"Jadi begini, dan kegiatan klub bla bla bla," ceramah seorang ketua klub bela diri di sebuah sekolah swasta. Dia sudah bicara selama 10 menit, tapi tampaknya beberapa anggota lain mulai bosan mendengarnya. Beberapa terlihat menguap.
"Ji, belum selesai juga?" gumam salah satu dari mereka yang berambut hitam dan dikuncir ke atas, dialah Sisilia Nera. Dia sudah menguap hampir yang kelima kalinya.
Ketuanya yang bernama Neji itu mendelik padanya. "Belum, tadi itu baru penjelasan pertandingan mendatang, sekarang keuangan klub," gumam Neji sambil membuka tumpukan kertas di sebelahnya. Yang mendengarnya langsung kecewa setengah mati.
"Sudahlah, Ji, sudah jam 6 sore nih. Biarkan kita pulang saja, kenapa sih?" gumam salah satu anggota cewek berambut pendek, dialah Luna.
Neji kembali mendelik pada gadis itu. "Enak saja kau ngomong, tugasku sebagai ketua itu ribet tahu," gumam Neji sambil mendengus kesal.
Saat pemuda itu kembali berceramah, Luna memutar bola matanya bosan. "Fuh, sering bilang aku berisik, dia sendiri?" sindir gadis itu sambil tertawa kecil.
Kata-kata Neji langsung terhenti, dan dia menghampiri Luna yang duduk paling belakang.
"Mulai lagi, deh," gumam beberapa dari mereka. Ya, mereka memang tahu kalau ketua bela diri mereka sering bertengkar dengan salah satu cewek pentolan di angkatan mereka. Kalau Neji dan Luna sudah bertengkar dengan berisik, tidak ada lagi yang bisa menghentikannya. Sehingga mereka hanya bisa menonton.
"Wah, Neji marah? Tatuuut..." sindir Luna sambil menjulurkan lidahnya.
Neji berusaha tenang menahan amarah, karena wajahnya sudah memerah padam. Yah, itung-itung menjaga imejnya yang selalu dingin seperti Pangeran Es. "Luna, kalau kau memang tidak mau dengar, kau bisa pulang kok," gumam Neji dengan senyum yang dipaksakan. Sedangkan tangannya sudah bergetar memegang klip board. Bahkan sepertinya klip board itu terdengar sedikit patah.
"Nggak mau, mau melihat kamu ajaa..." elak Luna sambil memasang wajah imut dan menggeleng layaknya anak kecil. Beberapa sudah tertawa kecil melihat tingkahnya, sedangkan Neji...
"KAU! DASAR CEWEK BERISIK KAYAK ANAK KECIL, KELUAR SAJAAA!" teriaknya marah. Sepertinya dia sudah meledak dan mengeluarkan magma yang dia simpan dari tadi. Semua langsung melangkah mundur, tidak mau terkena amukan ketua bela diri mereka.
"APA HAKMU, DASAR COWOK CANTIK BERAMBUT HITAM!" balas Luna tak kalah galak. Dan seketika suara mereka berdua bergema di lapangan indoor ini. Semua menghela nafas mereka lagi.
"Huuf, si Neji jadi tidak terlihat jaim lagi," gumam Hendriko, salah satu anggota bela diri. Yang lain mengangguk mengiyakan.
"Dia jadi terlihat seperti preman atau berandalan ya, menakutkan," gumam Shiro malas. Hendriko mendelik padanya.
"Hei-hei, bagaimana kalau kita kabur saja sekarang?" ajak Kiko sambil tersenyum mencurigakan.
"Ah iya, betul juga ya! Kenapa gak dari tadi! Ayo-ayo," ajak Hendriko sambil berlari keluar. Dan mereka semua mengikuti.
Sedangkan Neji dan Luna masih bertengkar. Luna mulai melempar macam-macam bola pada Neji, tapi laki-laki berambut hitam itu bisa menghindar dengan mudahnya. Sedangkan di saat yang sama, Neji kembali melempar bola yang tadi dilempar Luna, tapi cewek lincah itu juga bisa menghindar dengan mudahnya. Suara-suara bola yang memantul menambah berisik di lapangan indoor saja. Sampai akhirnya keduanya sama-sama kelelahan dan jatuh terduduk, lalu mengatur nafas mereka yang tersengal-sengal. Neji melihat sekelilingnya.
"Lho! Mana yang lain!" tanya Neji sedikit panik dan begitu dia melihat sekelilingnya sudah tidak ada siapa-siapa kecuali dia dan Luna.
"Mana kutahu! Makanya kalau ceramah, jangan banyak bacot, jadi kabur semua kan?" ketus Luna sambil tertawa kecil.
Neji mendelik padanya. "Diam kau, cewek berisik! Jam berapa sekarang?" tanya Neji sambil melihat sekeliling lagi.
