Pagi itu Daissy baru saja selesai mandi, ketika menerima telepon dari Erick, mantan cowoknya.
"Hallo Sayang, apa kabar?," demikian terdengar suara yang dulu pernah begitu familiar.
Karena sudah beberapa tahun tidak bertemu dengannya ada juga rasa penasaran di hati Daissy. Ingin tahu juga ia, apa kabar lelaki itu. Setelah saling bertukar informasi, tiba-tiba Erick bertanya,
"Katanya sebentar lagi mau kawin ya?"
Jawab Daissy singkat, "Iya," lalu sambungnya lagi, "Ini aku baru aja luluran, dalam rangka itu juga."
Setelah itu Daissy bertanya,
"Kenapa memangnya?"
Setelah terdiam sejenak Erick melanjutkan,
"Kamu masih ingat nggak kejadian di sofa di pavilion tempat tinggal saya."
Tertegun Daissy mendengar pertanyaannya. Pasti yang ia maksud saat-saat di mana mereka dulu masih berpacaran. Di sanalah Erick telah mengarahkan Daissy, dengan setengah memaksa, hingga akhrnya ia menjadi mahir melakukan seks oral. Terutama terhadap diri Erick.
"Kenapa?" Tanya Daissy dengan nada bercanda, "Sofanya rusak ya?"
Setelah terdiam sejenak Erick menerangkan,
"Bukan gitu, ternyata pernah ada yang motret kita berdua dalam pose yang rawan."
Seketika bulu kuduk Daissy terasa berdiri. Selanjutnya Erick menjelaskan lagi bahwa untungnya foto-foto itu berhasil ia dapatkan dan sampai sekarang masih disimpannya. Segera Daissy meminta waktu untuk bertemu dengan Erick, dan tentunya menuntut supaya ia menyerahkan foto-foto itu kepadanya. Masalah seperti ini tentunya bisa mengganggu masa depan rumah-tangganya. Akhirnya Erick setuju untuk menemui Daissy hari Sabtu yang akan datang. Dimintanya Daissy untuk menemuinya di Pavilion di sebelah rumah orang-tuanya.
Jerat Lelaki
Sesuai dengan janjinya, Daissy pun pergi ke tempatnya. Tepat pada jam yang telah kita sepakati ia telah mengetuk pintu pavilionnya. Erick sendiri yang membukakan pintu. Diciumnya pipi Daissy dan dipersilahkannya ia masuk. Erick minta maaf karena masih mengenakan bath-robe, berhubung ia baru saja selesai mandi. Tapi anehnya ia juga tidak segera mengenakan pakaian yang lebih pantas. Malah ia langsung ikut duduk menemani Daissy di atas sofa bersejarah, yang ternyata masih melengkapi ruang tamu pavilion tersebut.
Disajikannya segelas coca-cola untuk Daissy, lalu merekapun saling bertukar kabar tentang apa saja yang telah terjadi selama ini. Maklumlah tahunan juga mereka sudah berpisah. Nampaknya perasaan Daissy masih agak tergetar juga melihat mantan cowoknya tampil tampan dan macho seperti dulu. Mau tidak mau iapun teringat apa yang dulu pernah terjadi di sofa yang sekarang ini sedang mereka duduki. Terbayang kembali olehnya bagaimana dulu Erick menjilati kepunyaannya, lalu ia gantian mengemuti kepunyaannya. Mau tidak mau Daissy merasa celana dalamnya menjadi agak lembab.
Supaya tidak hanyut oleh keadaan, akhirnya Daissy menanyakan tentang foto-foto yang katanya masih ia simpan. Sambil tersenyum Erick meminta Daissy untuk duduk di sebelahnya. Tanpa rasa curiga Daissypun beranjak dan duduk di sebelahnya. Terlihat tangan Erick bergerak mengambil sebuah amplop dari bawah meja, lalu dikeluarkannya tiga buah foto berukuran agak besar. Terkejut Daissy melihatnya dan juga sedikit marah.
