Bulan Agustus tahun lalu, saya mendapat seorang klien yang sangat unik dan saking uniknya, sampai-sampai saya harus membeli beberapa tablet aspirin untuk menghilangkan stress yang diakibatkan oleh si klienku itu. Namanya adalah Hermanto berumur 30 tahun, brewokan, berkulit sawo matang, atletis (68 kg), cukup tampan, tapi.. karena sifatnya sangat-sangat-sangat pemalu. Dia bahkan tidak mampu berbicara empat mata dengan orang asing yang kebetulan itu adalah saya. Dia cuma bisa diam, tertunduk dan menggerak-gerakkan kakinya seperti anak umur 10 tahun saja.
Mungkin anda bertanya-tanya apa latar belakang saya. Saya seorang mucikari yang mungkin punya selusin nama samaran (biar aman). Sudah 2 tahun saya menggeluti profesi ini karena sebuah 'peristiwa' yang tidak saya harapkan. Saya punya teman sekantor di tempat kerja saya dulu di salah satu BUMN di pulau Sumatra, namanya Chandra. Dia satu angkatan denganku dan kami sering main tenis bersama. Suatu hari, saya memergokinya sedang ngobrol dengan beberapa pria yang aneh dan tidak pernah aku lihat sebelumnya. Mereka berbicara masalah yang tidak sesuai dengan tempatnya (saat itu di tempat parkir), mereka membicarakan sesuatu yang ada hubungannya dengan seks, pelacuran, perantara, penginapan, bayaran dan lain-lain. Saat itu aku masih belum mengerti, tetapi kemudian aku tanya langsung pada orangnya, akhirnya dia mengaku dan memintaku untuk merahasiakannya.
Sejak saat itu aku tertarik dengan dunia pelacuran, prediksi labanya sangatlah menggiurkan. Kemudian saya mulai mencobanya dengan mengurusi pasien pertama yang dipromosikan oleh Chandra sendiri. Nama klien pertamaku itu adalah Eko berumur 24 tahun, dia gay tulen, merokok dan bertato di dadanya (kalau tidak salah di pantatnya juga sih). Dia juga berduit dan ingin menyewa gigolo yang berkualitas. Lalu aku mendapatkan pria yang dia harapkan, saat itu aku seperti seorang wedding planner saja, ia memintaku menguruskan penginapan, makan malam, musik romantis, bahkan memesan kelambu segala (katanya biar lebih intim). Wah-wah-wah, pekerjaan ini tidak sembarangan juga rupanya (walaupun tidak serumit insinyur atau wanita yang sedang berdandan). Terkadang saya harus memastikan mood si pasien dan si pria panggilannya. Saya juga harus mempertimbangkan segi psikologis mereka agar tidak bermasalah dengan pasangan masing-masing, dan juga tidak kalah pentingnya sisi ketertarikan dengan sesama jenis, hobi, kegemaran, dan sebagainya.
Setelah pengalaman pertamaku menjadi seorang mucikari amatiran, saya mulai berani mencari nama samaran. Nama samaranku yang pertama adalah sebuah nama dari inisialku sendiri (HFT), yaitu Hafid. Setelah itu aku mulai mengurusi dan mencari sendiri klienku dengan membuka sebuah kantor underground. Pekerjaanku dimulai dari seorang dokter yang tampannya bukan main tapi dia ingin mencari gigolo yang bersenjata besar agar anusnya bisa robek sekalian. Hanya memakan waktu sehari, saya sudah memenuhi permintaannya. Dan sudah tentu, ia segera memberiku amplop coklat (tip) yang isinya uang yang lumayan banyak untuk pemula seperti saya. Lalu namaku mulai agak dikenal dikalangan gay tajir saat itu. Sekitar dua sampai tiga pasien aku tangani dalam setiap satu minggunya.