Luna melihat jam tangan yang dipakainya. "Jam setengah 8 malam," sahutnya.
Neji terdiam menatap Luna sesaat, lalu dia berlari cepat keluar lapangan.
"He.. Hei, Neji, mau kemana kau!" teriak Luna sambil ikut berlari.
"Bodoh! Apa kau lupa kalau jam 7 gerbang sekolah sudah di.." Neji berhenti sesaat dan melihat gerbang sekolah mereka yang sudah dikunci. Nafas Neji dan Luna tersengal-sengal. "...tutup," lanjutnya pada kata-katanya tadi.
Luna mendengus. "Yah, gara-gara ketua sih jadi kita harus nginap di sekolah!"
"Berisik! Ini juga kalau bukan gara-gara kau jadinya gak akan begini, tahu!" geram Neji.
Luna memutar bola matanya lagi. "Ya ya ya, terserah ketua Neji deh." gumam Luna malas.
Neji mendengus lalu memegang jeruji gerbang sekolahnya. "Ayo cari, siapa tahu ada yang melihat kita," gumam Neji sambil melihat sekeliling. Luna mengangguk malas dan mulai mencari. Tapi sayang, sekali lagi tidak ada siapa-siapa.
"Fuh, gimana nih nasib kita?" keluh Neji.
Luna malah membuka permen lollipopnya dan mengemutnya. "Hm, mungkin nasib kita memang sial," gumamnya cuek.
Neji kembali mendelik padanya. "Berisik!" gerutunya dan dia kembali masuk ke dalam sekolah.
"Eh-eh, jadi kita berdua nginap di sekolah nih?" tanya Luna. Neji mengangguk.
"Apa! Kalau ada apa-apa gimana? Kalau terjadi sesuatu bagaimana? Kalau..."
"Berisik! Aku mau ke ruang kesehatan, di sana ada tempat tidur. Mau ikut nggak?" ketus Neji. Luna mengangguk cepat dan segera memeluk lengan Neji.
Kedua orang itu mulai berjalan di koridor sekolah. Luna menelan ludah karena suasana di sekolah sangat sepi dan suram. Sedangkan Neji menelan ludah karena gadis itu memeluknya sangat kencang, sampai-sampai tangan Neji jadi merasakan sesuatu yang empuk di sekitar dada Luna. Wajah Neji berubah merah dan memanas, dia berusaha mengambil tangannya.
"Err... Luna?" gumam Neji sambil menarik tangannya, tapi Luna tidak bergeming. Sampai-sampai Neji menginjak kertas dan mengeluarkan bunyi berisik, membuat Luna berteriak kencang.
"KYAAAAA! APA TADI?!" teriak Luna sambil langsung memeluk Neji. Dan gara-gara itu, mereka berdua jadi terjatuh.
"Berisik amat, tadi itu cuma kertas. Nih!" geram Neji sambil menunjukkan kertas di sampingnya. Luna bernafas lega, tapi posisinya masih memeluk Neji. Setelah tangan, kini dada Neji yang merasakan sesuatu yang empuk.
"Lu-Luna, minggir!" gumam Neji sambil agak mendorong gadis berambut panjang itu.
Luna tertawa tanpa dosa. "Hehehe, ngg... maaf ya." gumamnya. Neji mendengus tapi wajahnya sudah memerah. Lalu mereka kembali berjalan hingga...
"Neji, itu kan ruang kesehatannya?" tanya Luna polos. Neji mengangguk malas. "Kalau begitu, aku masuuuk!" seru gadis itu penuh semangat. Tapi begitu dibuka olehnya, ternyata tempat tidurnya cuma ada satu.
"Ng? Cuma ada satu tempat tidur ya, Neji?" tanyanya, masih menatap tempat tidur yang berukuran sedang itu.
Neji sendiri juga heran. "Aneh, kayaknya tadi pagi aku lihat masih ada dua," gumamnya.
Luna hanya mengangkat bahu. "Huh, siapa peduli? Ya udah, tidur bareng aja yuk, Neji?" ajaknya, yang membuat Neji langsung terkesiap. Pikirannya sudah kemana-mana.
"A-apa? Kau gila, ya! Kita belum boleh melakukan itu!" gumamnya salah tingkah.
Luna memutar bola matanya bosan. "Hah, kau ini kenapa sih? Makanya kalau mikir jangan kejauhan, pak! Aku kan cuma ngajak tidur bareng, daripada kamu tidur di bawah terus sakit. Udah bagus aku ajak, dasar mesum!!" gerutu gadis itu, kemudian dia membaringkan dirinya di atas kasur dan menghadap ke dinding, membelakangi Neji.
