Kadang aku bingung memahami kehidupan ini. Dulu waktu di desa sebagai  bujang ngejar-ngejar wanita desa aja banyak yang menolak. Eh giliran  sekarang jadi sopir pribadi malah dapat rejeki nomplok. Bisa numpaki dan  ngeloni nyonya majikanku yang cuantiik buanget biar usianya sudah 35.  Badan masih bagus, singset, kulit kuning mulus. Hidung mancung dan di  bibirnya suka muncul bintik-bintik kayak keringat. Syeddapp. Dulu  sebelum numpaki nyonya aku sering curi-curi pandang
Demi melihat  hidung dan bibirnya itu. Dia tahu, tapi cuek. Pura-pura kali ya.  Wanitakan suka ditatap penuh nafsu oleh laki-laki. Meskipun oleh  sopirnya kayak aku ini. Memang sih suka menampakkan tampang tidak suka  kayaknya sebal gitu lho, duluu kala, tapi aku nggak percaya kalau dia  sama sekali nggak senang dan tersanjung. Naluri wanitakan sama. Mau  babu, mau model iklan, kalau ada laki-laki yang memperhatikan berarti  dirinya masih dinilai cantik. Wanita kalau nggak ada yang memperhatikan  padahal sudah dandan habis-habisan bisa bete seharian deh. Merana.  Mikirin dirinya yang sudah tidak menarik lagi (meskipun hanya sopir tapi  saya pernah belajar psikologi wanita, dari buku yang kubaca di tukang  loak ketika sambil menunggu tuan belanja waktu itu. He... he...
Nyonyaku  katanya eks primadona kampus. Tapi namanya manusia, biar mantan  primadona atau mantan pramuniaga kalau sudah digigit kesepian yang amat  sangat sekali dan sudah tak tertahankan ya harus mencari solusinya.  Boleh jadi orang disekitarnya bisa digoda pula. Ingat kasus nyonya muda  Pondok Indah yang beradu syahwat sama pembantunya yang sudah tua?  Awalnya suka membentak-bentak memarahi sang bapak pembantu rumah tangga  itu eh lama-lama malah suka dan ketagihan dihentak-hentak oleh si bapak  itu dalam gairah asmara yang ganjil.
Itulah dunia erotis, susah  dicerna tetapi sebenarnya mudah diterima dengan suatu sudut pandang yang  polos. Jadi teorinya sederhana saja sesungguhnya, bahwa yang namanya  syahwat itu adalah suatu naluri dasar. Naluri yang dibawa manusia sejak  lahir ke dunia ini. Dia belum mengenal adat, tata krama, hukum, dsb.  Benar-benar murni. Setelah mulai menjadi dewasa maka manusia menjadi  milik lingkungannya. Harus peduli sama lingkungan sosialnya. Padahalkan  awalnya nafsu itu nggak ada kaitannya dengan ideologi, sosial, ekonomi,  politik, budaya dan hankam segala deh (inget pelajaran SMP).
Nah  lebih-lebih bila nafsunya itu ternyata memberi pengalaman kenikmatan  yang tiada tara yang tidak didapatkan dari pasangan resminya. Wah tambah  ketagihan deh. Lha yang awalnya diperkosa aja ada yang akhirnya bisa  menikmati, apalagi bagi yang didasari sama-sama butuh. Para pelaku yang  sudah pengalaman merasakan nikmatnya bersenggama pasti pusing deh kalau  lama nggak digauli lawan jenisnya.
Emang sumpah nggak kepikir di  benakku kalau aku orang yang jelek dan kampungan ini ternyata kebagian  juga mendapat anugerah dalam bentuk wanita cantik. Yaitu bisa menikmati  seluruh lekuk tubuh dan khususnya memek sang eks primadona yang wangi  itu. Hehehe. Enak gila. Sudah gratis eh malah dihadiahin lagi. Nggak  usah maksa. Nggak usah merayu. Nggak usah mikirin kasih makan. Nggak  usah rebutan segala. Kebayang dulu ketika beliau masih mahasiswi, wah  pasti seru ajang kompetisinya. Kayak AFI kali. Yang ngrebutin pastilah  ada anak orang kaya, yang ganteng, yang bonafid, yang playboy, yang  aktivis, yang jagoan olah raga, dan seterusnya. Tereliminasi semua bleh.  Rugi mereka. Mending jadi sopir kayak aku ini nggak usah modal kuliah  segala. Hihihi.
