Pada bulan April Mas Pujo mendapat panggilan ke Jakarta. Ternyata Mas  Pujo mendapat promosi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi di Bumi  Nyiur Melambai. Promosi itu adalah sesuatu yang menggembirakan bagi kami  tapi juga sekaligus menyedihkan. Karena itu berarti kami harus berpisah  dengan orang yang paling kami sayangi, Meta. 
Setelah hampir  dua minggu dan telah membuat perencanaan yang masak, kami sepakat untuk  berterus terang pada Meta. Acara kami buat di villa kami di kawasan  Kopeng. Sengaja kami hanya berempat dengan Meta dan kami memilih tepat  pada hari libur kerja yaitu Sabtu dan Minggu. Kepada suaminya Meta ijin  akan mengikuti pelatihan Manajemen Mikro. Meta sebenarnya cukup merasa  penasaran meskipun sebenarnya acara seperti ini telah sering kami  adakan, tapi memang biasanya Meta tidak sampai menginap. 
Kami  berangkat terpisah karena Meta diantar oleh suaminya sampai ke tempat  bus Patas, tapi sesampai di Salatiga kami telah menunggunya, lalu Meta  turun dan terus bergabung bersama kami menuju Kopeng. 
"Uhh..! Kesel aku Mbak, masak aku disuruh naik bus sendiri" sungut Meta begitu turun dari bus. 
"Lho kan belum jadi direktur, ya sabar dulu dong sayang.." jawabku sambil membantu mengangkat koper bawaannya. 
"Mbak,  aku di belakang ama Mas Pujo ya, biar Mas Duta yang setir" pintanya  padaku. Aku tahu betul akan kelakuannya itu, Meta ingin bermanja-manja  dengan Mas Pujo. 
"Iya deh.., asal Mbak tetep dibagi.." godaku. 
"Iih.. Mbak kan udah tiap hari nyanding" balasnya. Mas Pujo cuma nyengir, sedang Duta sudah siap di belakang setir. 
"Met.., apa tadi nggak dapat saweran di bus" goda Duta sambil menjalankan mobilnya. 
"Iih..  Emangnya aku cewek apaan" jawab Meta menirukan gaya Nani Wijaya di  serial Bajaj Bajuri sambil menggelendot manja pada Mas Pujo. 
Memang  Meta sangat menyayangi Mas Pujo, bahkan dialah yang paling pencemburu  dibandingkan aku yang isterinya. Aku, Mas Pujo dan Duta juga amat sayang  padanya. Bagi kami kebahagiaan yang kami rasakan selama ini memang  untuk berempat. Kulihat Meta sudah mulai mengantuk di pelukan Mas Pujo. 
"Mas pijit ya sayang..!" bisik Mas Pujo di telinga Meta. 
Meta  merapatkan pelukannya. Mas Pujo mulai memijit punggung Meta. Pijitan  Mas Pujo memang benar-benar pijitan yang menenangkan karena aku pun  sangat menyukainya. Bila sehabis ML biasanya Mas Pujo memijit punggungku  sambil memelukku. Itulah Mas Pujo yang romantis, kata Meta. 
Perjalanan  Salatiga-Kopeng hanya sekitar 45 menit. Aku sendiri sebenarnya lelah  setelah tadi malam kuhabiskan dua rondeku dengan kedua suamiku. Cumbuan  Duta yang begitu lama membuatku benar-benar habis tenaga, belum Mas Pujo  yang selalu mengambil babak akhir permainan kami. Mas Pujo memang  sangat senang membenamkan kontolnya ke dalam memekku saat aku telah  mencapai orgasme. Biasanya ia akan membenamkan kontolnya dan memelukku  dengan penuh perasaan sambil menikmati remasan-remasan memekku, bahkan  tadi malam sempat kram rasanya otot-otot memekku karena permainan mereka  berdua. 