Neji mendesah pelan, lalu dia duduk di pinggir ranjang. Setelah terdiam beberapa saat, pemuda itu mulai membaringkan dirinya di sebelah Luna. Sesekali dia melirik ke punggung gadis itu, entah apa yang dipikirkannya, karena setiap dia melirik, wajahnya pasti memerah dan langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, bahkan mulai terdengar nafasnya yang berderu kencang.
"Dari dulu pingin mencobanya, tapi..." batin Neji dalam hati. Dia mendengus, dan tiba-tiba saja tangannya menyentuh pinggang Luna.
"Ada apa, Neji?" tanya Luna yang langsung berbalik dan menatap mata hitam milik sang ketua. Tapi laki-laki berambut hitam itu tidak menjawab, dia malah mulai mendekati Luna. Entah apa yang merasukinya.
"Ne-Neji?" Luna mulai ketakutan.
"Kau akan menyesal telah mengajakku tidur bersamamu," bisik Neji di telinga gadis itu. Seketika juga Luna merinding, "Akan kuberi pelajaran padamu, cewek berisik!" tambahnya.
Luna menelan ludah. Tangan Neji mulai menjalar dan menjelajahi lekuk tubuhnya yang menggoda. Luna bergidik geli dan dia langsung berusaha menepis tangan pemuda itu. "Kau mau kubunuh, hah?" hardiknya dengan jantung berdegup kencang.
Neji tersenyum licik. "Kau memang berisik," gumam pemuda itu, dan dia langsung menarik wajah Luna dan mencium bibir merah gadis berambut panjang itu.
Luna tersentak, apalagi saat Neji mulai memasukkan lidahnya dan bermain di dalam mulutnya.
"Nghhhhh.. Nnghhhhh..!" erang Luna sambil terus berusaha melepaskan diri. Tapi percuma, Neji menekan tubuh gadis itu sampai menempel di tembok belakangnya, membuat Luna kesulitan untuk bernafas.
Tangan Neji mulai bergerak menggerayangi tubuh mulus gadis itu. Luna meronta-ronta, tapi tidak bisa teriak karena mulutnya dilumat erat oleh Neji. Jari-jari pemuda itu sudah hinggap di dadanya, meremas perlahan disana, dan masuk ke balik baju saat tidak merasa puas. Neji menyingkap bra yang dipakai Luna hingga payudara besar milik gadis itu terburai keluar. Dengan penuh nafsu, Neji memijitnya. Dua bukit kembar yang kenyal itu diremasnya kuat-kuat. Laki-laki berambut hitam itu melepaskan mulut Luna sekedar untuk mendengarkan desahan gadis itu.
"Ngh, ahhhhh... Neji, agghhhh.." desah Luna menggoda.
Neji kembali tersenyum, dengan giginya dia mengangkat seragam Luna ke atas. Lalu tangannya mulai membuka pengait bra gadis itu. Neji menariknya dan melemparkan benda itu ke lantai. Kini di depannya, dua bukit kembar yang tadi diremasnya terpampang dengan jelas. Bentuknya bulat sempurna, dengan kulit putih yang tampak mulus sekali, ukurannya sangat besar, begitu kontras dengan putingnya yang tampak mungil kemerahan. Perlahan, Neji mulai memajukan mulutnya dan menghisap benda empuk itu. Awalnya perlahan, tapi semakin lama semakin cepat, seperti bayi kehausan yang menetek ibunya. Kepala Luna sampai mendongak dan mendesah-desah merasakannya. Darah gadis itu berdesir tak karuan merasakan semua sensasi yang diberikan oleh Neji.
Tangan pemuda itu yang tidak terpakai mulai menuju ke bawah, ke arah selangkangan Luna yang tampak indah menggoda. Dia membelai benda itu dengan lembut dan perlahan, tapi itu cukup untuk membuat tubuh Luna makin menggelinjang, tidak bisa diam. Tangan Luna meremas rambut panjang laki-laki itu, sedangkan Neji,sambil terus melumat payudara Luna, mulai membuka celana dalam gadis itu dan mulai membelai rambut halus yang ada di sana.
"Neji.. Neji.. ahhhh.. ahhhh.." desah Luna dengan gairah yang rasanya sudah melambung tinggi. Sesuatu seperti cairan lengket mulai membasahi lorong kewanitaannya. Melihat itu, Neji menusukkan jarinya.
"Ohhhh.. Oougghhhhh,, Aahhhhh.. Neji! Aahhhhhh..." desah Luna makin keras.
Neji menambah jarinya sehingga kini ada dua jari yang masuk ke lorong gelap itu. Neji meregangkannya dan mengusapnya pelan-pelan, membuat Luna terus menjerit dan sesekali menjepit jari Neji karena saking tidak kuatnya menahan rasa geli. Neji menggerakkan jarinya keluar masuk dengan teratur dan saat menemukan titik pusatnya yang seperti biji kacang, dia menekannya kuat-kuat hingga membuat Luna mendesah panjang.