Di foto yang pertama tampak tubuh seorang wanita muda yang tidak lagi mengenakan baju atasnya, walaupun masih mengenakan celana jeansnya. Karena membelakangi kamera wajahnya tidak terlihat. Tapi terlihat ia sedang berlutut di depan seorang laki-laki yang duduk di atas sofa. Wajah laki-laki itupun tidak terambil oleh kamera. Jelas dari posisinya bahwa wanita tersebut sedang melakukan sesuatu pada alat kejantanannya. Tanpa ragu Daissy tahu bahwa yang tampak di foto tersebut adalah Erick dan dirinya.
Pada foto yang kedua laki-laki dan wanita itu dipotret dari arah samping. Tubuh laki-laki itu hanya terlihat dari pinggang ke bawah. Daissy melihat dirinya dalam foto tersebut sedang berlutut di depan laki-laki tadi, yang tentunya adalah Erick, sedang memegang dan mengulum alat kejantanannya.
Lalu pada foto yang ketiga terlihat adegan yang lebih mengerikan lagi. Daissy tampak terbaring dengan mata setengah terpejam. Tangannya menggenggam kepunyaan Erick yang terlihat masih agak keras. Erick berada pada posisi sedang mengangkangi wajahnya, tapi hanya terlihat dari pinggang ke bawah. Tangannya memegang kepala Daissy dan kelihatannya baru saja memalingkan wajahnya ke arah kamera. Lebih mengagetkan lagi untuk Daissy karena pada pipi dan bibirnya tampak tetes-tetes cairan berwarna putih agak kental. Siapapun yang melihat foto ini akan berkesimpulan bahwa laki-laki itu baru saja melepas air maninya kedalam mulutnya.
Daissy merasa marah sekali kepada Erick. Jelas sekali bahwa foto-foto ini telah dibuat di luar sepengetahuannya. Erick hanya mengiyakan dan menjelaskan bahwa ketiga foto itu di ambil melalui lubang jendela oleh Emir. Kemarahan Daissy mulai menyurut sewaktu Erick mulai merayunya.
"Sayang, maafkan saya ya. Dulu saya berani melakukan ini semua supaya kamu mau kawin dengan saya. Tapi sebelum saya sempat bicara sama kamu ternyata kamu sudah berangkat ke luar negeri. Orang tua kamu nggak mau kasih tahu kamu ada di mana."
Memang semua yang dikatakannya itu benar. Daissy dulu meninggalkan dia karena rasa marah.
"Siapa yang mau kamu lamar, kan kamu pacaran lagi, malah setelah itu katanya kamu pernah ada affair sama adikku sendiri," demikian Daissy menanggapi dengan ketus.
"Iya memang saya yang salah, tapi sampai hari inipun saya masih menyayangi kamu."
"Tapi kalau mengenai affair sama Cynthia itu hanya issue kok," dengan nada sungguh-sungguh ia mencoba meyakinkan Daissy.
"Ya sudahlah, jangan kita perpanjang lagi, sekarang kamu sudah kawin, aku juga sebentar lagi mau kawin."
"Sekarang foto-fotonya aku bawa ya.." Daissy ingin cepat-cepat meninggalkan Erick, karena sejujurnya ternyata getar-getar perasaannya rupanya masih ada. Erick merangkul pundak Daissy ditatapnya matanya dengan pandangan yang aneh. Katanya,
"Hanya tinggal itu kenang-kenangan saya. Jadi gimana?" Tanya Daissy agak bingung.
"Kasih saya sesuatu sebagai penggantinya, saya ingin mengulangi apa yang dulu pernah kita lakukan."
Daissy terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. Apapun yang terjadi foto-foto ini harus ia dapatkan.
Cinta Terulang
Tiba-tiba ada rasa hangat di bibir Daissy, ternyata Erick telah menciumnya. Lalu sebelum Daissy sempat berontak untuk melepaskan diri, lelaki itu telah erat-erat merangkulnya. Perlawanan Daissy juga tidak berlangsung terlalu lama. Keinginan mengamankan foto-foto itu, pengaruh dari melihat adegan pada foto-foto tersebut, dan sisa perasaan Daissy terhadap Erick akhirnya mendorongnya untuk membalas ciuman Erick. Ketika tangan Erick menuntun tangan Daissy ke pangkal pahanya, Daissy merasa gairahnya mulai memuncak. Tangan Daissy menyusup memasuki celana dalam Erick, dan langsung memegang batang kejantanannya yang besar, keras, dan tegang itu. Begitu juga sewaktu tangan Erick menarik kepala Daissy ke arah kepunyaannya, dengan tanpa ragu Daissy merosot celana dalam Erick.