Seperti biasanya aku meminta Duta untuk telentang dan  membuka kedua pahanya dengan kepala bertelekan 2 bantal, lalu aku  menaikinya dengan posisi membelakangi dan bertumpu pada kedua tanganku  ke belakang. Posisi ini sangat aku sukai karena Mas Pujo dapat dengan  mudah melumat clitorisku sementara Duta memompa memekku dari bawah  sambil meremas putingku. Rasanya semua syaraf nikmatku tak ada yang  terlewat menerima rangsangan dari keduanya. 
Begitu aku orgasme  yang ketiga dan Duta memuntahkan spermanya di memekku, langsung Mas Pujo  mengambil alih dengan membenamkan kontolnya ke memekku. Mas Pujo  menikmati kontraksi otot-otot vaginaku dan berlama-lama berada di sana,  sebelum kemudian memompa memekku dengan penuh perasaan. 
"Kok  ngelamun Rien, kita dah nyampe nih..!" ujar Duta mengagetkanku sambil  memasukkan kendaraan ke pelataran villa. Aku tergagap. Kulihat Pak  Kidjan penjaga villa kami memberi salam. 
"Meta, bangun sayang, kita udah nyampe nih..!" bisik Mas Pujo. 
Yang  dibisiki menggeliat sambil mengucek-ucek mata. Kembali dipeluknya Mas  Pujo dan mereka berciuman lembut penuh perasaan. Entah mengapa sejak  mula pertama Mas Pujo bercinta dengan Meta tak ada rasa cemburuku, aku  malah bahagia melihat keduanya, tapi anehnya aku cemburu kalau Mas Pujo  dengan yang lain. 
Pada pukul 17.00 tepat kami sudah selesai  memasukkan semua bawaan ke dalam villa dengan dibantu Pak Kidjan.  Setelah itu kami suruh Pak Kidjan untuk mengunci pagar dan pulang karena  kami katakan bahwa kami ingin beristirahat dengan tidak lupa memintanya  agar besok jam 10 dia datang lagi. 
Villa ini dibeli oleh Duta  karena sebelumnya memang direncanakan untuk coba-coba usaha agribisnis.  Bangunan yang ada hanya sederhana saja karena memang bekas bangunan  Belanda yang terletak di tengah-tengah tanah seluas 1 hektar yang di  depannya ada rumah penjaga yang jaraknya 75 meteran. Ada 4 kamar, yang  dua besar dan ada connecting door, salah satunya ada 2 tempat tidur dan  yang satunya single, dengan ruang tamu cukup luas, ruang dapur dan  garasi. Kami sengaja memakai dua kamar yang besar itu. 
"Mandi dulu gih.." pinta Mas Pujo pada saya dan Meta. 
"Maas, Meta dimandiin Mas aja.. Ya" rengek Meta manja sambil memegang lengan Mas Pujo. 
"Idih, kan udah becal, Meta kan bisa mandi cendili" goda Mas Pujo dicedal-cedalkan. 
"Nggak mau.., Meta mau mandi ama Mas aja" jawab Meta merajuk sambil cemberut dan langsung minta gendong. 
Aku  dan Duta hanya senyum-senyum melihat tingkah mereka. Lalu Mas Pujo  menggendong Meta berputar-putar. Bibir keduanya tampak berpagutan mesra.  Sambil tetap berciuman mereka menuju kamar mandi, yang oleh Duta sudah  diganti dengan jacuzzi besar yang cukup untuk berendam 4 orang dan ada  air panasnya. Lalu Duta meraihku dan memelukku, kami berciuman. 
"Nyusul yok.. Kita bisa saling gosok" ajak Duta dengan langsung menggendongku. 
Di  jacuzzi, Mas Pujo sedang memeluk Meta dari belakang sambil menciumi  rambutnya, tapi aku yakin bahwa pasti tangan Mas Pujo yang satu tidak  akan jauh-jauh dari puting susu Meta, sedang yang lain entah apa yang  digosok, tapi karena di dalam air dan tertutup busa sabun jadi tidak  kelihatan. Sementara itu yang dipeluk memejamkan matanya penuh  kenikmatan sambil sesekali mendesis. 
