"LAGI-LAGI KAU, AMELIEEEE...!" teriak seorang guru cantik dengan rambut hitamnya yang indah tergerai. Walau begitu, kekesalan nampak sekali di wajahnya hingga keningnya mengerut. Sedangkan seorang gadis di depannya, yaitu muridnya hanya menatapnya malas sambil berpura-pura mengorek kuping.
"Sudahlah, biasa saja teriaknya, Bu." jawab gadis itu cuek, lalu mundur perlahan hingga dia duduk dengan santainya. Membuat darah Yohana, sang guru, semakin terasa mendidih.
"Kau, uuukh..! Sudahlah, kau benar-benar keterlaluan Amelie! Kau harus..." Yohana kehabisan kata-kata, tidak tahu harus berkata apa. Apalagi sekarang Amelie menatapnya dengan senyum licik dan mengangkat kedua alisnya.
"Aku harus apa, Yohana?" tanya gadis itu dengan seringainya yang menyebalkan. Yohana benar-benar merasa dipojokkan, dia adalah guru baru jadi belum berpengalaman mengurus murid seperti ini. Sekarang entah dia harus marah atau menyerah karena dipanggil tanpa sebutan 'Bu'.
"Uhh, pantas saja tidak ada yang kuat mengajar di kelasmu," gumamnya sambil berusaha menahan amarah.
Amelie mengambil buku di meja dan spontan membantingnya, membuat guru cantik itu gugup. Amelie tertawa mengejek lalu membuka pintu ruang guru. "Huh, payah! Buat apa aku memanggilmu 'Bu'!" gumamnya dengan sombong lalu membanting pintu.
Yohana cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala dan mengelus dadanya untuk meredakan emosi, lalu ia duduk dan menulissesuatu di buku catatan siswa-siswa bermasalah.
***
Di kantin...
"Well, well, lihat siapa yang sudah kembali," sahut seorang gadis berambut pirang dan dikuncir satu seperti buntut kuda. Dia menyibakkan rambutnya begitu melihat Amelie datang menghampirinya.
"Yo, Isabelle, kalian sudah makan?" tanya Amelie dan langsung duduk di samping Isabele
.
"Tidak, kita kan menunggu sang ratu," jawab gadis bercepol dua sambil tertawa mengejek lalu meminum Fanta-nya.
"Haha, lucu sekali, Lisbeth," gumam Amelie kesal, lalu dia memesan mie kuah instan kesukaannya.
Amelie adalah anak orang kaya yang disegani banyak orang. Bisa dibilang, sekolah ini berdiri berkat bantuan uang dari keluarganya. Tapi mungkin karena sudah terbiasa dimanjakan, Amelie menjadi anak yang sombong dan suka menekan mental orang. Dan tak aneh lagi, namanya sudah menjadi langganan di urutan teratas siswa bermasalah. Banyak guru yang sudah angkat tangan mengajarinya, dan keadaan ini tentu saja membuatnya semakin besar kepala.
Oh ya, jangankan guru, orang tuanya pun kelihatannya sudah menyerah. Bahkan ada gosip kalau orang tuanya melepaskan Amelie, dalam artian tidak mau merawat Amelie lagi. Entah gosip itu benar atau tidak, nyatanya Amelie masih tinggal di rumah mewahnya yang sama. Tapi memang orang tuanya pindah ke luar negeri untuk sesaat, katanya sih ada urusan pekerjaan dan Amelie tidak peduli akan hal itu.
"Hm, gue dah selesai. Balik yuk?" ajak Amelie pada teman-temannya sambil mengelap bibirnya dengan saputangan.
"Yuk, gue sih dah selesai dari tadi, iya kan Lisbeth?" tanya Isabelle, Lisbeth mengangguk.