Nah, setelah beberapa klienku sudah kupenuhi permintaannya (dan itu berjalan selama 2 tahun belakangan ini), saya akhirnya dipertemukan dengan Hermanto yang menyusahkan itu. Dia datang sendiri ke kantorku yang sifatnya rahasia, lalu ia menjelaskan masalahnya, latar belakangnya dan keinginannya mencari teman kencan. Waktu itu kami memakan waktu hampir setengah hari hanya untuk menanyainya beberapa pertanyaan saja. Hermanto betul-betul gugup saat kutanyai, dia terus mengusapkan sapu tangan ke jidatnya setiap 30 detik saat saya menanyaikan masalah permintaannya Aku jadi ikut-ikutan bego' karena seperti menanyai anak kecil (seperti anak-anak yang baru masuk sekolah). Akhirnya, menjelang malam, semua hal yang ia ingin sampaikan sudah saya terima, tinggal menentukan harinya saja. Ternyata dia cuma ingin bermain dengan pria mana saja yang mau bermain dengannya, asalkan bayarannya tidak kelewatan. Aku pikir dengan usianya yang sudah matang dan mapan itu, dia bisa dengan mudah mendapatkan pacar. Sayangnya, dia terlalu penakut untuk mengajak berkenalan dengan orang lain. Katanya waktu kecil dulu dia dipingit habis (kok cowok dipingit sih), ^o^ Kasian banget yah?
Akhirnya, aku rela menangani permintaannya walau dengan bayaran yang ia tawarkan (sangat rendah karena dia orang kere). Setelah mendapatkan seorang gigolo bernama Brian yang lagi nganggur sebulan, segera kutentukan hari nge-date mereka. Kusuruh si pria panggilan menunggu di Hard Rock cafe, dan nanti si pelanggan datang tepat dengan jam perjanjian (pukul 9 malam). Kemudian sekitar jam 9.30, si Brian menghubungiku.
"Mana orangnya? Kenapa batang hidungnya nggak muncul-muncul juga? Gua bete nih nungguin, gimana sih."
Kemudian, saya memastikan kebenarannya dengan mendatangi rumah si Hermanto. Eh.. dia malah duduk di sofa dan nonton film India (tapi pakaiannya sudah rapi, sepertinya dia sudah siap berangkat).
"Lho-lho-lho.. ayolah kawan, kamu sudah siap bukan?" Kataku padanya.
"Tidak jadi ah, batalin aja.. aku takut ke tempat begituan."
Ketepuk telapak kananku ke depan jidat dan berseru, "Ya ampun!"
Sempat sebelum pergi kami main tarik-tarikan seperti menyuruh seorang bocah untuk pergi mandi. Lalu akhirnya dia mengalah juga dan segera berangkat dengan motor vespanya ke tempat perjanjian. Khawatir akan terjadi sesuatu lagi, kususul si Hermanto sampai ke cafe. Sempat kulihat mereka saling berjabat tangan (seperti biasa, Hermanto tertuntuk terus), lalu Brian memilih untuk ngobrol sedikit agar lebih akrab. Sebenarnya aku sudah memberitahukan Brian sebelumnya kalau pasien yang satu ini agak lain dari biasanya., jadi dia mencoba melakukan pendekatan dulu supaya rasa canggung si Hermanto bisa dikikis sedikit.
Aku tidak tahu apa pembicaraan mereka, yang jelasnya si Hermanto sangat pendiam dan Brian hampir berbusa mulutnya karena bicara terus-terusan. Saya yang duduk kira-kira berselisih tiga meja dari tempat mereka hanya bisa melihat tindak-tanduk Hermanto yang selalu kikuk dalam setiap situasi. Kupikir semuanya akan berjalan baik-baik saja dan aku bisa menikmati irama musik R&B yang dilantunkan di ruangan itu. Tapi tanpa sepengetahuanku ternyata Hermanto sekarang malah duduk di depanku.
"Mas, perjanjiannya saya batalkan." Katanya dengan suara pelan.
"Apa?! Apa maksudmu..?"
"Tidak Mas, saya akan tetap membayar Mas. Tapi.. saya tidak mau meneruskan ini."
"Lalu.. lalu..?"
"Orang itu.., dia tetap akan kubayar sesuai harga yang Mas berikan."
Kemudian saya hanya bisa merebahkan badanku ke sandaran kursi dan meneguk minumanku sampai habis. Beberapa saat kami berdua tidak berkata apa-apa (saat itu perutku mual). Tiba-tiba dia malah pamit pulang.