Kenangan dari masa lalu membuat Daissy seolah-olah lupa diri. Setidak-tidaknya begitulah pengakuannya. Daissy menciumi dan menjilati kepunyaan mantan cowoknya. Lalu seperti dulu dikulumnya ujung kepala kejantanan Erick. Bahkan dibiarkannya Erick mendorong kemaluannya masuk ke dalam mulutnya. Rongga mulut Daissy terasa penuh sesak, dan nafasnya tersengal-sengal.
Sementara Daissy sedang melakukan itu semua, Erick telah melepas bath-robenya, lalu mulai melepas baju atas Daissy. Tetapi Daissy menolak ketika Erick ingin melepas rok bawahannya. Lama juga mulut Daissy mencumbu alat kejantanan Erick, hingga akhirnya ia mulai mendekati titik klimaksnya.
"Yang, sayang, aku hampir nih, kamu siap ya!"
Daissy hanya bisa bergumam mengiyakan. Lalu Erick menelentangkan Daissy di sepanjang sofa maksiat itu, dan menempatkan barang kerasnya tepat di atas wajahnya. Rupanya ia ingin mengulangi adegan di foto yang baru saja Daissy lihat. Daissy memegang kepunyaan Erick lalu dikocok-kocoknya, sambil mulutnya mengemut-emut ujung kepalanya yang bulat keras. Rasanya aneh dan sekaligus menyenangkan. Ketika air mani kental menyembur dari alat kejantanan Erick Daissypun membiarkannya memenuhi mulutnya. Lalu diemutinya daging keras Erick, sambil menelan air siramannya.
Setelah dituntaskannya tugasnya beberapa tetes cairan dari kemaluan Erick kubiarkan jatuh di atas pipi dan bibirnya. Persis seperti dulu.
"Puas Rick?" Tanya Daissy kepadanya.
"Aduh Yang, ini yang selama ini aku kehilangan," lalu tanyanya, "boleh sering-sering nggak?" Sambil tersenyum Daissy menggelengkan kepalanya.
Kalah Menyerah
Sementara Daissy sedang membersihkan dirinya di kamar mandi, tiba-tiba Erick masuk dalam keadaan bugil. Dirangkulnya Daissy dan diremas-remasnya seluruh tubuhnya. Karena sedang membasuh diri otomatis Daissy berada dalam keadaan hampir sebugil dia.
Rupanya hal ini membangkitkan gairah Erick. Tanpa berkata apa-apa lagi, digelandangnya Daissy ke tempat tidur di ruangan dalam.
"Rick, kalau yang ini jangan dong," pinta Daissy dengan nada memelas. Dia menatap Daissy dan bertanya,
"Memangnya sampai sekarang belum pernah juga ya?"
Mengerti apa yang dimaksud, Daissy menjawabnya,
"Ya udah, tapi kan sebentar lagi aku kawin."
Dengan nada enteng Erick hanya menanggapi,
"Kalau belum sampai kawin, ya masih milik umum dong."
"Sialan si Erick," umpat Daissy dalam hatinya.
Didudukkannya Daissy di sisi ranjang dan disodorkannya alat kejantanannya kepadaku. Tanpa disuruh lagi langsung Daissy mengemut-emutnya, mulanya asal-asalan tapi lama-kelamaan dengan penuh gairah. Akibatnya dalam tempo singkat barang kepunyaan Erick sudah menjadi besar dan keras seperti sedia-kala. Ditelentangkannya Daissy di tempat tidur, lalu ia naik ke atasnya dan mulai memasukkan batang kerasnya ke dalam kemaluan Daissy. Tapi rupanya Erick ingin menggoda Daissy dulu. Ditahan-tahannya kemaluannya itu sehingga tidak sepenuhnya masuk, sambil digosok-gosoknya di bibir kepunyaan Daissy. Daissy merasa kegelian sekali. Karena tidak tahan akhir Daissy merangkul pantat Erick dan menekannya keras-keras ke bawah.