Aku turun dari gendongan  Duta. Kulepas semua pakaianku hingga telanjang bulat, setelah itu ganti  kulucuti pakaian Duta sampai tak bersisa. Kontol Duta yang besar masih  belum bangun penuh, jadi masih setengah kencang. Dengan berbimbingan  tangan kami masuk ke air dan Duta bersandar dekat Mas Pujo. Dengan  meluruskan kedua kakinya, aku maju ke pangkuan Duta, kutempelkan bibir  memekku ke atas kontol Duta dan kutempelkan dadaku ke dadanya. Hangatnya  air dan sentuhan kulit kami terasa nikmat, benar-benar nikmat. 
Dengan  perlahan tapi pasti benda bulat dalam lipatan bibir memekku membesar  mengeras dan berusaha berdiri tegak, tapi karena tertahan oleh belahan  memekku, benda tersebut tak bisa tegak. Di sebelahku, Meta juga sedang  menduduki barang yang sama seperti aku. Aku tahu pasti, bahkan aku yakin  bahwa Mas Pujo masih belum memasukkan barangnya ke memek Meta. Kami  berempat tak ada yang bersuara, hanya sesekali terdengar desahan lirih  dari mulut Meta tetapi kami sama-sama tahu bahwa kami masing-masing  sedang menikmati sesuatu yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. 
"Engh.. Egh.." tiba-tiba desahan Meta semakin keras diiringi geliat tubuhnya yang seperti cacing kepanasan. 
"Aduh Mas, Meta nggak kuat.. Oh Mbak, ooh.. Mas Duta, ayo dong, Meta duluan" pintanya. 
Kalau  sudah begini biasanya Meta meminta Duta untuk segera membenamkan  kontolnya ke memeknya. Aku beringsut meninggalkan Duta sementara Mas  Pujo masih memangku Meta dari belakang dalam posisi kedua kaki lurus ke  depan dan bersandar pada dinding jacuzzi. Duta mendekat dari depan  sambil mengarahkan kontolnya ke arah selangkangan Meta dan Meta memberi  jalan dengan mengangkangkan kedua pahanya. Perlahan dengan bimbingan  tangan Meta, kepala kontol Duta memasuki memek Meta, jelas terlihat dari  ekspresinya yang mendesis keenakan. 
Perlahan Duta mulai  memompa maju mundur terlihat dari riak air yang mulai menggelombang,  sementara Mas Pujo memeluk Meta dari belakang sambil menciumi tengkuk  dan belakang telinganya. Saat-saat seperti itu Meta nikmati dengan  memejamkan mata sambil giginya beradu menahan nikmat yang luar biasa.  Meskipun kontol Mas Pujo tidak melakukan penetrasi namun aku yakin,  pasti ada yang mengganjal di anus Meta hingga itu membuat sensasi  tersendiri untuknya. Tiba-tiba Meta melepaskan pelukan Mas Pujo dan  ganti memeluk Duta. Sedang Mas Pujo masih tetap tidak dapat bergerak  karena harus memangku dua orang yang sedang bersetubuh. Mas Pujo hanya  mengusap-usap punggung dan pinggang Meta dari belakang. 
"Aduhh  Mas, Meta ngga tahaan, enghh.." desah Meta sambil memeluk Duta erat-erat  dan dada Duta yang bidang terkena sasaran gigitannya. 
Melihat  itu semua aku menjadi sangat terangsang tapi kami bertiga sudah  bersepakat bahwa kesempatan kali ini adalah milik Meta sepenuhnya, jadi  aku mengalah dulu. Sementara itu kutukar air jacuzzi dengan air hangat  tanpa membubuhkan sabun. Begitu air telah mulai berkurang, kulihat  posisi Meta yang mengangkang sementara Duta memompanya dari depan dan  kontol Mas Pujo tertindih di antara bokong Meta. 
Sejenak Meta  masih menikmati saat-saat indah orgasmenya. Kemudian Meta melepaskan  diri dari Duta dan berdiri membalik menghadap Mas Pujo hingga praktis  memeknya berada di depan mulut Mas Pujo. Diraihnya pinggul Meta dan Mas  Pujo mulai menciumi dan menjilati memek Meta. 
