"Auh.. Auh.. Auhh.. Ah.. Ahh", tangannya mulai menjambak rambutku dan  kadang ditekan-tekannya kepalaku agar teteknya mendapat kenikmatan  paripurna. Sesek napas juga sih kalau kelamaan. Kucek selangkangannya.  Woow, tambah basah. Kupegang tangan satunya lalu kuarahkan untuk mulai  mengusapi dan memencet rudalku. Menurut dia.
"Kulum, Dear" Dengan  menjatuhkan berat badanku sementara kakinya sudah mulai mengangkang,  tangan kiriku keselipkan dibawah punggungnya, tangan kananku memegang  tetek kanannya, maka kuserbu bibirnya tanpa ampun. Saling memilin lidah  kami. Saling tumpah ludah kami. Sambil kusodok-kusodokkan burungku yang  masih tersimpan dalam sangkarnya tepat di area tempiknya (memeknya).  Gemes aku ingin memasukkan. Tapi ada kenikmatan juga ketika menyodok  namun terhambat.
Meskipun agak sakit juga. Sensasi begini kadang  lebih mengasyikkan ketimbang main masuk langsung. Terus kukulum,  kuhisap, kujilat, ambil napas, lalu serbu lagi. Seperempat jam kami  beradu mulut dan bibir. Setelah mengambil nafas sebentar kukulum hidung  bangirnya. Kujilati. Aku hobi juga mengulum dan menjilati hidung-hidung  yang mancung begini. Kadang kumasukkan (tentu saja tidak masuk, bego)  lidahku ke lobang-lobangnya. Kakinya yang kanan mulai membelit,  menumpangi kaki kiriku.
"Lepass baaju dann celanamuu.."
Kulepaskan  ikatan ragawi kami. Turun dari ranjang untuk menelanjangi diriku.  Polos. Kunaiki ranjang lagi. Kutempelkan penisku mengarah ke bawah  memeknya sehingga dalam posisi masih bebas di luar liangnya. Kutindih  lagi. Kunikmati setiap inchi tubuh halus mulusnya melalui kontak tubuh  kami yang penuh. Kalau bisa tidak ada yang lolos. Kulanjutkan dengan adu  ciuman. Kujilati dagunya, pipinya, kukulum kupingnya. Mendongak-dongak  dia. Desahnya semakin kacau. Jepitan kakinya sudah dua sekarang.  Tiba-tiba tangannya merogoh burungku. Ditekan-tekannya ke arah bibir  liang.
Lalu, "slep.." Masuklah burungku. Kubiarkan berdiam diri  dulu. Aku masih menikmati kontak total begini sambil menggeliat-geliat.  Kuingin menikmati tekanan tetek-teteknya di dadaku lebih lama. Kuingin  menikmati gesekan-gesekan antar paha, gesekan-gesekan antar perut,  gesekan-gesekan antar kulit. Kupejamkan mataku agar indera sentuhku  bekerja dengan sempurna dalam memberikan sarafku kenikmatan sebuah  persetubuhan.
"Sooddook.." Tanpa rela kumelepaskan belitanku  mulai kupompa memeknya dengan melengkung-lengkunkan pinggulku. Tangan  kiriku menyusup di bawah punggungnya menggapai pinggir luar tetek  kanannya, tangan kananku menyusup ke bawah menjangkau ujung memek  belahan belakang.
Kujawil-jawil. Kaki-kakinya merangkul  kaki-kakiku semakin erat. Digoyang naik turun pantatnya seirama dengan  maju mundurnya sodokanku. Nafas-nafas kami dalam dan berat dalam  mendukung kerja persetubuhan. Erangan-erangannya meningkahi sodokanku  yang kubikin dalam-dalam. Sedalam mungkin. Suara kecipak cairan memeknya  mengiringi maju mundurnya penisku yang memenuhi liang memeknya. Penuh.  Diameter rudalku tak menyisakan sela. Padat dan kesat. Itulah mengapa  nyonyaku jadi keranjingan.
"Cepetin.. Cepetin.. Nyoddookknyaa.. Aah.. Ahh.." 
Aku  terus menghujaminya bagaikan antan penumbuk padi yang terus  bertalu-talu berirama konstan. Kuingin melesak lebih dalam lagi. Lebih  jauh lagi. Urat-urat rudalku pasti sebesar-besar kabel listrik kalau  bisa dilihat.