"Mas, sudah larut, saya pergi dulu.. terima kasih atas waktunya." Katanya sambil mengulurkan tangan.
"Kita pulang sama-sama, saya juga ada perlu di rumahmu, jaketku ketinggalan."
Hermanto mengantarku sampai ke rumahnya. Saat masuk ke ruang tamu, kulihat jaketku ada di atas meja. Saya meraihnya dan duduk sejenak di sofa melepas lelah.
"Minum dulu Mas." Sahutnya dari dalam dapur.
"nggak usah repot, sebentar juga saya mau pulang."
Tapi tahu-tahunya dia sudah membawa nampan dimana terdapat secangkir kopi yang hangat. Kami ngobrol sedikit tentang pekerjaannya sampai ia malah bercerita pengalaman seksnya sendiri. Selama ini dia hanya bisa menikmati onani saja, sesekali ia bermain dengan bantal guling sambil menonton film blue. Bahkan dia sering meminum air maninya sendiri atau malah menusuk-nusukkan jarinya ke dalam lubang analnya. Pernah dia juga menusukkan ujung botol ke dalam anusnya, pernah pula tempat deodoran, pensil, pulpen (waduh, jangan-jangan mikrofon juga), pokoknya apapun yang menyerupai penis. Mendengar ceritanya aku jadi tambah kasian, terlebih lagi wajahnya saat itu terlihat manis sekali bercerita dengan semangatnya.
Entah dari mana perasaan terangsang itu datang. Saat itu, aku baru bisa memperhatikan dengan jelas wajah si Hermanto ini. Ternyata bibirnya sangat seksi, wajahnya juga sangat maskulin dihiasi janggut yang tidak terurus, tambah lagi kharismanya yang terlihat kebapakan. Aku jadi nafsu sesaat kemudian, lalu akhirnya pandangan kami beradu. Sudah pasti ia tertunduk saat sadar aku ada maksud padanya. Aku beranjak dan mendekatinya karena berpikir kalau dia adalah sosok yang tidak reaktif. Di sofa yang sama, kami duduk bersebelahan. Lalu kuraba tangannya yang berbulu, terus naik sampai menyentuh lehernya. Dia gemetaran dan menutup matanya. Aku jadi semakin bernafsu melihat gelagat malu-malunya. Segera kupegang pipinya dan langsung mendaratkan ciuman birahi ke bibirnya dengan ganas. Dia tetap menutup mata sampai akhirnya dia mulai membalas tindakanku. Dia segera melingkarkan tangannya ke perutku dan membalas ciumanku dengan ciumannya yang malah lebih ganas. Tiba-tiba saja dia berubah menjadi singa jantan yang melumat mulutku dengan buasnya. Dijilatnya tiap sudut wajahku, leherku, telingaku dan seringkali dia meremas pantatku dengan kencang. Aku benar-benar dimabuk kepayang, aku dijadikannya seorang istri semalam saat itu.
Dia membuka kemeja sport-nya dan memeloroti celananya di depan mataku. Aku sudah tidak tahan lagi ingin diraba-raba tetapi harus sabar menunggu sang pangeran. Wow! bukan main seksinya si Hermanto ini bila sedang bugil, dia tipe bear dengan bulu lebat di dadanya yang bidang, di ketiaknya, di seluruh kaki dan tangannya apalagi di selangkangnya, membuat seluruh darahku mengalir naik ke otak. Dia berdiri dengan gagahnya di depanku, sedangkan aku duduk sambil mengisap jari telunjukku di depannya. Dia berdesah keras sembari melanjutkan ciumannya ke mulutku. Kesempatan emas ini tak akan kulewatkan, kuelus seluruh permukaan tubuhnya yang penuh bulu sambil ia melepas kancing kemejaku. Akhirnya dalam sekejap, kami berdua sudah telanjang bulat.
Hermanto kemudian menjilati dadaku, menggigiti putingku, dan terus menggesek-gesekkan penisnya dengan penisku.