Trio cewek yang lumayan ditakuti di sekolah itu menjauhi kantin dan masuk ke gedung sekolah lewat pintu belakang. Mereka berjalan di koridor, karena wajah mereka cukup cantik dan terkesan keren, semua mata tertuju pada trio cewek itu. Amelie berhenti berjalan dan mengangkat tangannya tanda menyuruh teman-temannya untuk berhenti juga. Lisbeth dan Isabelle awalnya tidak mengerti, sampai setidaknya mereka melihat senyum licik Amelie dan melihat seorang gadis kecil yang kelihatan lemah berambut hitam di depan mereka. Amelie menghampiri gadis itu...
"Wah, sendirian saja, nih?" tanya Amelie berlagak seperti bapak-bapak yang suka menggoda cewek. Lisbeth dan Isabelle tertawa melihatnya, sedangkan gadis itu mengangkat kepalanya sedikit. Begitu mengetahui yang menyapanya Amelie, gadis itu langsung menunduk.
"A-ada apa, Am-Amelie?" tanya gadis itu, dia semakin memeluk bukunya erat.
"Haha, jangan takut begitu, Andrea. Kita kan teman," gumam Amelie sambil berkacak pinggang. Tapi Andrea tetap menunduk, hingga akhirnya Lisbeth mengangkat wajahnya.
"Hai, jangan nunduk terus dong! Gerah gue ngeliatnya tahu!" sindir Lisbeth sambil memutar bola matanya. Amelie semakin tertawa puas melihat Andrea semakin bergetar kencang. Gadis nakal itu memegang bahu Andrea erat, dan menatapnya tajam.
"Lu tahu kan nanti ada ujian matematika!" tanya Amelie sambil mengerutkan dahinya. Andrea mengangguk cepat.
"Bagus, jangan lupa kasih kita contekan ya. Kalo nggak mau juga nggak apa, tapi setidaknya kau memilih tindakan yang tepat jika tidak mau sesuatu yang mengenaskan terjadi dalam hidupmu," ancam Amelie yang disambut anggukan Lisbeth cepat. Amelie tertawa puas bersama teman-temannya lalu kembali menyusuri koridor meninggalkan Andrea sendirian.
***
Di kelas, setelah istirahat...
"Emm, Amelie. Bisa tolong turunkan kakinya dari atas meja?" tegur Jackson, seorang guru senior berambut keriting dan ada bekas luka di atas hidungnya.
"Nggak ah, malas, Pak. Lanjutkan saja cerita membosankannya. Tenang saja, nggak kudengar kok," gumam Amelie dengan senyum manisnya, membuat sang guru harus menghela nafas panjang.
TOK TOK...!
"Ah, siapa ya?" gumam Jackson pada dirinya sendiri. Dia lalu bergerak menuju pintu kelas dan membukanya. Awalnya dia nampak terkejut, tapi setelah itu dia tersenyum dan mempersilahkan orang itu untuk masuk.
"Ah ya, anak-anak, ini adalah guru baru yang akan mengajar sejarah di kelas ini. Silahkan, Pak Thomas," gumam Jackson lalu mundur sehingga wajah guru baru itu kelihatan. Banyak murid-murid cewek yang terpesona melihatnya, kecuali Amelie yang cuek seperti biasa.
"Hmm, pertama-tama kenalkan nama saya Thomas. Saya akan mengajari sejarah di sini. Mohon..."
"Ya ya, cepat selesaikan dan kita akan cepat pulang!" potong Amelie cepat dengan tidak sabar sambil menggebrak meja. Thomas menatap mata hitam Amelie tanpa ekspresi.
"Hmm, jadi kau Amelie yang katanya selalu di urutan teratas siswa bermasalah?" tanya Thomas tanpa dosa. Amelie mendengus kesal lalu memalingkan wajahnya ke jendela.
"Dari dulu, aku ingin bertemu denganmu," cengir Thomas dengan santainya. Amelie terbelalak lalu menoleh menatap guru baru itu dengan tatapan tajam.
