Perlahan, Vivi berjalan menuju kasur. Kerling matanya seakan-akan menyihir dan memancingku. Saya cuma bisa mengikutinya. Tiba di pinggir kasur, dengan posisi berdiri dia memeluk leher saya dan mencium saya dengan buas. Cukup lama kita berciuman, kemudian saya membaringkan Vivi di kasur. Berbaring di samping dia, saya mengarahkan bibir saya untuk mencium bibirnya yang tipis. Perlahan dan penuh perasaan saya mengulum dan melumat bibirnya.
Degup jantung saya semakin cepat ketika saya mengarahkan tangan kanan saya ke arah dadanya yang masih tertutup handuk. Sedikit gemetar tangan saya ketika jari-jari saya berusaha membuka handuk yang melilit erat di tubuhnya. Mata Vivi masih terpejam menikmati ciuman kita. Ketika handuk tersebut terbuka, udara dingin dari AC langsung menyentuh kulitnya. Vivi membuka matanya, pandangan matanya terlihat sayu.
"Gua sayang Vivi.." setelah itu saya melanjutkan ciuman. Dengan buas saya mencium dan mengulum bibirnya sambil menjulurkan lidah saya menyusuri bibir yang terasa hangat.
Merasakan nafasnya yang mulai memburu, saya mengarahkan tangan saya ke buah dadanya yang masih tertutup bra hitam. Saya meremas buah dadanya yang montok dan kenyal. Kelima jari tangan saya menari-nari di atas buah dadanya, jempol dan jari telunjuk saya berusaha mencari puncak tonjolan buah dadanya. Di puncak gunung dadanya jari tanganku memutar dan memelintir ujungnya yang menonjol dan menegang.
Ketika jemari tangan saya berkutat dengan payudaranya, ciuman saya beralih ke lehernya yang jenjang. Perlahan-lahan lidah dan bibir saya menyusuri telinganya, turun ke lehernya, dan pundaknya. Kemudian saya mengalihkan tangannya ke atas, sehingga saya bisa melihat ketiaknya yang mulus tanpa bulu. Ciuman saya berlanjut ke daerah ketiaknya.., dia mendesah pelan ketika lidah saya bermain di sana. Keharuman sabun yang dia pakai sewaktu mandi masih terasa.
Kemudian lidah saya mulai menyusuri daerah dadanya. Tangan saya bergerak ke arah bra hitamnya dan dengan cekatan melepas kancing branya yang berada di depan. Ketika kancing tersebut terbuka, terpampanglah pemandangan sepasang gunung yang begitu indah. Di puncaknya terlihat puting susunya yang kecil dan berwarna coklat muda. Perlahan saya melingkari buah dada kanannya, mulai dari dasar sampai ke puncaknya. Sementara itu bibir saya mengulum buah dada kirinya. Sekali-kali saya mengalihkan mata saya ke wajah Vivi yang sudah merah padam akibat bara nafsu yang sudah menyala.
Ciuman saya berlanjut menyusuri perutnya yang datar dan bermain di pusarnya yang kecil. Setelah itu perjalanan lidah saya dilanjutkan ke paha dalamnya, menyusuri pahanya ke lututnya kemudian kembali lagi ke ujung kedua pahanya. Saat itu Vivi memakai celana dalam hitam dan sela-sela celana dalamnya terlihat ujung beberapa helai bulu kemaluan yang ogah bersembunyi di dalam. Saya menggerakkan lidah saya menyusuri pinggiran celana dalamnya. Kemudian jari saya menarik celana dalamnya ke bawah dan melepaskannya dari sepasang kakinya yang indah. Tatapan mata saya tertuju ke daerah kemaluannya yang berwarna kemerah-merahan dan penuh di tumbuhi ilalang hitam keriting. Jarang saya melihat cewek dengan bulu kemaluan yang sedemikian rimbun, dan bulu-bulu tersebut juga tumbuh di samping bibir kemaluannya menutupi bibir kemaluan dan klitorisnya.
Dengan jari, saya mengusap perlahan bulu kemaluannya. Kemudian jari tangan saya berusaha menyibak bulu yang menutupi bibir kemaluannya. Terlihat lubang kemaluannya yang masih sempit dan basah oleh cairan berwarna bening. Saya menggerakkan jari saya ke daerah klitorisnya dan mencari titik sensitif tersebut. Cukup lama saya berusaha, akhirnya berhasil juga saya menempatkan klitorisnya di antara jari tengah dan jari telunjuk saya. Lidah saya kemudian saya arahkan ke klitorisnya, terasa asin dan tercium harum sabun yang semerbak.
"Ahh.. Gus.. Ahh.." terdengar desisan Vivi. Pada saat bersamaan dia menggerakkan pinggulnya ke atas ke arah wajah saya sehingga wajah saya terbenam seluruhnya di pangkal pahanya. Ketika dorongannya mengendor, saya menggerakkan lidah saya menyusuri bibir kemaluannya menuju lubang kemaluannya. Di sana saya berusaha memasukkan lidah saya ke dalam lembah nikmatnya.
"Ahh.. geelii.."
