Oh ya, perlu dijelaskan, Niki tinggal sendiri di Jagakarsa terpisah dari orangtuanya. Seminggu sekali kadang orangtuanya datang menginap, tapi sehari-hari ia hanya ditemani pembantu. Dalam masa-masa itulah aku sering menginap di rumahnya. Sesekali ia menginap juga di rumahku, tapi tentu tidak terlalu leluasa karena aku masih tinggal bersama orangtua di Jakarta Timur.
Di rumah Niki terbiasa pakai kaos buntung dan celana pendek longgar tanpa BRA dan CD. Untukku juga tersedia kostum yang sejenis, sehingga kami dapat saling remas saat para pembantu tidak memperhatikan. Niki juga menjalankan latihan KEGEL secara intensif untuk mengendalikan otot pubokoksigisnya. Berkat latihan ini vaginanya kemudian mampu meremas-remas penisku, bahkan belakangan ia dapat mengurut penis dengan liang kenikmatannya. Kalau penisku sudah menancap dalam, aku diam saja dan vagina Niki akan mengurutnya pelan mulai dari pangkal sampai ke kepala bolak balik.
Dengan 'ilmu sakti'-nya itu (demikian aku menyebutnya) aku sering 'kalah'. Untungnya aku dibolehkan meneliti habis vaginanya, sampai aku hapal sekali vagina dan seluruh isinya. Niki dengan telaten menuntunku dengan ekspresinya yang merespon setiap eksperimen lidahku, sehingga aku hapal; yang 'geli', yang 'enak', yang 'enak banget', sampai yang 'gilaa..!'. Aku tahu benar setiap titik di sekitar kemaluan dan pengaruhnya bila kusentuh dengan lidah atau jari. Biasanya Niki orgasme duluan oleh lidahku, baru aku menyusul oleh remasan saktinya.
Variasi Perjalanan: Februari 1995 ..
Niki kuajak untuk suatu urusan di Solo, semula ia ragu-ragu tapi akhirnya setuju. Namun karena persetujuannya mendadak, kami kehabisan tiket kereta, sementara ia tidak mau naik pesawat, "Terlalu cepat.." katanya. Akibatnya perjalanan terpaksa ditempuh dengan travel, apa boleh buat. L300 Diesel dengan musik berdentam dan AC yang dingin sekali akan menemani kami semalaman.
Jok sebelah supir di isi TKW usia 20 tahunan yang baru pulang mudik, penumpang lain adalah dua pasangan tua dari SUMBAR yang mau menghadiri wisuda anaknya di Yogya, tiga orang menempati baris tengah dan yang keempat bersama aku dan Niki di deret belakang. Bapak itu di kiri, lalu aku, terakhir Niki dekat jendela.
Selewat makan malam di Cianjur, bapak di sebelahku sudah tidur pulas membelakangi, kepalanya bertumpu bantal menempel ke jendela. Ibu-ibu di depanku yang heboh cerita dalam bahasa daerah juga sudah mulai hilang suaranya, tinggal suara si TKW di depan yang asyik bercanda dengan si supir. Niki yang sejak berangkat sudah menyandar pulas di bahuku malah terbangun.
Setelah mengudap snack dan minum, Niki kembali meringkuk kedinginan di sebelahku. Agar nyaman Niki kusarankan pindah ke tengah, lalu menyandarkan punggung di dadaku. Ia kuselimuti dari leher sampai ke lutut dengan jas panjang yang sengaja kubawa, sekalian menyembunyikan tanganku yang memeluk dadanya, sementara pipinya yang dingin menempel di pipiku. Lumayan, ia tidak kedinginan lagi, dan kami pun mulai siap-siap memejamkan mata.
Aku hampir terlelap saat iseng kulihat ke depan, si TKW sedang menggelinjang dengan tubuh makin merapat ke tengah. Dari gerakannya aku yakin bahwa ia sedang digarap oleh si supir. Ternyata benar, posisi spion atas memberiku pandangan tepat ke dada si TKW. Dari sinar lampu jalan yang menyorot selewatan kulihat buah dadanya sudah terbuka dan sebuah tangan nampak memilin putingnya. Ngantukku hilang tapi aku terus pura-pura tidur, tinggal mataku mengintip menantikan jatuhnya sinar lampu jalanan.