"Apa-apaan sih! Dasar guru gila!" gerutunya sambil mengutuk Thomas dalam hati. Thomas cuma tertawa melihatnya sedangkan Jackson nampak tersenyum simpul, karena jujur, baru kali ini ada guru yang berani mengajak Amelie bercanda.
Waktu demi waktupun berlalu, tak terasa setelah Jackson pergi, Thomas sudah mengajar selama 30 menit. Yah bagi yang nggak ngerasa rileks sih, mungkin rasanya sudah 1 jam lebih. Berkali-kali Amelie menguap lebar-lebar dan sesekali mengucek matanya tanda bosan. Tanpa sadar bahwa sedari tadi dia diperhatikan oleh guru barunya itu. Thomas mendekati Amelie yang baru saja selesai menguap lagi.
"Amelie, kalau cewek menguap itu harus ditutup dengan tangan," tegur guru baru itu dengan tenangnya. Semua mata tertuju pada mereka berdua.
Amelie memutar bola matanya. "Lalu?" dia malah balik bertanya.
Thomas menghela nafas panjang melihat tingkah anak itu. "Fuh, sebenarnya aku ditugasi untuk memberimu ajaran khusus supaya kau berubah, Amelie," keluhnya tanpa dihiraukan gadis cantik itu.
"Tadinya aku pikir akan mudah saja, tapi setelah melihatmu sepertinya tidak begitu ya," gumam Thomas lagi yang dibalas decih oleh Amelie.
"Halah, gak usah sok deh. Sekarang udah tahu siapa aku kan? Ya udah sana nyerah," ejek gadis itu sambil tertawa menyeringai.
"Tidak semudah itu, aku akan memberi jadwal tambahan untukmu," sahut Thomas santai.
Amelie memberinya tatapan tajam, "Apa-apaan sih! Buat apa gue ngikutin perintah orang yang nggak pantas jadi guru kayak lu!" kata-kata pedas meluncur dengan lancarnya dari bibir mungilnya, tapi Thomas hanya membalas senyum.
"Sepulang sekolah, aku datang lagi. Bersiap ya, Amelie," gumam laki-laki itu sambil melambaikan tangan ke arah Amelie lalu keluar kelas. Spontan Amelie langsung mengamuk menggebrak mejanya, membuat anak-anak lain kecuali Lisbeth dan Isabelle lari ke luar.
"APA-APAAN SIH SI THOMAS ITU! NYEBELIN BANGET! BELUM TAHU YA SIAPA GUE!" teriak Amelie marah-marah, tentu saja ini membuat Lisbeth dan Isabelle kewalahan.
"Hei-hei, Amelie, just stay cool, okay!" gumam Isabelle sambil berusaha menenangkan Amelie.
Gadis cantik yang sepertinya sudah kecapekan itu duduk di kursi sambil terengah-engah. "Huh, awas saja guru sialan itu, gue bakal bikin perhitungan sama dia!" geramnya. Lisbeth dan Isabelle hanya mengangkat bahu.
"Emang lu bakal ngapain? Dan.. apa lu bakal datang ke jadwal tambahan guru baru itu?" tanya Lisbeth.
Amelie tersenyum menyeringai. "Yup, gue bakal datang karena gue punya rencana,"
***
Sepulang sekolah di kelas Amelie...
"Permisi..." ucap Thomas lalu membuka pintu kelas dan menutupnya. "Sudah pada pulang ya?" tanyanya pada gadis cantik yang sedang duduk sambil mengangkat kakinya di atas meja.
"Yup, yup," jawab Amelie malas lalu berdiri dan meghampiri Thomas. "Lalu? Apa jadwal tambahannya, Tom?" tanyanya sambil memandang guru muda itu dengan tatapan meremehkan.
Thomas mengangkat alisnya. "Kata 'Pak'nya mana?" tanyanya dengan tenang.
"Haha, Pak?! Apa kau pantas mendapat julukan itu?" tanya Amelie dengan sombongnya.