"Ohh.. ohh.. shit.. shit.. terus sayang! Enaak.. ohh.." Erangku menahan rasa nikmat.
Lalu Hermanto memintaku untuk melanjutkannya di kamar tidur biar lebih enak. Ia membopongku sambil terus saling menjilat, bertukar liur dan saling meraba. Setelah masuk di kamar, dia menurunkanku secara perlahan di atas ranjang. Kami masih terus saling mencumbu.
Selang beberapa menit ia menciumku sambil berkata "Sayang, mau nggak kamu masukin kontol kamu ke pantatku? Mau ya sayang?"
Belum sempat kujawab pertanyaannya, ia memberikan sensasi kenikmatan lain dan lebih hebat lagi padaku. Ia membalikkan posisinya dan mengisap penisku. Penis miliknya yang sangat lebat bulunya segera kulahap dan kemainkan lidahku di lubang kencingnya. Kedua tanganku meremas pantatnya dan mencari-cari lubang pantatnya.
"Aahh.. aahh.. aahh.. aku mau keluar nih Mas.. aahh!"
Sedetik setelah ia berhenti berbicara, cairan kental dan hangat telah ia semprotkan ke dalam mulutku. Aku hampir tersedak karena sperma yang ia keluarkan sangat banyak. Kemudian untuk kedua kalinya ia memintaku untuk menusukkan kontolku ke dalam anusnya, kali ini ia meminta sambil menciumi leherku.
"Mas, tusuk pantatku dong, cepetan.." Pintanya manja.
Setelah itu, air maninya kugunakan untuk melumuri penisku. Ia juga membantuku melumuri penisku dengan memakai lidahnya. Kemudian ia mulai tidak sabaran, ia terus memaksaku agar segera melakukannya. Lalu dia mengambil posisi membelakangiku, ashhole-nya terlihat sangat hot dan langsung kujilati karena terangsang.
"Aaahh.. aahh.. enak Mas, terus.. terus Mas.."
Kutusukkan jariku yang bergetah karena air mani ke dalam lubang analnya. Hampir keempat jariku dengan mudahnya masuk menembus pantatnya. Kontolku yang mulai berdenyut-denyut sudah tidak bisa ditahan lagi, lubang pantatnya segera kusodok dan masuk dengan mudahnya. Ooohh.., guratan uratku mulai timbul, kenikmatan tiada tara ini bisa kembali kurasakan setelah dua tahun tidak bersenggama dengan seorang pria lagi. Aku memberikan permainan terbaikku pada si Hermanto, dia tampak sangat menikmati tiap detik keintiman kami. Erangannya selalu menampakkan hasratnya yang begitu besar dalam melakukan hubungan seksual.
Sebelum ejakulasi, ia memintaku mengeluarkan spermaku di dalam kulumannya. Kulaksanakan perintahnya dan dengan rakusnya ia kembali mengisap penisku untuk menunggu cairan lezat yang sangat ia suka. Croot.. croot.. croot.. spermaku ditelannya tanpa sisa. Kemudian, dia kembali menciumiku dengan lembut sambil meremas-remas rambutku. Aku agak capai karena terlalu bersemangat bermain. Ternyata ia masih ingin meneruskan permainan, ia mulai menjilati bagian ketiakku, lalu bergerak turun hingga ke bongkahan pantatku.
Baru pertama kali ini aku begitu dimanjakan, dia melumuri badanku dengan minyak telon. Seluruh permukaan tubuhku dan tubuhnya mengkilat dan licin. Sensasi sentuhan kulit kami setelah diberi pelicin makin terasa nikmat. Aku mulai terangsang oleh setiap gesekan tubuhnya yang berbulu, geli dan membangunkan nafsuku kembali. Kami saling berciuman sambil bergulat ingin menempelkan setiap sudut dan setiap otot-otot di tubuh kami agar bisa bersentuhan, bergesekan dan memberi gairah kasih sayang yang begitu sensual.
*****
Permainan ini terus berlanjut hingga hari hampir menjelang subuh. Kami tidak henti-hentinya berciuman, saling menjilati, dan saling memberi kehangatan.