Tontonan itu membuat tanganku yang memeluk dada Niki tidak dapat diam. Pelan-pelan aku mulai mengusap, mencari bagian-bagian yang tidak tertutup BRA sehingga dapat kurasakan kehalusan kulit Niki lewat kaos tipisnya. Belum cukup, akhirnya tanganku menyusup ke dalam, menemukan kulit perutnya yang halus. Setiap Niki mengeluh aku berhenti mengusap, aku tidak ingin membangunkannya, tapi kehalusan kulit Niki ditambah tontonan si supir kurang ajar itu membuatku sangat terangsang.
Tiba-tiba kepala Niki yang menyandar di bahuku bergerak, bibirnya mencium telingaku membuat tanganku langsung berhenti, celakanya jariku dalam posisi terjepit diselipan BRA.
Niki ketawa pelan, "Udah, buka aja kaitannya..!" ia berbisik di telingaku.
Aku malu tapi kepalang nafsu, kubuka juga kaitan BRA-nya, membuat isinya menggantung.
Di balik jas yang menyelimuti tubuh Niki, tanganku menjelajah kedua bukit kembar yang kenyal seiring tangan lain yang meremasi dada si TKW. Saat puting Niki makin mengeras, tangannya menuntunku menyusup ke celana trainingnya, berakhir dengan menyelinap ke mulut vaginanya yang sudah basah. Ia menggeliat pelan tapi tidak berani mengerang, desahannya ditahan tinggal jadi desis, sambil pinggulnya mencari posisi supaya sentuhan jariku ke kelentitnya dapat maksimal.
Saat istirahat di Banjar Patoman Niki sudah orgasme. Sambil menunggu makan kami ke kamar mandi, Niki membersihkan vagina sedangkan aku mencuci senjataku yang tegang agar sedikit lemas. Di kamar mandi kami ketemu si TKW, ia mengganti celana jeans-nya dengan training pack. Tontonan nanti pasti lebih seru, tapi aku terlanjur ngantuk sekali.
Sampai di Solo masih pagi, tapi orang serumah sudah bangun semua. Aku dan Niki langsung tidur pulas di kamar ibuku. Sekitar jam 8 kami bangun, langsung sarapan. Rangsangan semalam yang belum tersalurkan membuat penisku tegang terus tapi aku tidak berani macam-macam di kamar itu, Niki juga menolak keras. Akhirnya aku ke kamar mandi, sekalian buang air mencoba 'ngeluarin sendiri'.
Aku menyabuni batangku yang sangat tegang, denyut-denyut kenikmatan baru mulai menjalar saat kudengar senandung suara merdu Niki di sebelah. Seperti umumnya rumah kuno di Solo, kamar mandiku berukuran besar dan tinggi. Begitu jaman berubah, kamar mandi itu disekat dua dengan tembok setinggi 2 meter, tapi masih tersisa ruang terbuka sekitar satu meter di atasnya. Sekarang Niki berada di kamar mandi sebelah terpisahkan dinding, sambil bersenandung kecil membasahi tubuhnya dengan siraman air.
"Kamu mandi Ki..?" aku memanggil pelan.
"Ehh.. Kamu ngapain Mas..?" jawabnya, berhenti menyiram.
"Sstt.., jangan berisik yaa.., aku mau ke situ..!"
Dengan susah payah aku memanjat pemisah untuk menyeberang ke sebelah. Niki membantuku turun dari tembok. Niki dengan tubuh indahnya kini berdiri di hadapanku. Rambutnya yang baru disiram jatuh di belakang telinganya, dengan sisa-sisa air menetes lewat leher yang jenjang terus mengalir ke bahu dan dadanya yang bulat merangsang. Ia memandangku dengan sorot tidak percaya.
"Dasar nekat.." ia bergumam.
Tanpa basa basi aku langsung memeluknya, menciumi bibirnya yang merekah segar. Sambil aku merasakan kesegaran tubuhnya yang basah, aku merengkuh dan meremas pantatnya yang kenyal, membuat tubuh bagian bawahku menggesek bawah perutnya. Niki mengelinjang dalam pelukanku, menikmati gesekan di sekitar daerah sensitifnya.