Erick tertawa, Daissy merintih. Erick mengerang, Daissy menjerit kecil. Erick mengganas, Daissy hanya mampu mendesah menyebut-nyebut namanya. Sempat terpikir oleh Daissy kalau tahu enaknya seperti ini mungkin sudah dari dulu akan diserahkannya semua untuk Erick. Pada puncak pengalaman di hari itu Erick melepas semburan air maninya ke dalam liang rahim Daissy. "Aduh Rick enak sekali," hampir Daissy melolong keras karena kenikmatan yang dirasakannya.
Setelah menikmati diri Daissy sikap Erick menjadi agak berubah. Tidak lagi semesra dan semanis sebelumnya. Tapi Daissy tidak mengacuhkannya. Karena setelah hari ini tentunya Daissy tidak punya rencana untuk bertemu lagi dengan dirinya. Sebelum meninggalkan pavilion Erick, dengan membawa foto-foto celaka itu, teringat oleh Daissy untuk meminta negatifnya.
"Waduh, masih ada sama si Emir tuh," jawab Erick dengan gaya seenaknya.
Daissy meminta Erick menelepon Emir, sementara ia duduk menantikan di sofa depan.
Samar-samar terdengar suara Erick sedang bercakap-cakap di telepon. Beberapa ucapannya membuat Daissy agak tersinggung. Terdengar oleh Daissy,
"Masih lu simpen nggak?"
"Iya, diminta tuh sama bintang filmnya.."
"Gue suruh ketemu sendiri ya.."
"Bisa tuh dipake.. Mau kok, gua udah dong.."
"Iyalah, semuanya dong.. Ya pinter-pinternya elu aja."
Daissy merasa dianggap murahan sekali. Tapi ya sudahlah semuanya memang salahku sendiri, demikian pikir Daissy. Erick memberi Daissy nomor telepon Emir. Ia tinggal di sebuah pavilion kecil di daerah Cawang. Segera Daissy meninggalkan Erick dengan 1001 rasa penyesalan, tapi sebetulnya bercampur rasa kepuasan juga.
Bersambung . . . .
"Hallo Sayang, apa kabar?," demikian terdengar suara yang dulu pernah begitu familiar.
Karena sudah beberapa tahun tidak bertemu dengannya ada juga rasa penasaran di hati Daissy. Ingin tahu juga ia, apa kabar lelaki itu. Setelah saling bertukar informasi, tiba-tiba Erick bertanya,
"Katanya sebentar lagi mau kawin ya?"
Jawab Daissy singkat, "Iya," lalu sambungnya lagi, "Ini aku baru aja luluran, dalam rangka itu juga."
Setelah itu Daissy bertanya,
"Kenapa memangnya?"
Setelah terdiam sejenak Erick melanjutkan,
"Kamu masih ingat nggak kejadian di sofa di pavilion tempat tinggal saya."
Tertegun Daissy mendengar pertanyaannya. Pasti yang ia maksud saat-saat di mana mereka dulu masih berpacaran. Di sanalah Erick telah mengarahkan Daissy, dengan setengah memaksa, hingga akhrnya ia menjadi mahir melakukan seks oral. Terutama terhadap diri Erick.
"Kenapa?" Tanya Daissy dengan nada bercanda, "Sofanya rusak ya?"
Setelah terdiam sejenak Erick menerangkan,
"Bukan gitu, ternyata pernah ada yang motret kita berdua dalam pose yang rawan."
Seketika bulu kuduk Daissy terasa berdiri. Selanjutnya Erick menjelaskan lagi bahwa untungnya foto-foto itu berhasil ia dapatkan dan sampai sekarang masih disimpannya. Segera Daissy meminta waktu untuk bertemu dengan Erick, dan tentunya menuntut supaya ia menyerahkan foto-foto itu kepadanya. Masalah seperti ini tentunya bisa mengganggu masa depan rumah-tangganya. Akhirnya Erick setuju untuk menemui Daissy hari Sabtu yang akan datang. Dimintanya Daissy untuk menemuinya di Pavilion di sebelah rumah orang-tuanya.