"Itu kehidupanmu Hermanto." Kataku saat menggigiti daun telinganya.
"Aku yang memilihnya Mas, hidupku penuh dengan ambisi seksualitas yang tinggi. Menurutmu itu gaya hidup? Apa aku akan kesepian?" Tanyanya saat memandangku dengan mesra.
"Aku rasa tidak." Jawabku singkat.
Tamat
Mungkin anda bertanya-tanya apa latar belakang saya. Saya seorang mucikari yang mungkin punya selusin nama samaran (biar aman). Sudah 2 tahun saya menggeluti profesi ini karena sebuah 'peristiwa' yang tidak saya harapkan. Saya punya teman sekantor di tempat kerja saya dulu di salah satu BUMN di pulau Sumatra, namanya Chandra. Dia satu angkatan denganku dan kami sering main tenis bersama. Suatu hari, saya memergokinya sedang ngobrol dengan beberapa pria yang aneh dan tidak pernah aku lihat sebelumnya. Mereka berbicara masalah yang tidak sesuai dengan tempatnya (saat itu di tempat parkir), mereka membicarakan sesuatu yang ada hubungannya dengan seks, pelacuran, perantara, penginapan, bayaran dan lain-lain. Saat itu aku masih belum mengerti, tetapi kemudian aku tanya langsung pada orangnya, akhirnya dia mengaku dan memintaku untuk merahasiakannya.
Sejak saat itu aku tertarik dengan dunia pelacuran, prediksi labanya sangatlah menggiurkan. Kemudian saya mulai mencobanya dengan mengurusi pasien pertama yang dipromosikan oleh Chandra sendiri. Nama klien pertamaku itu adalah Eko berumur 24 tahun, dia gay tulen, merokok dan bertato di dadanya (kalau tidak salah di pantatnya juga sih). Dia juga berduit dan ingin menyewa gigolo yang berkualitas. Lalu aku mendapatkan pria yang dia harapkan, saat itu aku seperti seorang wedding planner saja, ia memintaku menguruskan penginapan, makan malam, musik romantis, bahkan memesan kelambu segala (katanya biar lebih intim). Wah-wah-wah, pekerjaan ini tidak sembarangan juga rupanya (walaupun tidak serumit insinyur atau wanita yang sedang berdandan). Terkadang saya harus memastikan mood si pasien dan si pria panggilannya. Saya juga harus mempertimbangkan segi psikologis mereka agar tidak bermasalah dengan pasangan masing-masing, dan juga tidak kalah pentingnya sisi ketertarikan dengan sesama jenis, hobi, kegemaran, dan sebagainya.
Setelah pengalaman pertamaku menjadi seorang mucikari amatiran, saya mulai berani mencari nama samaran. Nama samaranku yang pertama adalah sebuah nama dari inisialku sendiri (HFT), yaitu Hafid. Setelah itu aku mulai mengurusi dan mencari sendiri klienku dengan membuka sebuah kantor underground. Pekerjaanku dimulai dari seorang dokter yang tampannya bukan main tapi dia ingin mencari gigolo yang bersenjata besar agar anusnya bisa robek sekalian. Hanya memakan waktu sehari, saya sudah memenuhi permintaannya. Dan sudah tentu, ia segera memberiku amplop coklat (tip) yang isinya uang yang lumayan banyak untuk pemula seperti saya. Lalu namaku mulai agak dikenal dikalangan gay tajir saat itu. Sekitar dua sampai tiga pasien aku tangani dalam setiap satu minggunya.