Thomas hanya balas tersenyum. "Tentu saja, pasti kubuat kau memanggilku pak," jawabnya yakin.
Amelie mengangkat alisnya.
Thomas menatap gadis itu dalam diam lalu mendekat hingga Amelie merapat ke dinding. Amelie merasa bulu kuduknya berdiri, dan mencoba menahan dada bidang sang guru yang semakin mendekat dengan payudaranya.
"A-apa sih?" tanya Amelie gugup melihat wajah Thomas tinggal beberapa centimeter lagi dengan wajahnya.
"Hm, jadwal tambahannya sudah dimulai, Amelie yang nakal," jawab Thomas tenang.
Amelie terbelalak dan menahan nafas saat tiba-tiba laki-laki itu mencium bibirnya. Gadis itu berusaha meronta tapi nihil, Thomas memasukkan kakinya di antara kedua kaki Amelie yang mengangkang. Amelie masih berusaha menghindar apalagi sekarang Thomas sudah mulai mengajak lidahnya bermain. Hingga akhirnya Amelie berhasil juga mendorong tubuh Thomas, dia menatap gurunya itu dengan tatapan tajam.
"KAU! Apa maumu, HAH!" teriaknya marah.
Thomas tertawa tenang. "Hahaha, maaf sudah membuatmu kaget. Sekarang waktunya memulai pelajaran yang sebenarnya," ajak laki-laki itu sambil menarik satu kursi agar Amelie duduk di sebelahnya. Saat gadis itu masih nampak ragu-ragu, Thomas mengeluarkan beberapa buku dari tasnya.
"Silahkan duduk?" ajaknya lagi. Amelie mengangguk walau wajahnya masih cemberut. Dia duduk untuk melihat buku apa yang dikeluarkan oleh gurunya.
APA!!!
KAMASUTRA...! ITU BUKU PORNO...!!!
Ingin rasanya Amelie menghajar Thomas saat itu juga. Sebenarnya guru ini mau mengajarkan apa sih? Amelie memutar bola matanya lalu kembali bersandar di kursi. Thomas yang tidak peka memberikan bab 1 kepada gadis itu, sedangkan dia sendiri membaca lanjutan bab 3.
"Nih, baca," suruh Thomas dengan tenangnya.
"Baca yang beginian? Ogah!" teriak Amelie lalu menampik buku yang dipegang Thomas.
"Hm, berarti sudah tahu caranya?" tanya Thomas.
"Ca-cara apa?!" tanya Amelie balik, dia membetulkan posisi duduknya dan menatap Thomas bingung. Firasat buruk mulai menyerangnya.
Thomas memegang kedua lengan Amelie cepat dan merebahkannya di lantai. Kakinya menahan kaki Amelie sehingga gadis cantik itu tidak bisa bergerak sama sekali. Amelie tidak bisa berteriak karena bibirnya sudah terkunci dengan rapat oleh bibir Thomas. Guru berambut lurus itu baru melepaskannya saat dia membutuhkan pasokan untuk bernafas.
Thomas menggerakkan bibirnya menuju leher jenjang Amelie, dia menjilatnya dengan nafsu yang menggebu-gebu. Amelie yang merasa dirinya akan mendesah langsung menggigit bibir bawahnya agar tidak mengeluarkan suara yang membuat Thomas semakin bergairah. Laki-laki itu salut melihat Amelie yang masih kuat bertahan. Dia menarik dasi panjang Amelie dan mencopoti kancing baju gadis itu hingga belahan dadanya yang bulat terlihat jelas. Payudara yang besar dan membukit itu masih tertutup oleh BH putih tipis. Amelie menelan ludah saat melihat sang guru menatap tubuhnya yang sintal dengan senyum mesum yang mencurigakan.
"He-hentikan, Tom," pinta Amelie gugup, nafasnya semakin menggebu yang justru terlihat begitu menggoda di mata Thomas.
