan memelukku dari belakang dan mengelus-elus bagian dalam pahaku. Rasanya geli sekali! Kemudian dia meraba perut dan dadaku. Aku memang sengaja diam saja. Martin tampak seperti menikmati setiap inci permukaan kulitku yang disentuhnya. Aku diperlakukan dengan sangat lembut. Dia tidak meremas-remas payudaraku seperti yang sering dilakukan Andrew kalau sedang gemas. Dia hanya menyentuh dan mengelus buah dadaku dengan perlahan. Aku memejamkan mata menikmati belaian tangannya. Begitu panas membara.
Rupanya aku dan Martin terlalu banyak minum minuman beralkohol. Aku merasa wajahku panas dan kepalaku agak pusing. Lalu kami berciuman lamaa.. sekali sampai aku jadi terangsang. Aku sudah lama tidak orgasme. Keromatisan dan kelembutan Martin saat itu membuat diriku terlena.
Ketika Martin minta aku membuka pakaianku, entah kenapa, aku menurutinya. Aku begitu ingin membahagiakan dirinya dengan menuruti permintaanya. Aku membuka atasanku dan kukalungkan di lehernya. Lalu aku duduk di pangkuannya. Kuperlihatkan dadaku yang terbungkus bra coklat muda tepat didepan wajahnya. Martin menatap kedua payudaraku dan menciumnya sekilas. Aku tergelitik untuk menggodanya lebih lanjut. Kuturunkan celana jeansku perlahan-lahan sambil menggoyangkan pinggulku. Martin ternganga melihat pinggulku yang terbungkus triumph mini coklat transparan bergoyang goyang dihadapannya. Aku berputar membelakanginya lalu nungging. Kugerakkan perlahan pantatku ke kiri dan ke kanan tepat didepan wajahnya. Martin memegang pantatku dan menciumnya bergantian.
Sandy bertepuk tangan dari seberang ruangan dan menantang agar Ling turut membuka pakaiannya. Ling tidak mau kalah, dia membuka baju dan celananya sekaligus lalu duduk di pangkuan Sandy. Wah, pasti akan terjadi peperangan dashyat! Aku sudah sering melihat kelakuan liar mereka berdua saat on berat. Maka aku mengajak Martin ke kamar mandi agar kami bisa lebih leluasa.
Dalam kamar mandi itu, kami berciuman dengan hangat. Martin memelukku dan tangannya melepas kait braku. Aku agak malu dan menahan agar braku tidak melorot. Tapi Martin tidak menyerah. Dengan nakalnya dia malah menurunkan celana dalamku sampai bawah. Aku ingin menahan dengan tanganku tapi kalah cepat. Aku memukul bahunya dengan gemas lalu tertawa. Aku tidak merasa malu. Aku malah penasaran ingin tahu reaksi Martin ketika melihatku telanjang. Martin memandangi tubuhku dengan takjub. Ini pertama kali dia melihat seluruh tubuhku tanpa pakaian sehelai pun. Aku jadi semakin berani dan liar dipandangi seperti itu. Kubuka T-shirt Martin dan kuraba tubuhnya yang kekar. Kuelus wajahnya dan kucium mulutnya dengan ganas.
Bersambung . . . . .