Tempat lain adalah ruang atas. Ini dimulai saat pembantu Niki pulang kampung. Di rumah ada beberapa sepupu Niki yang membantu dan aku pun ikut menemani. Keleluasaan kami tentu saja berkurang, aku harus berpakaian lebih 'sopan'. Salah satu kegiatan kami hari itu adalah mencuci pakaian berdua, aku pakai celana pendek dan Niki memakai kain yang dililitkan di pinggul (aku tahu pasti tanpa CD). Selesai mencuci pakaian, aku dan Niki menjemur di lantai atas, sementara para sepupu sibuk di bawah.
Kamar pembantu terletak di depan jemuran. Selesai aku menjemur Niki sudah menunggu di pintu kamar itu, senyum-senyum sambil memegang minyak lulur di piring kecil. Aku tahu tujuannya, langsung aku menyusul masuk. Saat aku mengunci pintu, Niki sudah melepas kain dan kaos, dan kini telentang telanjang di pembaringan. Sebelah tangannya mengusap dadanya yang besar membusung, sementara di pangkal pahanya yang mengangkang, vaginanya merekah dengan bibir yang tebal menggunung, menyembulkan kelentitnya yang mulai menonjol.
Aku langsung buka celana, membasahi jariku dengan minyak, lalu kulumurkan di mulut vaginanya (Berdasarkan eksperimen, minyak ternyata paling efektif untuk 'Cinta Kilat'). Niki memejamkan mata menikmati olesan jariku yang penuh minyak itu, sambil bibirku spontan melumat dadanya yang membusung, menonjolkan putingnya yang mencuat. Sementara itu tanganku yang lain meminyaki dan mengurut kemaluanku sendiri yang sedikit demi sedikit mengeras.
Jariku kugetarkan dengan sedikit tekanan di klitorisnya. Niki mendesah memejamkan mata, tangannya membantu tanganku yang mengocok kelentitnya untuk mendapat irama yang tepat. Jariku merasakan benda itu makin membesar dan keras, sementara dadanya yang kulumat sudah penuh bintik-bintik birahi.
"Yaang, masukin sekarang..!" Niki berbisik.
Tanpa melepaskan jari dari klitorisnya, kemaluanku kutempelkan ke liang vaginanya, lalu perlahan kutusukkan. Sepasang kemaluan berlumur minyak, yang disesaki birahi memuncak akhirnya saling mendesak dan mencengkeram ketat. Aku menggenjot dengan cepat dengan jari tetap menggosok klitoris dalam irama dan tekanan yang tepat. Niki menggoyang pinggulnya dalam putaran-putaran kecil yang dahsyat. Seiring dengusan napas cepat, kami melepaskan gelombang birahi di puncak pendakian.
Sesudahnya, setiap dua hari kegiatan mencuci dan menjemur pakaian jadi favorit kami. Sejujurnya hubungan kami semakin aneh. Ia masih berhubungan dengan Aji dan Fendi, dan logikanya pasti juga cukup 'dalam'. Tapi aku seperti tidak perduli, aku tetap ngotot ingin memperisterinya. Ia sendiri tetap ingin dekat aku, tapi enggan menjadi isteriku. Alasannya beberapa orang yang ingin menikahinya, Aku, Aji dan Fendi saling kenal baik, dan pasti yang lain tidak mau terima kalau ia memilih salah satu. Pilihan terakhir yang netral, katanya, adalah menikah dengan orang yang sama sekali baru.
Aku tentu saja tidak dapat mengerti logika itu hingga beberapa kali kami bertengkar sampai memutuskan untuk tidak ketemu. Tapi hanya bertahan beberapa hari kami sudah saling mencari, entah aku atau dia yang duluan menghubungi. Dan ujung-ujungnya berakhir dengan kemaluanku yang tegang amblas ke vaginanya yang basah. Lalu sambil berpelukan kami saling berjanji untuk tidak berpisah lagi, tidak saling menyakiti.
Variasi Penyimpangan:
Satu saat aku sakit, sehingga harus istirahat di rumah dan harus tinggal di tempat tidur, jenuh tapi apa boleh buat badanku lemas sekali. Untungnya selama itu Niki tidak pernah absen menelpon, suaranya mengobati kejenuhanku, tapi kerinduan pada remasan saktinya justru semakin menggebu. Hari ketiga tenagaku sudah pulih, maka saat Niki mengabari akan menengok aku senang bukan main, batangku langsung bangun.
Kebetulan aku baru dapat hadiah handycam yang pakai remote control, terpikir olehku untuk merekam kedatangan Niki dengan handycam-ku. Lalu terpikir lagi, kenapa tidak direkam lagi striptease? Tapi apa dia mau? Lalu, kenapa tidak sekalian bikin triple-X? Aku langsung membersihkan kamar, menyiapkan peralatan handicam, meletakannya di tempat strategis sehingga dapat menangkap seluruh isi tempat tidur dan dapat dikontrol dari sana. Kucoba beberapa kali, setelah lancar lalu aku mandi. Handycam dalam posisi 'REC' tapi ku-'PAUSE'.