"Tidak," jawab laki-laki itu cepat. Thomas mendekatkan wajahnya di belahan dada gadis itu lalu menjilatnya sedikit demi sedikit.
Amelie merintih, dia mendesis-desis nikmat saat batas pertahanannya jebol dan mengalirkan gairah yang amat kuat ke dalam dirinya. Apalagi saat Thomas menjilat cepat diatas tonjolan putingnya, Amelie langsung mendesah keras dan sedikit meronta.
"Aahhhhhh... Aagghhhhhh...!" desahannya membuat sang guru tersenyum puas.
Mengetahui Amelie sudah takluk, Thomas mengendurkan pegangannya pada tangan gadis itu. Dia memegang pinggul Amelie dan mengangkat baju gadis itu ke atas, Thomas ingin melihat payudara montok Amelie secara utuh. Dia melirik gadis itu untuk melihat reaksinya, tapi karena Amelie cuma diam, Thomas menganggapnya 'boleh'. Dengan kedua tangannya, laki-laki itu kembali meremas-remas buah dada Amelie yang kencang, membuat gadis cantik berambut panjang itu mendesah dan menggeliat-liat tak karuan. Sambil terus meraba, Thomas memegang paha Amelie dan sedikit mengangkatnya.
"Ah, tu-tunggu, kau mau apa?!" tanya gadis itu gugup dan berusaha menahan tangan gurunya agar tidak berbuat lebih jauh.
"Mau masuk, tapi sebelum itu..." Thomas menurunkan lagi paha Amelie. Dia berdiri sesaat untuk membuka celananya. Dengan penis mengintip menakutkan, laki-laki itu bermain-main di daerah kewanitaan Amelia. Dia mengusapnya pelan dan menjilatnya tanpa henti, membuat Amelie menjerit-jerit dan menendang-nendang ke sana kemari.
"Nggh! Aaaah... Hentikan!" geram Amelie tersengal-sengal. Tapi Thomas tidak peduli, dia semakin mempercepat gerakannya seperti menunggu sesuatu, sampai akhirnya Amelie mengejang, mengeluarkan cairannya.
"Uuuuh," lenguh gadis itu saat merasakan orgasmenya, Thomas tersenyum.
"Sudah dapet ya?" tanya laki-laki itu tanpa dijawab Amelie. Gadis yang satu ini masih asyik menikmati sisa-sisa orgasme nikmat yang telah diberikan oleh Thomas.
Akhirnya guru muda itu mengangkat bahu lalu kembali menurunkan celana dalamnya hingga akhirnya sang penis terbebas seluruhnya. "Sekarang giliranku." bisiknya.
Amelie menelan ludah dan berusaha menahan tubuh Thomas yang semakin mendekat. "Ja-jangan, aku.. belum mau hamil...!" cegahnya sambil berusaha menarik tubuh sintalnya mundur. Tapi sayang kakinya dipegang oleh Thomas.
Amelie menelan ludah dan berusaha menahan tubuh Thomas yang semakin mendekat. "Ja-jangan, aku.. belum mau hamil...!" cegahnya sambil berusaha menarik tubuh sintalnya mundur. Tapi sayang kakinya dipegang oleh Thomas.
"JANGAAAN, PAKKKK...!" teriak Amelie sejadinya.
Thomas melepaskan pegangannya pada kaki gadis itu sehingga Amelie bisa bergerak mundur lalu bersandar di tembok. Terengah-engah, gadis itu mengangkat alisnya pada saat Thomas tersenyum lembut padanya.
Thomas melepaskan pegangannya pada kaki gadis itu sehingga Amelie bisa bergerak mundur lalu bersandar di tembok. Terengah-engah, gadis itu mengangkat alisnya pada saat Thomas tersenyum lembut padanya.