Lidah saya kemudian melanjutkan perjalanannya ke bawah, sekali ini menuju lubang yang berada di antara dua gumpalan pinggulnya. Lidah saya meneruskan tariannya di sana.
"Ahh.. oh.. enakk Gus.." seru Vivi sambil mengangkangkan kakinya lebar-lebar.
Cukup lama lidah saya bermain di daerah kewanitaannya dan Vivi cuma bisa mendesis dan menikmati setiap sentuhan lidah saya. Sekali-kali saya memasukkan jari saya di lubang kenikmatannya yang ternyata tidak begitu dalam. Jari tengah saya bisa menyentuh mulut rahimnya yang juga merupakan titik sensitifnya. Cairan dari liang kemaluannya semakin banyak dan baunya begitu merangsang, begitu nikmat.
Kemudian saya kembali menjilati kacangnya yang sensitif dengan cepat. Lidah saya naik-turun dengan cepat dan bertenaga. Jari tengah dan telunjuk saya menyusuri lubang kewanitannya dengan gerakan yang semakin cepat.
"Ah.. Enak.. Gus.. lebih cepet dongg.." Pinta si Vivi, "Gua udah nggak tahan.. Masukin punya kamu Gus.. Masukin Gus.."
Saya tidak menghiraukannya, melainkan meneruskan jilatan dan gerakan jari tanganku. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, jarinya menjambak rambut saya dan pahanya mengepit kepada saya. Vivi meronta-ronta seperti ikan di daratan. Rupanya dia mencapai puncak kenikmatannya. Ketika gerakan tubuhnya berhenti, saya membiarkannya sekitar dua tiga menit agar kenikmatan yang ia rasakan bisa dinikmati sepuasnya. Setelah itu saya melanjutkan gerakan lidah saya kembali. Beberapa menit kemudian, desisannya mulai terdengar kembali, "Ihh.. ohh.."
Merasa bahwa dia sudah terangsang kembali, saya bangkit dan menyiapkan tongkat wasiat saya yang sudah mencapai kekerasan optimumnya. Saya mengarahkannya ke lubang kenikmatan Vivi. Saya menggesek-gesekkan tongkat tersebut di daerah sensitif di kemaluan Vivi.
"Ah.. Masukin Gus.. Tolongg.. jangan siksa saya.. Masukin.." mohon Vivi.
Saya tersenyum dan bersiap-siap memasukkan tongkat wasiat saya. Perjalan tongkat tersebut menyusuri lubang yang sempit, basah dan hangat menghasilkan sensasi dan getaran kenikmatan yang luar biasa. Saya menutup mata saya sambil berusaha menikmati setiap perasaan yang ada.
Merasakan batang kemaluan saya mencapai ujung lorong kemaluan Vivi, saya mencium bibir dan keningnya.
"I love you, Vi.. Kamu cakep sekali," bisik saya di telinganya.
"I love you too.." jawab Vivi dengan nafas memburu.
Setelah itu mulailah saya mengeluarkan dan memasukkan tongkat wasiat saya. Saya merasakan Vivi juga menggerakkan pinggulnya dengan gerakan memutar.
"Ah.. Enak.. Vii.." harus saya akui bahwa permainannya begitu nikmat.
Setelah pinggul saya terasa capek, saya mengganti gerakan saya dengan gerakan memutar. "Ahh.. Ohh.. ahh.." Vivi mendesah dan desahan beserta teriakannya membangkitkan nafsu saya.
"Ahh.. Gua datang Gus.." Kali ini arus kenikmatan yang datang begitu dahsyat. Vivi menggerakkan pinggulnya dengan cepat dan bertenaga. Saya sendiri berusaha menekan tongkat wasiat saya sedalam-dalamnya.
Akhirnya arus kenikmatan kedua tersebut tiba juga diiringi teriakan Vivi yang begitu keras. Saya menutup bibirnya dengan bibir saya agar suaranya tidak membangunkan tetangga kamar kost-nya.
Akhirnya dia terbaring lemas. Saya kembali memberikan dia waktu untuk menikmati arus kenikmatan tersebut. Setelah itu saya kembali menarik dan mendorong keluar masuk tongkat wasiat saya. Terangsang oleh desahan dan teriakan Vivi, saya akhirnya menyembulkan cairan hangat saya di lubang kenikmatannya yang sudah basah kuyub. "Ahh.. gua datang Vi.." Betapa nikmatnya.
Setelah itu, dengan tubuh lemas Vivi berjalan ke arah Handycam-nya dan menghubungkannya ke telivisi 28 inch. Saya sendiri masih terengah-engah kecapekan di ranjang.
Vivi me-rewind handycam-nya beberapa kali dan mencari-cari rekaman percintaan kita. Akhirnya dia menemukan adegan tersebut. Dada saya berdegup kencang menyaksikan diri saya di rekaman tersebut. Beberapa perasaan hadir sekaligus, takut, senang, terangsang, penasaran dan sebagainya. Vivi sendiri juga melotot melihat rekaman tersebut. Ketika rekaman tersebut menunjukkan Vivi mencapai orgasmenya karena jilatan saya, saya melihat Vivi meraba daerah kemaluannya sendiri. Tongkat saya mulai mengeras dan membesar.