Niki datang jam 4 sore dan kusambut di bawah (kamarku di lantai atas). Setelah berbincang-bincang sebentar dengan ibuku, ia lalu kuajak ke atas.
"Iya.. sana di kamar aja, Masnya masih lemes tuh..!" kata ibuku.
Di kamar aku langsung disuruh tiduran oleh Niki, "Kamu masih lemes, nanti aku dimarahin Ibu." katanya.
"Mana lemes..? Ini malah kaku." kataku sambil mengangkat sarung, menunjukkan batangku yang sudah berdiri tegak.
Niki hanya tersenyum sambil membelai benda kesayangannya itu.
"Kalo mijit aku belum kuat, tapi kalo ngusapin aja sih mampu!" kataku melanjutkan.
Sambil batangku dibelai, kucium bibirnya dengan lembut. Niki terpejam menikmatinya. Ia membiarkan tanganku membuka pakaiannya. Sementara itu dengan remote kulepas Pause handycam-ku, rekaman mulai jalan!
Kerinduan yang menyesak membuat kami bergumul liar. Aku yang belum pulih benar lebih banyak telentang di bawah. Niki yang tidak terbiasa blowjob kali ini begitu agresif, ia menciumi dan menghisap batangku dengan jilatan-jilatan yang (ternyata) luar biasa, membuat batangku sekeras tongkat komando.
Setelah puas ia berjongkok membelakangiku yang telentang, mengangkang di atas wajahku sedemikian rupa sehingga vaginanya tepat di atas mulutku. Sambil tangannya membelai batang kemaluanku, vaginanya menganga menempel di bibirku. Aku tinggal menjulurkan lidah, Niki yang mengatur kecepatan dan tekanan klitoris pada lidahku dengan gerakan pinggulnya maju mundur, sekali-kali ia menekan klitorisnya keras-keras, dan bibirku menangkap dan menghisapnya.
Sesaat kemudian Niki mulai terengah-engah, belaian pada batangku sudah berubah jadi remasan kuat. Ia menekankan bibir kamaluannya yang sudah tebal ke bibirku dan menggoyang-goyangkannya, hingga mulutku megap-megap dibanjiri cairan vaginanya. Lalu ia bergerak maju ke arah kakiku, mengangkang di atas kemaluanku dan menancapkan batangku ke dalam liangnya.
Jepitan yang nikmat mencengkeram batang kemaluanku, lalu ia menggoyangkan pinggul dengan ayunan cepat dan pendek-pendek, aku terlonjak-lonjak dibuatnya. Tidak berapa lama ia mengejan, dilanjutkan dinding vaginanya meremas batangku dari pangkal sampai ke ujung dengan remasan saktinya.
Perlahan Niki rebah ke samping tanpa mencabut batangku yang masih keras, lalu dalam posisi menyamping itu aku menggenjot teratur, membuat batangku yang keluar masuk di liangnya membengkak dijejali rasa nikmat yang mendesak. Akhirnya cairanku menyembur dengan melambungkan kenikmatan ke ubun-ubun.
Mestinya aku diam-diam saja menyimpan rekaman itu. Tapi karena aku tidak biasa berahasia dengannya, maka saat mau pulang kutunjukkan hasil rekaman itu padanya. Lewat monitor kecil di handycam kami menonton adegan demi adegan percintaan kami sampai selesai. Film itu diminta Niki, aku setuju saja, lalu di depanku kaset itu dirusak, pitanya dipotong-potong.
Variasi Bimbang: Juni 1995 ..
Keputusan Niki mencari orang baru untuk kandidat suami rupanya serius. Hari itu aku menginap di rumahnya, Niki cerita bahwa ia segera menikah dengan seseorang. Sambil kupijat dan kuminyaki tubuh telanjangnya, dengan semangat ia menceritakan Nirwan, calonnya itu. Saat jariku mengocok liang vaginanya yang basah, ia meminta ijinku, tepatnya memberi tahu, untuk menikah dengan laki-laki itu.
Sambil batangku membenam perlahan di lubangnya, kujawab bahwa aku tidak keberatan ia menikah dengan pilihannya asalkan ia yakin akan bahagia, kalau tidak lebih baik menikah denganku. Dan sambil bergoyang liar, merintih tersengal-sengal, Niki meyakinkanku bahwa ini pilihan terbaik. Akhirnya, sambil saling menumpahkan puncak kenikmatan, kami berpelukan saling membisikkan kata cinta.