Nah, setelah beberapa klienku sudah kupenuhi permintaannya (dan itu berjalan selama 2 tahun belakangan ini), saya akhirnya dipertemukan dengan Hermanto yang menyusahkan itu. Dia datang sendiri ke kantorku yang sifatnya rahasia, lalu ia menjelaskan masalahnya, latar belakangnya dan keinginannya mencari teman kencan. Waktu itu kami memakan waktu hampir setengah hari hanya untuk menanyainya beberapa pertanyaan saja. Hermanto betul-betul gugup saat kutanyai, dia terus mengusapkan sapu tangan ke jidatnya setiap 30 detik saat saya menanyaikan masalah permintaannya Aku jadi ikut-ikutan bego' karena seperti menanyai anak kecil (seperti anak-anak yang baru masuk sekolah). Akhirnya, menjelang malam, semua hal yang ia ingin sampaikan sudah saya terima, tinggal menentukan harinya saja. Ternyata dia cuma ingin bermain dengan pria mana saja yang mau bermain dengannya, asalkan bayarannya tidak kelewatan. Aku pikir dengan usianya yang sudah matang dan mapan itu, dia bisa dengan mudah mendapatkan pacar. Sayangnya, dia terlalu penakut untuk mengajak berkenalan dengan orang lain. Katanya waktu kecil dulu dia dipingit habis (kok cowok dipingit sih), ^o^ Kasian banget yah?
Akhirnya, aku rela menangani permintaannya walau dengan bayaran yang ia tawarkan (sangat rendah karena dia orang kere). Setelah mendapatkan seorang gigolo bernama Brian yang lagi nganggur sebulan, segera kutentukan hari nge-date mereka. Kusuruh si pria panggilan menunggu di Hard Rock cafe, dan nanti si pelanggan datang tepat dengan jam perjanjian (pukul 9 malam). Kemudian sekitar jam 9.30, si Brian menghubungiku.
"Mana orangnya? Kenapa batang hidungnya nggak muncul-muncul juga? Gua bete nih nungguin, gimana sih."
Kemudian, saya memastikan kebenarannya dengan mendatangi rumah si Hermanto. Eh.. dia malah duduk di sofa dan nonton film India (tapi pakaiannya sudah rapi, sepertinya dia sudah siap berangkat).
"Lho-lho-lho.. ayolah kawan, kamu sudah siap bukan?" Kataku padanya.
"Tidak jadi ah, batalin aja.. aku takut ke tempat begituan."
Ketepuk telapak kananku ke depan jidat dan berseru, "Ya ampun!"
Sempat sebelum pergi kami main tarik-tarikan seperti menyuruh seorang bocah untuk pergi mandi. Lalu akhirnya dia mengalah juga dan segera berangkat dengan motor vespanya ke tempat perjanjian. Khawatir akan terjadi sesuatu lagi, kususul si Hermanto sampai ke cafe. Sempat kulihat mereka saling berjabat tangan (seperti biasa, Hermanto tertuntuk terus), lalu Brian memilih untuk ngobrol sedikit agar lebih akrab. Sebenarnya aku sudah memberitahukan Brian sebelumnya kalau pasien yang satu ini agak lain dari biasanya., jadi dia mencoba melakukan pendekatan dulu supaya rasa canggung si Hermanto bisa dikikis sedikit.
Aku tidak tahu apa pembicaraan mereka, yang jelasnya si Hermanto sangat pendiam dan Brian hampir berbusa mulutnya karena bicara terus-terusan. Saya yang duduk kira-kira berselisih tiga meja dari tempat mereka hanya bisa melihat tindak-tanduk Hermanto yang selalu kikuk dalam setiap situasi. Kupikir semuanya akan berjalan baik-baik saja dan aku bisa menikmati irama musik R&B yang dilantunkan di ruangan itu. Tapi tanpa sepengetahuanku ternyata Hermanto sekarang malah duduk di depanku.
"Mas, perjanjiannya saya batalkan." Katanya dengan suara pelan.
"Apa?! Apa maksudmu..?"
"Tidak Mas, saya akan tetap membayar Mas. Tapi.. saya tidak mau meneruskan ini."
"Lalu.. lalu..?"
"Orang itu.., dia tetap akan kubayar sesuai harga yang Mas berikan."
Kemudian saya hanya bisa merebahkan badanku ke sandaran kursi dan meneguk minumanku sampai habis. Beberapa saat kami berdua tidak berkata apa-apa (saat itu perutku mual). Tiba-tiba dia malah pamit pulang.
"Mas, sudah larut, saya pergi dulu.. terima kasih atas waktunya." Katanya sambil mengulurkan tangan.
"Kita pulang sama-sama, saya juga ada perlu di rumahmu, jaketku ketinggalan."