"Ssstt.. bersihin dulu..!" ia melepaskan diri dari pelukan, lalu menyirami tubuhku dengan air segar dan menyabuninya dengan lembut seperti memandikan anak kecil.
Tangannya yang dipenuhi busa sabun dengan telaten menggosoki seluruh bagian tubuhku, memberikan sensasi kenikmatan yang luar biasa. Saat tangannya menyabuni penisku yang tegang, nafsuku sudah memuncak. Tidak tahan lagi Niki langsung kududukkan di pinggir bak mandi, lalu kuciumi vaginanya dengan bernafsu. Dengan sebelah kaki bertumpu di pundakku, Niki menggelepar oleh sentuhan lidah di klitorisnya yang mengembang sebesar kacang tanah.
Aku tidak berlama-lama, setelah cairan birahi memenuhi kemaluannya kusuruh ia menungging berpegangan bibir bak mandi, lalu aku menyodok masuk dari belakang. Nafsu yang tertahan semalaman ditambah kehebatan gerakan Niki luar dalam (di luar: goyangan pantatnya, di dalam: remasan vaginanya) membuat denyut-denyut kenikmatanku meningkat dengan cepat. Dalam waktu singkat kenikmatan yang meggumpal di kepala kemaluanku menyembur, diselesaikan dengan pijatan vagina Niki yang merata di seluruh batangnya. Aku lemas tapi harus memanjat kembali. (Sorry Ki, ML kilat, aku keluar duluan, dan kamu belum).
Variasi Ruang belajar:
Di rumah, kami biasa bercinta dimana saja, tapi tempat yang jadi favorit adalah ruang belajarnya yang berfungsi rangkap sebagai tempat bertengkar, diskusi, sampai tempat untuk eksperimen berbagai variasi persetubuhan.
Satu saat aku sedang di ruang belajar, asyik di depan komputer. Ia duduk di sudut dan tumben pakai daster. Aku mengalihkan pandangan ke tempat Niki yang duduk menyilangkan kaki.
"Tumben pake daster Ki..?" aku menyapa.
Ia tidak menjawab hanya melempar pandangan nakal sambil mengangkat kaki kirinya perlahan lalu disangkutkan di lengan kursi, tepi dasternya ikut terangkat, dan astaga.. ia tidak pakai CD, dan terpampanglah pemandangan indah di depanku.
Bibir kemaluannya yang tebal ditumbuhi rambut halus menggunduk di hadapanku. Dengan mengangkat kaki, kemaluan itu merekah menantang membuat klitorisnya yang merah coklat mengintip dari belahan vaginanya. Aku langsung terangsang, kuhampiri pangkal paha Niki yang mengangkang.
Mula-mula kucium lutut kirinya yang tersangkut di lengan kursi, lalu perlahan merambat menyusuri bagian dalam paha menuju pangkalnya, sementara itu jari-jariku menyentuh bibir kemaluannya yang tebal, menggosoknya dan meremas lembut. Saat bibirku mencapai pangkal pahanya, tanganku beralih menyusup ke atas, meremasi buah dada dan memilin putingnya. Sementara lidah menjilati klitorisnya, jariku yang lain menyelusup dan mengocok liang kemaluannya.
Sambil menjerit-jerit kecil, Niki menjambak habis rambutku.
"Udah Yaang.., masukin yang ituu..!" ia mulai merintih-rintih keenakan.
Dengan berjongkok aku mengarahkan batangku ke liang nikmatnya. Dalam posisi sulit karena kursinya kependekan, kemaluanku berhasil juga menyumpal mulut liangnya. Niki meremas lenganku saat kemaluanku perlahan mendesak memenuhi lorong nikmat yang dindingnya berdenyut-denyut. Dengan berlutut aku menggoyang pinggul maju mundur, mengocok liangnya yang menjepit erat penisku. Saat kakinya memeluk pinggangku dengan ketat, aku muncrat dengan penis menancap penuh di vaginanya yang sudah orgasme duluan.
Bersambung ....