Jerat Lelaki
Sesuai dengan janjinya, Daissy pun pergi ke tempatnya. Tepat pada jam yang telah kita sepakati ia telah mengetuk pintu pavilionnya. Erick sendiri yang membukakan pintu. Diciumnya pipi Daissy dan dipersilahkannya ia masuk. Erick minta maaf karena masih mengenakan bath-robe, berhubung ia baru saja selesai mandi. Tapi anehnya ia juga tidak segera mengenakan pakaian yang lebih pantas. Malah ia langsung ikut duduk menemani Daissy di atas sofa bersejarah, yang ternyata masih melengkapi ruang tamu pavilion tersebut.
Disajikannya segelas coca-cola untuk Daissy, lalu merekapun saling bertukar kabar tentang apa saja yang telah terjadi selama ini. Maklumlah tahunan juga mereka sudah berpisah. Nampaknya perasaan Daissy masih agak tergetar juga melihat mantan cowoknya tampil tampan dan macho seperti dulu. Mau tidak mau iapun teringat apa yang dulu pernah terjadi di sofa yang sekarang ini sedang mereka duduki. Terbayang kembali olehnya bagaimana dulu Erick menjilati kepunyaannya, lalu ia gantian mengemuti kepunyaannya. Mau tidak mau Daissy merasa celana dalamnya menjadi agak lembab.
Supaya tidak hanyut oleh keadaan, akhirnya Daissy menanyakan tentang foto-foto yang katanya masih ia simpan. Sambil tersenyum Erick meminta Daissy untuk duduk di sebelahnya. Tanpa rasa curiga Daissypun beranjak dan duduk di sebelahnya. Terlihat tangan Erick bergerak mengambil sebuah amplop dari bawah meja, lalu dikeluarkannya tiga buah foto berukuran agak besar. Terkejut Daissy melihatnya dan juga sedikit marah.
Di foto yang pertama tampak tubuh seorang wanita muda yang tidak lagi mengenakan baju atasnya, walaupun masih mengenakan celana jeansnya. Karena membelakangi kamera wajahnya tidak terlihat. Tapi terlihat ia sedang berlutut di depan seorang laki-laki yang duduk di atas sofa. Wajah laki-laki itupun tidak terambil oleh kamera. Jelas dari posisinya bahwa wanita tersebut sedang melakukan sesuatu pada alat kejantanannya. Tanpa ragu Daissy tahu bahwa yang tampak di foto tersebut adalah Erick dan dirinya.
Pada foto yang kedua laki-laki dan wanita itu dipotret dari arah samping. Tubuh laki-laki itu hanya terlihat dari pinggang ke bawah. Daissy melihat dirinya dalam foto tersebut sedang berlutut di depan laki-laki tadi, yang tentunya adalah Erick, sedang memegang dan mengulum alat kejantanannya.
Lalu pada foto yang ketiga terlihat adegan yang lebih mengerikan lagi. Daissy tampak terbaring dengan mata setengah terpejam. Tangannya menggenggam kepunyaan Erick yang terlihat masih agak keras. Erick berada pada posisi sedang mengangkangi wajahnya, tapi hanya terlihat dari pinggang ke bawah. Tangannya memegang kepala Daissy dan kelihatannya baru saja memalingkan wajahnya ke arah kamera. Lebih mengagetkan lagi untuk Daissy karena pada pipi dan bibirnya tampak tetes-tetes cairan berwarna putih agak kental. Siapapun yang melihat foto ini akan berkesimpulan bahwa laki-laki itu baru saja melepas air maninya kedalam mulutnya.
Daissy merasa marah sekali kepada Erick. Jelas sekali bahwa foto-foto ini telah dibuat di luar sepengetahuannya. Erick hanya mengiyakan dan menjelaskan bahwa ketiga foto itu di ambil melalui lubang jendela oleh Emir. Kemarahan Daissy mulai menyurut sewaktu Erick mulai merayunya.
"Sayang, maafkan saya ya. Dulu saya berani melakukan ini semua supaya kamu mau kawin dengan saya. Tapi sebelum saya sempat bicara sama kamu ternyata kamu sudah berangkat ke luar negeri. Orang tua kamu nggak mau kasih tahu kamu ada di mana."