"Ini yang namanya muridku," gumam laki-laki itu tiba-tiba, Amelie mendelik bingung. Thomas berdiri untuk menutup resleting celananya dan mengambil jaket miliknya untuk Amelie. Gadis cantik itu nampak ragu tapi akhirnya dia menerimanya dengan muka memerah.
"Sejak awal, aku tidak pernah berniat membuatmu hamil, aku hanya penasaran saja. Kau berbeda dari semua gadis yang pernah kutemui," gumam Thomas, Amelie memandangnya dengan tatapan sayu. Hati gadis itu kini berdebar kencang.
"Ma-maksudnya penasaran?" tanyanya.
"Setidaknya kau bukan salah satu dari pelacur yang sering aku temui. Kau tahu? Biasanya kalau sudah seperti itu, banyak cewek yang pasrah dan tidak mau lagi mempertahankan kesuciannya. Tapi kau berbeda, unik sekali, hehe..." cengir Thomas tanpa dosa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Eh, jangan-jangan, Bapak..."
"Tenang-tenang, aku tidak pernah membuat wanita hamil kok. Aku juga pria baik-baik," potong Thomas cepat sambil menjulurkan lidahnya.
Amelie terbengong-bengong melihat wajah guru barunya itu. Seumur-umur belum pernah ada guru yang memujinya sampai mengusap kepalanya dengan lembut seperti yang dilakukan Thomas. Apalagi saat ini ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyerangnya. Tiba-tiba Thomas mengambil peralatannya dan membuka pintu kelas.
"P-pak, sebenarnya yang tadi itu untuk apa?" Amelie bertanya, dia berharap gurunya menjelaskan lebih banyak.
Thomas tersenyum. "Supaya kau mau memanggilku Bapak," jawabnya. Amelie menunduk malu. Laki-laki berambut lurus itu mendekat dan mengangkat wajah muridnya lalu mengecup bibir mungil Amelie dengan lembut. "Ingat ya, masih terlalu cepat untuk memikirkan lebih, ok?" tambahnya
Amelie mengangguk dalam kebengongannya. Thomas berjalan mundur dan keluar dari pintu kelas lalu berpesan sebelum benar-benar pergi."Kalau sifatmu lebih baik, aku mungkin bisa menyukaimu,"
***
Thomas tersenyum. "Supaya kau mau memanggilku Bapak," jawabnya. Amelie menunduk malu. Laki-laki berambut lurus itu mendekat dan mengangkat wajah muridnya lalu mengecup bibir mungil Amelie dengan lembut. "Ingat ya, masih terlalu cepat untuk memikirkan lebih, ok?" tambahnya
Amelie mengangguk dalam kebengongannya. Thomas berjalan mundur dan keluar dari pintu kelas lalu berpesan sebelum benar-benar pergi."Kalau sifatmu lebih baik, aku mungkin bisa menyukaimu,"
***
Seminggu kemudian...
"Ah, Thomas," gumam Yohana lalu memutar kursinya saat melihat siapa yang datang.
"Ya, ada apa, Bu?" tanya Thomas sambil membungkuk sopan. Yohana tersenyum.
"Kudengar Amelie sudah berubah 180 derajat lebih baik sekarang, tepatnya setelah kau mulai mengajar di kelasnya, benarkah?" tanyanya sambil mengangkat alis.
"Yah, bisa dibilang begitu. Tapi itu juga tidak akan bisa kalau bukan karena bantuan dari anda," jawab Thomas, rona merah nampak dari wajahnya yang bersih.
"Haha... begitu. Oh ya, Thomas..."
"Ng?"
"Boleh aku tahu apa yang kau lakukan pada anak cewek yang dulu sempat disebut setan itu, sampai jadi senurut itu?" tanya Yohana sambil menatap Thomas. Laki-laki berambut lurus itu hanya tertawa menanggapinya.
"Jangan deh, soalnya itu jadwal terlarang yang hanya kuberikan pada orang yang kusayangi,"
END