Hermanto mengantarku sampai ke rumahnya. Saat masuk ke ruang tamu, kulihat jaketku ada di atas meja. Saya meraihnya dan duduk sejenak di sofa melepas lelah.
"Minum dulu Mas." Sahutnya dari dalam dapur.
"nggak usah repot, sebentar juga saya mau pulang."
Tapi tahu-tahunya dia sudah membawa nampan dimana terdapat secangkir kopi yang hangat. Kami ngobrol sedikit tentang pekerjaannya sampai ia malah bercerita pengalaman seksnya sendiri. Selama ini dia hanya bisa menikmati onani saja, sesekali ia bermain dengan bantal guling sambil menonton film blue. Bahkan dia sering meminum air maninya sendiri atau malah menusuk-nusukkan jarinya ke dalam lubang analnya. Pernah dia juga menusukkan ujung botol ke dalam anusnya, pernah pula tempat deodoran, pensil, pulpen (waduh, jangan-jangan mikrofon juga), pokoknya apapun yang menyerupai penis. Mendengar ceritanya aku jadi tambah kasian, terlebih lagi wajahnya saat itu terlihat manis sekali bercerita dengan semangatnya.
Entah dari mana perasaan terangsang itu datang. Saat itu, aku baru bisa memperhatikan dengan jelas wajah si Hermanto ini. Ternyata bibirnya sangat seksi, wajahnya juga sangat maskulin dihiasi janggut yang tidak terurus, tambah lagi kharismanya yang terlihat kebapakan. Aku jadi nafsu sesaat kemudian, lalu akhirnya pandangan kami beradu. Sudah pasti ia tertunduk saat sadar aku ada maksud padanya. Aku beranjak dan mendekatinya karena berpikir kalau dia adalah sosok yang tidak reaktif. Di sofa yang sama, kami duduk bersebelahan. Lalu kuraba tangannya yang berbulu, terus naik sampai menyentuh lehernya. Dia gemetaran dan menutup matanya. Aku jadi semakin bernafsu melihat gelagat malu-malunya. Segera kupegang pipinya dan langsung mendaratkan ciuman birahi ke bibirnya dengan ganas. Dia tetap menutup mata sampai akhirnya dia mulai membalas tindakanku. Dia segera melingkarkan tangannya ke perutku dan membalas ciumanku dengan ciumannya yang malah lebih ganas. Tiba-tiba saja dia berubah menjadi singa jantan yang melumat mulutku dengan buasnya. Dijilatnya tiap sudut wajahku, leherku, telingaku dan seringkali dia meremas pantatku dengan kencang. Aku benar-benar dimabuk kepayang, aku dijadikannya seorang istri semalam saat itu.
Dia membuka kemeja sport-nya dan memeloroti celananya di depan mataku. Aku sudah tidak tahan lagi ingin diraba-raba tetapi harus sabar menunggu sang pangeran. Wow! bukan main seksinya si Hermanto ini bila sedang bugil, dia tipe bear dengan bulu lebat di dadanya yang bidang, di ketiaknya, di seluruh kaki dan tangannya apalagi di selangkangnya, membuat seluruh darahku mengalir naik ke otak. Dia berdiri dengan gagahnya di depanku, sedangkan aku duduk sambil mengisap jari telunjukku di depannya. Dia berdesah keras sembari melanjutkan ciumannya ke mulutku. Kesempatan emas ini tak akan kulewatkan, kuelus seluruh permukaan tubuhnya yang penuh bulu sambil ia melepas kancing kemejaku. Akhirnya dalam sekejap, kami berdua sudah telanjang bulat.
Hermanto kemudian menjilati dadaku, menggigiti putingku, dan terus menggesek-gesekkan penisnya dengan penisku.
"Ohh.. ohh.. shit.. shit.. terus sayang! Enaak.. ohh.." Erangku menahan rasa nikmat.
Lalu Hermanto memintaku untuk melanjutkannya di kamar tidur biar lebih enak. Ia membopongku sambil terus saling menjilat, bertukar liur dan saling meraba. Setelah masuk di kamar, dia menurunkanku secara perlahan di atas ranjang. Kami masih terus saling mencumbu.