"Edaann.. Teruss.. Banggsaatt.. Jembbuut.. Konttoll.. Aahh.. Aahh.. Aahh.. Ayoo.. Genjott.. Teruss.. Teruss " 
Kejorokan  nyonyaku sudah tidak asing lagi di telingaku ketika persenggamaan  sedang mendaki puncak. Akan menambah daya hentak dan meluapkan  sensasi-sensasi paling primitif sang nafsu yang dimiliki makhluk hidup.  Dengan cepat dan kasar kubalikkan tubuhnya tengkurap lalu buru-buru  kusodokkan lagi rudalku ke memeknya melalui belakang. Kubelit lagi  dirinya. Kususupkan kembali kedua tanganku menjangkau tetek-teteknya  secara menyilang. Kuremas-kuremas dengan kasar. Kususupkan kepalaku di  samping lehernya. Kuendus dan kuhisap leher jenjangnya yang wanginya  telah pudar karena leleran keringat.
"Plak.. Plok.. Plak..  Plok.." bunyi pantatnya beradu dengan selangkanganku. Kurangsak.  Klitorisnya lebih mudah kugasaki dari belakang. Kupercepat  tonjokan-tonjokan ke klitorisnya. Semakin menggila dia.
"Bajingann..  Sopirr.. Dassarr.. Teruss.. Yah.. Yah.. Bangsat.. Kamuu.. Adduh..  Ennakk.. Uahh.. Uahh.. Auhh.. Ahh.. Eaarghh.. Mmpphh.. Ooh.."
Semakin cepat kedut-kedutan memeknya memijiti rudalku. Dan, "aahh.. Hh.. Aku keluaarhh.. Russ." 
Mengejang dia dan terangkat pantatnya kuat-kuat. Namun masih saja  kugasaki sampai beberapa detik akhirnya menyemburlah pancaran magma dari  rudalku.
"Jrrott.. Jroott.. Crrott " Liangnya kupenuhi dengan  semburan-semburan maniku. Lemas. Masih kutumpangi dia. Tersengal-sengal  nafas kami. Kugesek-kegesekin hidungku ke lehernya.
****
Awal  bagaimana akhirnya kami memadu asmara begini yaitu ketika setelah  mengantar anak-anaknya sekolah. Ketika berangkat mengantar anak-anaknya  sekolah nyonya duduk sama yang kecil di belakang. Yang gede di depan di  sampingku. Mereka kelas 5 dan kelas 2. Cewek semua. Pada jalan pulang  nyonya duduk di depan. Dia memintaku untuk tidak langsung pulang.  Dimintanya aku masuk tol dalam kota. Kami berputar-putar beberapa kali.
Rupanya sudah agak lama dia sebenarnya ingin curhat. Berhubung nyonyaku  membatasi pergaulannya sejak menikah demi suaminya, maka pergaulannya  jadi amat terbatas. Sebatas keluarga dan para pembantu-pembantunya,  termasuk aku sebagai sopirnya. Sehingga ketika nggak tahan untuk  bercurhat maka akulah yang tersedia untuk menjadi sasaran tumpahan  emosinya. Lebih mudah dan lebih terjaga kerahasiaannya karena dilakukan  di luar rumah, sambil keliling-keliling seperti sekarang ini. Rupanya  jatah dari tuan baik dalam bentuk perhatian maupun keintiman dirasanya  kurang. Nyonya memaklumi kesibukan tuan, namun sebagai wanita yang masih  kuat kebutuhan emosi dan biologisnya menuntut jatah yang normal  ketimbang cuma sebulan sekali atau paling banter 2 kali. Tidak terus  terang sih ngomongnya, tapi diserempetin.
"Kamu sama isterimu berapa kali dalam sebulan berkasih-kasihan, Rus?"
"Seminggu sekali atau ya bisa dua tiga kali, Nya."
"Wah bahagia sekali dong isterimu ya." 
"Ya namanya kewajiban suami untuk membahagiakan isteri mau gimana lagi." 
Lalu  diam seperti melamun. Waktu aku mau oper gigi persneling rupanya tanpa  sengaja tanganku menyinggung pahanya. Baru kusadari rupanya nyonya  duduknya agak mepet ke tongkat persneling. Aku minta maaf. Nyonya diam  saja. Seerr juga aku sebenarnya. Tapi aku mana berani memikirkan  kejadian barusan. Entah ini sudah putaran yang ke berapa tapi nyonya  masih minta diputerin lagi. Kalau ada yang tahu berapa kali kami muterin  Jakarta pasti mikir ini orang mau jalan-jalan tapi maunya irit ya.  Sekali bayar tol tapi puas muter-muter. Ketika mau pindah gigi lagi aku  sebenarnya sudah agak sungkan-sungkan tapi harus kulakukan karena aku  sudah mengurangi kecepatan.