Akhirnya malam itu kita bercinta dua kali lagi. Saya orgasme tiga kali dan Vivi sekitar tujuh kali. Tetapi setiap kali kita melihat adegan rekaman tersebut, dengan cepat gairah nafsu menguasai kita.
Di pagi hari Vivi menghapus rekaman tersebut. Sebenarnya saya ingin menyimpannya tetapi dia menolak, sayang sekali khan?
Part 3: Teratai di kolam berlumpur
September 1996
Setelah kejadian tersebut, hubungan saya dan Vivi semakin akrab. Bulan depan papa saya akan datang ke Jakarta. Saya bermaksud mengenalkan Vivi pada beliau.
Jumat malam saya diminta boss saya untuk menemani lima tamu perusahaan saya ke karoake Hailai. Memakai jas hitam dan koas ketat didalam, saya terlihat begitu keren malam itu.
Tiba di karaoke tersebut, kami meminta Maminya untuk mencarikan kami 6 orang cewek yang akan menemani kami bernyanyi. Dalam waktu 15 menit, Mami tersebut kembali dengan beberapa orang gadis.
Gadis kedua yang memakai baju putih dengan segera menarik perhatian saya. Dada saya berdebar dan tubuh saya gemetar ketika mengenal gadis tersebut. Dia adalah Vivi!! Ruangan karoake yang gelap tidak bisa menyembunyikan sosok yang begitu saya sayangi dan cintai. Sosok yang selalu hadir didalam mimpi saya. Sosok yang akan saya kenalkan pada papa saya bulan depan.
Ketika melihat saya, terlihat mata Vivi membesar dan kemudian dia berlari keluar. Saya segera mengejarnya keluar. Saya melihat dia menuruni tangga menuju toilet cewek. Dengan cepat saya mengejarnya tanpa menghiraukan tatapan orang di ruangan diskotik tersebut (karoake tersebut berada di lantai dua, lantai pertama adalah diskotik).
Akhirnya saya berhasil menyusulnya, dia berdiri di lorong yang menuju toilet wanita. Dia menundukkan kepalanya.
"Vi.." saya memanggilnya.
Dia mengangkat kepalanya, matanya terlihat berkaca-kaca.
"Maafin saya, Gus.." katanya.
"Kenapa.. Kenapa Vi? Enam bulan kita bersama, kenapa kamu membohongi saya?" suara saya meninggi menahan amarah dan duka.
"Saya memang wanita malam.. maafkan saya.." pinta Vivi, "Mama saya sakit jantung dan memerlukan biaya yang besar untuk mengobati penyakitnya. Kakak saya juga bekerja di sini."
Lidah saya terasa kelu, tetapi membayangkan bahwa dia membohongi saya selama enam bulan dan bahkan saya bermaksud mengenalkannya pada papa saya, amarah saya kembali menggelegar. Pacar saya adalah wanita malam! Di mana saya menaruh muka saya? Bagaimana saya menghadapi keluarga saya? Teman saya? Customer saya? Rekan kerja saya? Bajingan!!
"Kamu manusia hina, Vi!" Itulah kalimat terakhir yang saya ucapkan setelah itu saya kembali ke ruangan karoake yang gelap. Kepada tamu saya, saya mengatakan bahwa gadis tersebut adalah saudara jauh saya.
Malam itu saya tidak bisa memejamkan mata sepanjang malam. Mengapa sang Pencipta begitu kejam mencobai saya? Mengapa? Mengapa?
Part 4: Arti Kehidupan
Hampir empat tahun berlalu sejak kejadian tersebut. Saat ini pandangan saya sudah jauh lebih dewasa dan saya menyesal telah memperlakukan Vivi seakan-akan dia bukan manusia.
Sebenarnya dia begitu baik, rela berkorban demi mamanya. Saya akan melakukan hal yang sama seandainya saya itu dia! Saya sangat menyesal. Saya tahu bahwa cobaan dari Sang Pencipta adalah untuk kebaikan kita juga.
"Hati kita akan kehilangan kelembutannya jika tidak pernah merasakan airmata, dan ketajaman gunting memberikan keindahan dan keanggunan pada ilalang."
Kabar terakhir yang saya terima adalah Vivi sekarang telah menjadi isteri Andi, sahabat karib saya yang bisa menerima dia apa adanya. Setelah lulus kuliah, Vivi bekerja disalah satu bank asing dan saat ini dia menduduki posisi Senior Manager, jabatan yang lebih tinggi dari saya sewaktu saya berhenti bekerja! Mereka di karuniai dua orang putra yang begitu cakep. Vivi itu ibarat teratai di kolam berlumpur. Saya hanya melihat sisi kotornya tidak tidak melihat sisi indahnya. Betapa bodohnya saya. Saat ini saya tidak mempunyai siapapun dan apapun. Roda kehidupan terus berputar.. berputar.. berputar.. kadang di kita atas kadang di bawah.
TAMAT