Sejak itu hariku bersamanya mulai berkurang, ia mulai sibuk dengan cowok barunya. Jatahku ketemu semakin minim, benar-benar hanya seminggu sekali. Tapi waktu yang pendek itu benar-benar termanfaatkan sepenuhnya untuk bermesraan, kadang kami tiga kali bersetubuh dalam satu pertemuan. Malah dalam perasaanku, setelah punya pacar resmi Niki semakin ganas dan liar dalam berhubungan.
Pernah juga kami jalan Sabtu siang, Nirwan sedang punya acara kantor sampai malam, jadi Niki agak bebas. Kami berenang di HI yang saat itu tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa bule dan pasangan lokal. Niki sebenarnya tidak dapat berenang, jadi kami hanya berendam. Niki menggelayut di lenganku sambil bergerak ke sana kemari di dalam kolam. Sentuhan buah dadanya di lenganku lama-lama membuatku terangsang, apalagi di bawah air sekali-sekali tubuh bawah kami bersentuhan.
Aku membawa Niki ke tepi, lalu sambil bergelayutan di tepi kolam, pangkal pahanya kuarahkan ke semburan air hangat di dinding kolam.
"Iiih.. enaak.. anget..!" Niki membisiki.
"Memang..!" sahutku, tanganku meraih gundukan bibir vagina di celana renangnya, lalu jari-jariku kugesekkan di celahnya untuk mencari kelentitnya.
"Aahh.." Niki hanya mendesah sambil melebarkan kakinya, menikmati gesekanku di belahan vaginanya, terutama pada kelentitnya yang mengeras.
Kolam mulai ramai, maka kami naik berteduh di gazebo yang paling pojok. Niki rebah telentang di kursi panjang, aku di sebelahnya sambil mengurut pahanya. Aku berusaha mengambil posisi agar tanganku terhalang dari pandangan orang lain. Niki menekuk sebelah kakinya, walau tidak telalu mencolok tapi pangkal pahanya sedikit mengangkang, memudahkan pijatanku nyelonong ke gundukan kemaluannya. Beberapa waktu kemudian akhirnya kami memutuskan untuk check-in, sekalian makan siang di kamar.
Masuk ke kamar kami langsung melepas pakaian dan melemparkannya jauh-jauh, lalu dalam telanjang kami bergulat liar. Hasil foreplay berjam-jam di kolam renang membuat batangku tegang terus menerus dan vaginanya yang menggunduk keras dibanjiri cairan birahi, sementara kelentitnya sejak tadi sudah menonjol kencang. Kami sudah tidak memerlukan pemanasan lagi.
Niki tergeletak miring dengan kaki kiri menggantung di pundakku. Aku mengarahkan batang kemaluanku ke liangnya yang menganga dengan posisi menyamping. Dengan posisi ini jari kiriku dapat leluasa menyentuh klitorisnya, sementara batangku dapat membenam maksimal di liangnya. Niki mengerang dan terlonjak-lonjak saat kemaluanku bergerak keluar masuk di liangnya diiring gosokan jariku di kelentitnya.
Goyangan Niki yang liar memilin kemaluanku dengan ketat, membangkitkan rasa nikmat yang semakin memuncak. Remasan-remasan dinding vaginanya semakin efektif dengan posisi ini, membuat gelombang kenikmatan yang menggebu menjebol benteng pertahananku. Aku membenamkan batangku dalam-dalam saat spermaku menyembur bersama meledaknya rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh. Untunglah Niki juga segera mencapai orgasme, diiring jeritan dan rintihan silih berganti. Kukunya mencengkeram lenganku, sementara vaginanya menjepit ketat dan memeras penisku hingga tuntas.
Setelah makan kami beristirahat sebentar, lalu bercumbu lagi sepuasnya sampai kami benar-benar puas. Menjelang jam sembilan malam Niki kuantar pulang dengan mata setengah terpejam akibat kelelahan dan kenikmatan. Sampai di rumah, pas cowoknya mau pulang dari kantor. Akhirnya mereka keluar juga entah kemana, yang kutahu Niki sudah lemas sekali dan pastinya 'males ngapa-ngapain'.
Aku sangat menghargai keputusan Niki, tapi sebagai lelaki (yang sudah sangat dimanjakan dengan berbagai kesenangan) aku tetap cemburu dan penasaran. Diam-diam aku mencari berbagai informasi tentang Nirwan melalui jaringan koneksiku. Hasilnya sungguh mengecewakan, karena ternyata si Nirwan itu tidak seperti yang kubayangkan (sorry tidak dapat cerita banyak, pokoknya brengsek lah!). Aku sungguh tidak rela kalau Niki akhirnya jatuh ke tangannya, tapi tentu tidak etis kalau aku mengadu kepadanya soal investigasiku, ini yang membuatku bingung dan tetap belum rela melepaskan (alasan klasik yaa..!).
Bersambung ....