Selang beberapa menit ia menciumku sambil berkata "Sayang, mau nggak kamu masukin kontol kamu ke pantatku? Mau ya sayang?"
Belum sempat kujawab pertanyaannya, ia memberikan sensasi kenikmatan lain dan lebih hebat lagi padaku. Ia membalikkan posisinya dan mengisap penisku. Penis miliknya yang sangat lebat bulunya segera kulahap dan kemainkan lidahku di lubang kencingnya. Kedua tanganku meremas pantatnya dan mencari-cari lubang pantatnya.
"Aahh.. aahh.. aahh.. aku mau keluar nih Mas.. aahh!"
Sedetik setelah ia berhenti berbicara, cairan kental dan hangat telah ia semprotkan ke dalam mulutku. Aku hampir tersedak karena sperma yang ia keluarkan sangat banyak. Kemudian untuk kedua kalinya ia memintaku untuk menusukkan kontolku ke dalam anusnya, kali ini ia meminta sambil menciumi leherku.
"Mas, tusuk pantatku dong, cepetan.." Pintanya manja.
Setelah itu, air maninya kugunakan untuk melumuri penisku. Ia juga membantuku melumuri penisku dengan memakai lidahnya. Kemudian ia mulai tidak sabaran, ia terus memaksaku agar segera melakukannya. Lalu dia mengambil posisi membelakangiku, ashhole-nya terlihat sangat hot dan langsung kujilati karena terangsang.
"Aaahh.. aahh.. enak Mas, terus.. terus Mas.."
Kutusukkan jariku yang bergetah karena air mani ke dalam lubang analnya. Hampir keempat jariku dengan mudahnya masuk menembus pantatnya. Kontolku yang mulai berdenyut-denyut sudah tidak bisa ditahan lagi, lubang pantatnya segera kusodok dan masuk dengan mudahnya. Ooohh.., guratan uratku mulai timbul, kenikmatan tiada tara ini bisa kembali kurasakan setelah dua tahun tidak bersenggama dengan seorang pria lagi. Aku memberikan permainan terbaikku pada si Hermanto, dia tampak sangat menikmati tiap detik keintiman kami. Erangannya selalu menampakkan hasratnya yang begitu besar dalam melakukan hubungan seksual.
Sebelum ejakulasi, ia memintaku mengeluarkan spermaku di dalam kulumannya. Kulaksanakan perintahnya dan dengan rakusnya ia kembali mengisap penisku untuk menunggu cairan lezat yang sangat ia suka. Croot.. croot.. croot.. spermaku ditelannya tanpa sisa. Kemudian, dia kembali menciumiku dengan lembut sambil meremas-remas rambutku. Aku agak capai karena terlalu bersemangat bermain. Ternyata ia masih ingin meneruskan permainan, ia mulai menjilati bagian ketiakku, lalu bergerak turun hingga ke bongkahan pantatku.
Baru pertama kali ini aku begitu dimanjakan, dia melumuri badanku dengan minyak telon. Seluruh permukaan tubuhku dan tubuhnya mengkilat dan licin. Sensasi sentuhan kulit kami setelah diberi pelicin makin terasa nikmat. Aku mulai terangsang oleh setiap gesekan tubuhnya yang berbulu, geli dan membangunkan nafsuku kembali. Kami saling berciuman sambil bergulat ingin menempelkan setiap sudut dan setiap otot-otot di tubuh kami agar bisa bersentuhan, bergesekan dan memberi gairah kasih sayang yang begitu sensual.
*****
Permainan ini terus berlanjut hingga hari hampir menjelang subuh. Kami tidak henti-hentinya berciuman, saling menjilati, dan saling memberi kehangatan.
"Itu kehidupanmu Hermanto." Kataku saat menggigiti daun telinganya.
"Aku yang memilihnya Mas, hidupku penuh dengan ambisi seksualitas yang tinggi. Menurutmu itu gaya hidup? Apa aku akan kesepian?" Tanyanya saat memandangku dengan mesra.
"Aku rasa tidak." Jawabku singkat.
Tamat