Sebenarnya aku kadang suka melamun (melamun  adalah satu-satunya harta kekayaanku) mencari pemahaman mengenai keadaan  ini. Siapa yang salah ya? Tuanku yang terlalu sibuk cari duit demi  menyenangkan hati nyonya, atau nyonya yang nggak punya kesibukan (emang  dari dulu dilarang tuan kerja karena bisnis tuan masih berjalan dengan  baik bahkan cenderung meningkat pesat).
Sempet juga aku juga  merasa kasihan sama tuanku kalau dia hanya mikirin bisnisnya melulu.  Cari duit banyak-banyak maunya demi kebahagiaan istri eh malah istri  jarang dinikmati alias banyak dianggurin aja. Tahu deh kalau di luar  suka jajan atau nyimpen WIL. Tetapi kalau sampai nyimpen WIL segala apa  ya maksimal pemakaiannya. Paling dipakainya pas lagi refreshing, itupun  kalau sempet. Bisnismen itu pasti lebih banyak sibuk ke bisnisnya  ketimbang ngurusin lain-lainnya. Gitu kali. Tapi yang penting prinsipku:  urusan atas adalah kewajiban tuanku (mulut yang dikasih makan), urusan  bawah (vegy yang dikasih semprotan) adalah jatahku.
Adilkan?  Menurut kaca mataku sih orang-orang sibuk kayak tuanku itu mending  memperistri babu. Kalau capek pasti dengan suka rela mau mijitin. Nggak  banyak protes. Siap mendengar keluh kesah setiap saat tanpa berani  menyela. Menurutku lhoo. Nah yang cantik-cantik kayak nyonya dan mudah  kesepian itu jodohnya ya laki-laki yang punya banyak waktu luang untuk  memperhatikan dan siap sedia setiap saat kalau dibutuhkan. Misalnya  sopir kayak aku ini. Huahahaha. Tapi masuk akalkan? Gimana nggak masuk  akal.
Orang seelite tuan pasti sudah biasa ketemu wanita kelas  tinggi yang cantik-cantik. Karena sudah biasa maka ya jadi biasa. Lha  orang kayak aku ini kan selalu melotot dan melongo melihat wanita-wanita  sekelas nyonya. Pasti bawaannya kagum dan kagum melulu. Melamun  sepanjang hari gimana bisa ngentot dengan wanita-wanita kelas ini. Sama  halnya dengan nyonya, bergaul sama laki-laki berkelas pasti sudah  biasalah. Yang jarang adalah bergaul dengan laki-laki kasar.
Pasti menimbulkan khayalan erotis untuk bersenggama dengan para lelaki  kasar, yang berotot, ngomong sembarangan, berpeluh kalau bekerja,  hidupnya cuma untuk hari ini, dan bla-bla. Pastilah menimbulkan empati  campur sensasi begitu. Hahaha.
Nah gara-gara sering diminta  melayani nyonyaku yang hobi kesepian itu aku dimanjain dengan  hadiah-hadiah mahal. Kadang-kadang sih. Misal dibeliin baju, sepatu,  minyak wangi dan sebagainya yang bermerk. Sekarang aku kenal baju merk  Arrow, kata orang sih harganya ratusan ribu. Tapi aku nggak berani pakai  kalau lagi ada tuan, nanti ditanya kok bisa beli baju mahal. Masak mau  nggak makan setengah bulan demi beli baju semahal itu. Kan bisa  ketahuan, kasihan nyonya. Aku sih paling dipecat. Lha kalau nyonya  dicerai? Apa ya mau ikut aku jadi istri keduaku. Pasti enggak mau.  Memang lucu juga ya. Urusan perut sama bawah perut bisa demikian  jauhnya. Tapi nggak apa-apa. Mendingan begini.
Jauh lebih  menguntungkan bagiku. Dikasih tapi nggak dituntut. Kayak bintang  sinetron yang dituduh memperkosa seorang cewek, disebarluaskan di media  massa. Coba kalau yang memperkosa cuma tukang ojek, preman, kuli, atau  sopir nggak bakalan diberita-beritain besar-besaran sama korban. Nggak  usah dituntut kawin cukup laporin polisi aja (atau malah dipetieskan aja  kasusnya). Lha, apa malah nggak enak. Kalau mau dipenjara ya nggak  masalah. Nggak punya apa-apa ini kecuali kolor. Dibiarkan bebas ya lebih  asyik bisa cari yang lebih ranum lagi. Enak juga sebenarnya yah kaum  'nothing to lose' alias kaum yang cuma bermodal nafas ini. Hehe.