"Aauuoogggghhhhhhhhhh....!"
Neji tersenyum menyeringai. "Kau ini memang cewek berisik ya," gumamnya sambil tetap merangsang tubuh gadis itu. Sedangkan Luna tidak menjawab, dia terlalu sibuk mendesah dan merintih hingga tidak bisa melihat ataupun mendengar seperti biasa lagi.
"Tapi, kalau berisik karena ini. Aku suka, sangat suka!" gumam Neji, lalu dia melepaskan jarinya.
Luna langsung melenguh dengan nafas terputus-putus. Tubuhnya terlihat begitu lemas karena kelelahan. "Neji, dasar kau..." ucapan gadis itu terputus saat melihat Neji membuka celana. "Hei, kau mau—Aaah!" tapi dia sudah keburu menjerit duluan saat merasakan penis besar Neji menerobos lubang vaginanya. Rasanya sakit sekali hingga membuat Luna sampai menggigit bibir bawahnya, menahan tangis. Dia yang terkenal sebagai salah satu gadis tomboy di sekolah ini pantang untuk menangis. Apalagi di depan ketua bela dirinya? No no no, BIG NO!
Untung rasa sakit itu hanyalah di awal, selanjutnya dia merasakan sesuatu yang luar biasa. Gesekan penis Neji di dinding kemaluannya ternyata menciptakan rasa nikmat yang amat sangat. Begitu nikmatnya sampai Luna tidak bisa berhenti mendesah barang sebentar saja. Sementara Neji terus menyerangnya secara berturut-turut. Pemuda itu terus memaju mundurkan tubuhnya, senang mendengar suara desahan Luna yang tak berdaya. Memang, dia benci orang berisik, tapi kalau berisik karena ini ceritanya lain lagi.
"Ahhhhhh.. Neji, ahhhhhhh!" tubuh Luna terangkat, kemudian terjatuh lagi. Neji bisa melihat cairan gadis itu yang sedikit meleleh keluar di sela-sela kewanitaannya. Tapi gara-gara memperhatikan itu, Neji jadi diam.
"Ne-Neji.." gumam Luna, dan entah tanpa sadar atau tidak tapi dia menggerakkan pinggulnya seperti tanda meminta Neji untuk kembali bergerak.
Tapi Neji malah menyeringai dan mengeluarkan benda miliknya. "Lebih baik coba yang lain," gumamnya sambil mengubah posisi Luna sedikit menungging.
Awalnya gadis itu bingung, tapi dia langsung mendesah keras saat merasakan lubang pantatnya dimasuki sesuatu. "Ahh, Neji! Jangan! Oughhhhh," rintihnyan kesakitan. Tangannya berusaha menahan tubuhnya yang bergoyang-goyang karena serangan Neji itu.
Sementara Neji, menjatuhkan dirinya di atas punggung Luna dan meremas-remas payudara gadis itu yang menggantung indah. Diperlakukan seperti ini membuat Luna tidak bisa berkata apa-apa selain mendesah, mendesah, dan mendesah. Sampai tiba-tiba Neji terdiam dengan penis menusuk dalam-dalam.
"Ugh, aku keluaaar," gumamnya.
Saat itulah, Luna merasakan cairan hangat yang kental menyembur masuk mengisi lubang belakangnya. "Aaghhhh!" gadis itu mendesah pelan dan terjatuh terengah-engah. Begitu pula Neji, mereka berpelukan sambil berusaha mengatur nafas masing-masing. Saat Neji mencabut penisnya, cairannya menetes keluar menyebar di atas kasur ruang kesehatan. Mendengus keenakan, pemuda itu segera memakai celananya. Begitu pula dengan Luna yang langsung merapikan bajunya yang berantakan.
"Terima kasih, Na," gumam Neji. Tapi Luna tidak menjawab.
"Lun? Kau marah?" Neji mendekati gadis itu. Tapi dia langsung kaget saat melihat Luna mengangkat wajahnya dan menatapnya dengan tatapan membunuh.
"Lu-Luna?"
"MATI KAU, NEJIIII...!" teriak Luna sambil melayangkan pukulannya. Tapi Neji berhasil menghindar dan langsung berlari ke luar ruang kesehatan.
"TUNGGU KAU! SEENAKNYA SAJA BERBUAT BEGITU!" teriak Luna. Akhirnya mereka kembali kejar-kejaran di koridor sekolah. Tapi sialnya, Neji berlari ke dalam toilet, begitu Luna mengejarnya, Neji langsung menutup dan mengunci toilet tersebut.
"Neji!!!" protes Luna, dia kembali terpojok oleh dinding belakangnya, "Jangan bilang—"
"Sekarang perdengarkan kepadaku lagi, suara anumu yang berisik itu!" ancam Neji dan langsung membuka baju seragam Luna.
Dan babak kedua di toilet pun, dimulai...
END