Semoga sudah geser duduknya. Eh  lhadalah, kesenggol lagi. Busyet ini nyonya kayak nggak peduli atau  sengaja. Sempet kurasakan tadi kalau yang kesenggol bukan kain, lebih  halus dari itu, pura-pura nengok spion sebelah kiri maka dengan sudut  mataku kucoba cari info apa yang sebenarnya kusenggol tadi apakah benar  kulit manusia. Nyonyaku ikut nengok melihat spion kiri. Kesempatan dalam  waktu sedetik kulihat ke lokasi persenggolan tadi.
Benar. Deg.  Ternyata pahanya yang kesenggol tadi. Wah rok nyonya kok telah  tersingkap. Sadar nggak ya dia. Kubiarkan. Ternyata rok yang dipakai ada  belahan tinggi di sisi kanan, dan kini belahannya ternyata telah  menyibakkannya diri sedemikian rupa sampai.. Pangkalnya. Deg. Deg. Wah.  Eh secepat kilat nyonya membalikkan kepalanya ke arahku dan ada senyum  tipis. Matanya menatapku tanpa sepatah katapun. Terus kembali lurus  menatap jalan di depan.
"Nggak apa-apa kok" Modar kowe. Meriang  panas dingin sekarang hawa tubuh yang kurasakan. Sebagai lelaki  bangkitlah keberanianku mencandainya.
"Nggak apa-apa gimana, Nya?" 
"Nyenggol-nyenggolnya tadi itu." 
"Maaf gak sengaja, Nya." 
"Sengaja juga nggak apa-apa." 
"Ah nyonya, mana berani." 
"Lho, inikan dikasih ijin. O enggak mau ya sama aku? Ya sudah kalo gitu"
"Wadduh Nya, mana ada lelaki yang sebodoh itu. Nyonya itu cantik banget. Saya minder di dekat nyonya, sungguh." 
"Ah masak sih." 
Tiba-tiba tangan kiriku diraihnya dan disentuhkan ke pahanya. Yang  kesenggol tadi, ingat? Ehhm, kutatapnya dia. Saya balasannya. Mulai  berani kugerakkan tangan kiriku yang beruntung itu, lebih menyerupai  mengelus. Nyonyaku mulai bersandar. Agak dimajukan duduknya sehingga  pahanya semakin mudah kujangkau. Coba kutelusuri menuju pangkal. Merem  dia. Agak ke dalam lagi. Lalu sampai pangkal.
"Ah." Lenguhan  pendeknya keluar. Kuusap-usapnya pangkal pahanya, tempat sang memek  bersemayam. Mendesah dia. Tiba-tiba tangan kanannya menerobos ke  pangkalanku juga.
"Oh, gede punyamu, Min." 
"Bagilah dirimu denganku selain istrimu, maukan Rus?" 
Aku  diam. Semua ini terjadi mendadak. Lalu aku nafsu dan mengangguk. Dan  kami terus saling mengusap sampai bocor bersama. Sebenarnya sejak  kejadian itu dia menyatakan menyesal karena telah berbuat sejauh itu  yang tidak terbayangkan sebelumnya. Dia berjanji untuk tidak  mengulanginya karena akan menyakiti hati suaminya dan isteriku kalau  ketahuan nanti. Aku setuju. Tapi waktu jua yang akhirnya mengalahkan  kami sesuai kodrat alam yang minta dipenuhi.
Akhirnya kami  mengulanginya dan mengulanginya lagi sampai akhirnya benar-benar alat  vital kami beradu. Pernah aku sarankan untuk mencari gigolo-gigolo saja  yang tampan dan keren daripada aku yang hanya bagian dari kumpulan  manusia kasar, jelek dan rendah. Dia hanya menggeleng. Mungkin dia ingin  kerahasiaannya lebih terjaga kalau berhubungan dengan satu orang saja.  Orang terdekatnya. Apakah demi status sosialnya atau martabatnya atau  nama baiknya. Entahlah. Atau takut menjurus ke arah kecanduan, cenderung  ingin mencoba-coba berbagai jenis pria. Entahlah. Atau memang sudah  tercukupi kebutuhannya.
Entahlah. Atau memang bagian dari  fantasinya, mencoba ekstrimitas, menikmati dunia-dunia kasar. Entahlah  juga. Kalau aku jelas, sulit menghindari daya pikat wanita dari kelas  yang jauh di atasku dan memiliki kecantikan yang bagaikan putri dari  langit. Lalu kapan lagi. Hehe...
*****
Itulah waktu  pertama kali ketika debut kami dimulai. Sopir yang memiliki tugas  rangkap menembak nyonya majikan. Dengan dimulai kesenggol lalu menjadi  saling meraba pangkal paha di mobil yang muterin Jakarta berkali-kali.
Tamat