Tiba-tiba lamunanku dibubarkan secara sepihak oleh nyonya.
"Rusmiin.. Hayo sore-sore gini sudah bejo (bengong jorok) ya. Kebeneran, sini masuk kamar, Dear" 
Tugas  sampingan sudah memanggil-manggil. Syeddaapp. Kebetulan kami dua hari  ini lagi nginep di villa keluarga di daerah puncak. Tuan seperti biasa  lagi urusan ke luar kota. Anak-anak nyonya pada mau ujian jadi mereka  harus belajar di rumah. Ibunya beralasan mau menengok villa-nya dan  kebun buah-buahannya. Berdua saja kami ini. Makanya nyonya berani  teriak-teriak semaunya ketika mau ngajak ML. Kulihat nyonya sudah pakai  daster tipis putih dan sedang duduk di pinggir ranjang. Kaki kanan  diangkat di bibir ranjang sementara yang kiri menyentuh lantai. Waduh  seksi sekali Yayangku ini.
"Wah sudah nggak sabaran yah Yang?"
"Iya tahu, mau cepetan dirudal ama penismu yang nggak kira-kira gedenya itu. Ayyoo cepetan sinnii. Jangan sok maless gitu aah.."
Aku emang kadang suka menggodanya dengan berlagak malas melayaninya. Kalau udah gitu kemanjaan nyonya suka muncul.
"Iya deh, mau apa dulu nih Say?"
"Jilatin seluruh tubuhku tanpa tersisa. Ini perintah..!" 
Lalu dasternya telah merosot ke bawah secara kilat. Seperti biasa kalau  sudah siap tempur nyonyaku nggak pakai CD dan Bra. Sudah polos total.  Dia tengkurap. Aku mendekat. Kumulai jilatan dari ujung jari kaki.
"Ehm"
Belum  apa-apa. Pelan-pelan sekali kujilat dan kuhisap jari-jarinya satu per  satu. Telapak kakinya. Betisnya yang berbulu agak jarang dan  panjang-panjang. Bikin naik darah.
"Emh.." Mulai ada reaksi. Pindah ke kaki satunya.
"Emh.." Lagi ketika tiba di betis. 
Kuteruskan  ke arah paha belakang. Permainan semacam ini memang perlu kesabaran  tersendiri. Di samping itu juga membantuku untuk tidak cepat naik selain  membantunya untuk mulai warming up duluan. Oh ya perlu kuberitahu,  sejak aku didayagunakan begini jadi rajin minum jamu kuat kalau enggak  wah bisa remuklah aku. Kuat banget dan tahan lama sih nyonya mainnya.
"Ahh.. Hemhh.."  
Begitu  bunyi mulutnya ketika lidahku mulai mengusap pangkal pantatnya (Mau  enggak ya tuan disuruh begini ama nyonya? Mungkin inilah kelebihanku mau  apa aja. Biarin, gratis dan ueennakk ini. Hehehe.) Kubikin lama dalam  melulurin area x, kubikinnya libidonya memuncak lebih cepat. Kupercepat  sapuanku. Kuselingi dengan sodokan-sodokan memasuki celahnya.
"Aauuhh.. Auuhh.. Auuhh.. Ruuss.." 
Mulai  kepanasan dia. Basah. Kuremas-kuremas pantatnya yang montok putih  mulus. Lalu kujulurkan tangan kananku menuju punggung. Kuusap sejenak  terus menukik melesak ke bawah, teteknyalah sekarang sasaran sentuhanku.
"Buussyyeet.. Ruuss.. Pentil.. Ooh.. Ya.. Yaa.. Pentilku diusap.. Ussaaph.. Ahh " 
Aku  merambat naik dan kukangkangi dengan sedikit merapat. Tidak kontak  ketat. Gesekan-gesekan burungku yang masih dalam sangkar celana sengaja  kuarahkan ke pantatnya. Kujilati pinggang, punggung, pundak, leher,  belakang telinga.
Dan, "aahh balikk.." Nyonya membalikkan badannya. 
Sebenarnya aku sudah enggak tahan mengulum bibirnya. Penisku sudah  demikian kencangnya. Tapi ya sabar dah. Belum ada perintah selain  menjilat sih. Kumulai menjilati leher depan, turun ke ketiak yang licin,  ke lengan, telapak tangan, jari, ke dada. Di sekitar itu aku  berlama-lama. Kuputari gunung kembarnya bergantian. Kiri-kanan.  Kiri-kanan. Diselingi mengisep pentilnya.
Bersambung . . . . .