"Aahh sshh Mas  kita ke kamar aja.. Meta nggak tahan nih" rengek Meta. Mas Pujo berdiri  menggendong Meta dan meninggalkan kami berdua sementara Duta mulai  berbalik menciumi payudaraku. 
"Rien ikut yuk.." ajak Duta. 
Aku  ikut saja sambil berpelukan seperti Adam dan Hawa, kami menyusul Mas  Pujo dan Meta ke kamar besar yang ada single bed-nya. Kulihat Meta telah  telentang dan Mas Pujo menindihnya, sekali-sekali pinggulnya diangkat  dan dihunjamkannya dengan penuh perasaan sampai melengkung. Kutarik Duta  dan segera aku telentangkan diriku. Aku ingin kontol Duta yang masih  tegak berdiri segera menusukku mengisi relung vaginaku. Aku ingin  mempraktekkan sex yoga yang baru aku pelajari dengan Mas Pujo beberapa  waktu lalu. 
Sementara Mas Pujo dan Meta menikmati saat-saat  indah itu, di sebelahku Duta membuka kedua pahaku lebar-lebar dan  mengarahkan kontolnya ke memekku yang telah merekah. Perlahan-lahan,  mili demi mili aku rasakan benda itu mulai memasuki memekku sebelum  akhirnya benda keras itu telah dengan sempurna berada di peraduannya.  Kemudian Duta menindihku dan memelukku dengan sepenuh perasaan. Aku  sepenuhnya berkonsentrasi pada apa yang sedang kurasakan dan Duta  mengikutinya hanya dengan diam, tanpa gerakan memompa hingga tanpa  diperintah pun saraf-saraf nikmat di sepanjang lorong memekku bekerja,  mula-mula hanya gerakan-gerakan halus. 
Pada saat yang sama  desiran-desiran nikmat juga mulai menjalari kedua payudaraku yang  tertindih dada Duta. Semakin lama gerakan-gerakan halus di sepanjang  lorong memekku berubah menjadi remasan-remasan dan mulai terasa  getaran-getaran pada batang kontol Duta, bahkan kepala kontolnya terasa  mulai melebar pertanda akan memuntahkan spermanya. Napas Duta semakin  memburu, aku sendiri sudah tak ingat apa-apa. Konsentrasiku hanya satu  yaitu pada rasa nikmat yang menggelitiki mulai ujung puting payudaraku  sampai ke lorong-lorong memekku. Dan.. Creet.. Creett.. Crett.. Ketika  akhirnya sperma itu membasahi relung-relung memekku, jiwaku seakan  melayang menari-nari di atas awan sambil berpelukan dengan Dutaku  sayang. Sejuta kenikmatan kurasakan di sekujur tubuhku. Sementara itu.. 
"Oohh..  Ahh aduh Mas.. Meta mau nyampe lagi Mas.." suara desahan Meta kembali  menyadarkan aku dan kudapati Duta yang masih ngos-ngosan dengan bermandi  peluh mendekapku. 
"Terima kasih Rien.. Kamu luar biasa" bisiknya di  telingaku. Aku menoleh ke samping. Mas Pujo juga sedang menjelang  saat-saat akhir mendekati puncak. Tampak pinggulnya menghunjam  selangkangan Meta dalam-dalam dan.. 
"Aahh.., adduhh Mmass.." Meta dan Mas Pujo hampir bersamaan mengejat-ngejat keenakan. 
Akhirnya  kami mengakhiri permainan sore itu setelah jam menunjukkan hampir pukul  19.00. Rasa lapar akhirnya datang juga mengingat kami belum makan  malam. Bergegas kulepas pelukan Duta, lalu dengan telanjang bulat aku  pergi ke dapur. Kubuka bungkusan-bungkusan bekal yang telah aku siapkan.  Meta menyusul juga dalam keadaan telanjang dan akhirnya kami berempat  menghadapi meja makan masih dalam keadaan telanjang tanpa ada yang  sempat membersihkan diri bahkan dari celeh memekku dan memek Meta masih  tampak meleleh sperma suami-suami kami. 
Bersambung . . .  .