Memang semua yang dikatakannya itu benar. Daissy dulu meninggalkan dia karena rasa marah.
"Siapa yang mau kamu lamar, kan kamu pacaran lagi, malah setelah itu katanya kamu pernah ada affair sama adikku sendiri," demikian Daissy menanggapi dengan ketus.
"Iya memang saya yang salah, tapi sampai hari inipun saya masih menyayangi kamu."
"Tapi kalau mengenai affair sama Cynthia itu hanya issue kok," dengan nada sungguh-sungguh ia mencoba meyakinkan Daissy.
"Ya sudahlah, jangan kita perpanjang lagi, sekarang kamu sudah kawin, aku juga sebentar lagi mau kawin."
"Sekarang foto-fotonya aku bawa ya.." Daissy ingin cepat-cepat meninggalkan Erick, karena sejujurnya ternyata getar-getar perasaannya rupanya masih ada. Erick merangkul pundak Daissy ditatapnya matanya dengan pandangan yang aneh. Katanya,
"Hanya tinggal itu kenang-kenangan saya. Jadi gimana?" Tanya Daissy agak bingung.
"Kasih saya sesuatu sebagai penggantinya, saya ingin mengulangi apa yang dulu pernah kita lakukan."
Daissy terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. Apapun yang terjadi foto-foto ini harus ia dapatkan.
Cinta Terulang
Tiba-tiba ada rasa hangat di bibir Daissy, ternyata Erick telah menciumnya. Lalu sebelum Daissy sempat berontak untuk melepaskan diri, lelaki itu telah erat-erat merangkulnya. Perlawanan Daissy juga tidak berlangsung terlalu lama. Keinginan mengamankan foto-foto itu, pengaruh dari melihat adegan pada foto-foto tersebut, dan sisa perasaan Daissy terhadap Erick akhirnya mendorongnya untuk membalas ciuman Erick. Ketika tangan Erick menuntun tangan Daissy ke pangkal pahanya, Daissy merasa gairahnya mulai memuncak. Tangan Daissy menyusup memasuki celana dalam Erick, dan langsung memegang batang kejantanannya yang besar, keras, dan tegang itu. Begitu juga sewaktu tangan Erick menarik kepala Daissy ke arah kepunyaannya, dengan tanpa ragu Daissy merosot celana dalam Erick.
Kenangan dari masa lalu membuat Daissy seolah-olah lupa diri. Setidak-tidaknya begitulah pengakuannya. Daissy menciumi dan menjilati kepunyaan mantan cowoknya. Lalu seperti dulu dikulumnya ujung kepala kejantanan Erick. Bahkan dibiarkannya Erick mendorong kemaluannya masuk ke dalam mulutnya. Rongga mulut Daissy terasa penuh sesak, dan nafasnya tersengal-sengal.
Sementara Daissy sedang melakukan itu semua, Erick telah melepas bath-robenya, lalu mulai melepas baju atas Daissy. Tetapi Daissy menolak ketika Erick ingin melepas rok bawahannya. Lama juga mulut Daissy mencumbu alat kejantanan Erick, hingga akhirnya ia mulai mendekati titik klimaksnya.
"Yang, sayang, aku hampir nih, kamu siap ya!"
Daissy hanya bisa bergumam mengiyakan. Lalu Erick menelentangkan Daissy di sepanjang sofa maksiat itu, dan menempatkan barang kerasnya tepat di atas wajahnya. Rupanya ia ingin mengulangi adegan di foto yang baru saja Daissy lihat. Daissy memegang kepunyaan Erick lalu dikocok-kocoknya, sambil mulutnya mengemut-emut ujung kepalanya yang bulat keras. Rasanya aneh dan sekaligus menyenangkan. Ketika air mani kental menyembur dari alat kejantanan Erick Daissypun membiarkannya memenuhi mulutnya. Lalu diemutinya daging keras Erick, sambil menelan air siramannya.
Setelah dituntaskannya tugasnya beberapa tetes cairan dari kemaluan Erick kubiarkan jatuh di atas pipi dan bibirnya. Persis seperti dulu.
"Puas Rick?" Tanya Daissy kepadanya.
"Aduh Yang, ini yang selama ini aku kehilangan," lalu tanyanya, "boleh sering-sering nggak?" Sambil tersenyum Daissy menggelengkan kepalanya.
Kalah Menyerah
Sementara Daissy sedang membersihkan dirinya di kamar mandi, tiba-tiba Erick masuk dalam keadaan bugil. Dirangkulnya Daissy dan diremas-remasnya seluruh tubuhnya. Karena sedang membasuh diri otomatis Daissy berada dalam keadaan hampir sebugil dia.
Rupanya hal ini membangkitkan gairah Erick. Tanpa berkata apa-apa lagi, digelandangnya Daissy ke tempat tidur di ruangan dalam.
"Rick, kalau yang ini jangan dong," pinta Daissy dengan nada memelas. Dia menatap Daissy dan bertanya,
"Memangnya sampai sekarang belum pernah juga ya?"
Mengerti apa yang dimaksud, Daissy menjawabnya,
"Ya udah, tapi kan sebentar lagi aku kawin."
Dengan nada enteng Erick hanya menanggapi,
"Kalau belum sampai kawin, ya masih milik umum dong."
"Sialan si Erick," umpat Daissy dalam hatinya.
Didudukkannya Daissy di sisi ranjang dan disodorkannya alat kejantanannya kepadaku. Tanpa disuruh lagi langsung Daissy mengemut-emutnya, mulanya asal-asalan tapi lama-kelamaan dengan penuh gairah. Akibatnya dalam tempo singkat barang kepunyaan Erick sudah menjadi besar dan keras seperti sedia-kala. Ditelentangkannya Daissy di tempat tidur, lalu ia naik ke atasnya dan mulai memasukkan batang kerasnya ke dalam kemaluan Daissy. Tapi rupanya Erick ingin menggoda Daissy dulu. Ditahan-tahannya kemaluannya itu sehingga tidak sepenuhnya masuk, sambil digosok-gosoknya di bibir kepunyaan Daissy. Daissy merasa kegelian sekali. Karena tidak tahan akhir Daissy merangkul pantat Erick dan menekannya keras-keras ke bawah.
Erick tertawa, Daissy merintih. Erick mengerang, Daissy menjerit kecil. Erick mengganas, Daissy hanya mampu mendesah menyebut-nyebut namanya. Sempat terpikir oleh Daissy kalau tahu enaknya seperti ini mungkin sudah dari dulu akan diserahkannya semua untuk Erick. Pada puncak pengalaman di hari itu Erick melepas semburan air maninya ke dalam liang rahim Daissy. "Aduh Rick enak sekali," hampir Daissy melolong keras karena kenikmatan yang dirasakannya.
Setelah menikmati diri Daissy sikap Erick menjadi agak berubah. Tidak lagi semesra dan semanis sebelumnya. Tapi Daissy tidak mengacuhkannya. Karena setelah hari ini tentunya Daissy tidak punya rencana untuk bertemu lagi dengan dirinya. Sebelum meninggalkan pavilion Erick, dengan membawa foto-foto celaka itu, teringat oleh Daissy untuk meminta negatifnya.
"Waduh, masih ada sama si Emir tuh," jawab Erick dengan gaya seenaknya.
Daissy meminta Erick menelepon Emir, sementara ia duduk menantikan di sofa depan.
Samar-samar terdengar suara Erick sedang bercakap-cakap di telepon. Beberapa ucapannya membuat Daissy agak tersinggung. Terdengar oleh Daissy,
"Masih lu simpen nggak?"
"Iya, diminta tuh sama bintang filmnya.."
"Gue suruh ketemu sendiri ya.."
"Bisa tuh dipake.. Mau kok, gua udah dong.."
"Iyalah, semuanya dong.. Ya pinter-pinternya elu aja."
Daissy merasa dianggap murahan sekali. Tapi ya sudahlah semuanya memang salahku sendiri, demikian pikir Daissy. Erick memberi Daissy nomor telepon Emir. Ia tinggal di sebuah pavilion kecil di daerah Cawang. Segera Daissy meninggalkan Erick dengan 1001 rasa penyesalan, tapi sebetulnya bercampur rasa kepuasan juga.
Bersambung . . . .