"Kau yakin menerima tantangannya?" Han, seorang pemuda Jepang bertanya ragu kepada Sean.
Han adalah salah satu teman yang baru dikenal Sean. Han tergolong pria yang sangat baik, mengingat ia mau meminjamkan mobilnya kepada Sean untuk tantangan balapan ini. Han tau itu salah, karena sebenarnya ia adalah teman dekat Takashi, namun melihat Sean yang begitu kasihan tidak memilki mobil, ia terpaksa meminjamkannya sekaligus ingin melihat kemampuan pemuda barat ini dalam hal balapan.
"Aku yakin," jawab Sean mantap. Ia memandang tajam kumpulan orang-orang yang ada di depannya. Di antara orang-orang tersebut, terdapat Takashi dan Neela. Neela berada di kubu Takashi karena ia adalah pacar si Drift King. Sedangkan Han dan Twinkie berada di kubu Sean, entahlah. Entah mengapa mereka mau di kubu anak ingusan yang berani-beraninya melawan sang raja balap asal Jepang, Takashi.
"Memang, apa hukuman bagi yang kalah?" tanya Han lagi.
Sean tersenyum, "Menuruti keinginan yang menang."
"Berhati-hatilah dengannya. Drift King bukan hanya sekedar gelar, namun sebuah pembuktian bahwa orang yang menyandang gelar tersebut adalah raja balap di Jepang. Kau harus tau itu," Han menasehati.
Sean menyunggingkan bibirnya, "Terima kasih, Han. Kau sudah sangat membantu. Kau tenang saja, aku sudah tau itu," pemuda itu memukul pelan pundak teman yang baru dikenalnya. Dia terus menatap pemuda yang mendapat gelar Drift King itu. Entahlah, sejak pertama kali melihat wajah Takashi, Sean merasakan suatu yang ganjil di benaknya. Ia tak tau apa itu.
Dan sekarang adalah puncaknya. Malam ini, di jalanan Tokyo yang terlihat kosong—karena berada di jalan khusus, mereka menginjakkan kaki. Dua kubu sama-sama mempersiapkan diri untuk bertanding. Takashi yang berada di seberang sana berjalan dengan gayanya menuju ke tempat Sean.
"Bersiaplah untuk kalah," Takashi mendekatkan wajahnya, terlihat memandang remeh lawannya tersebut.
Sean menolak pelan pemuda itu agar tak terlalu dekat dengannya, "Jangan terlalu yakin," dia mengukir senyum khasnya.
***
"Satu!"
Tampak jalanan malam Tokyo yang senggang menjadi ramai karena sorakan dari pendukung kedua kubu ini. Sean dan Takashi, masing-masing menginjak gas mobilnya. Tampak mereka saling berpandangan sebentar, dan menoleh ke arah depan lagi. Di depan ada Neela yang memegang bendera start.
"Dua!"
Mereka semakin bersiap. Tampak Twinkie mengigit jari karena begitu deg-degan melihat temannya bertanding.
"TIGA!"
Wuushh…
Kedua mobil itu saling melaju kencang. Meninggalkan debu-debu yang bertaburan. Meninggalkan para penonton yang tertegun menyaksikan sebuah balapan yang luar biasa. Saking kencangnya, tak heran api keluar dari masing-masing knalpot mobil-mobil itu. Menandakan ini bukanlah balapan biasa.
Tapi, belum lagi sepertiga perjalanan, Sean mengalami kecelakaan. Ternyata balapan liar dengan balapan drift begitu berbeda. Balapan di Amerika yang mengutamakan kecepatan, bertolak belakang dengan balapan Jepang yang mengutamakan belokan-belokan di setiap tikungan. Satu yang akhirnya Sean pelajari, inilah yang disebut Tokyo Drift. Tak butuh waktu lama, Sean membuat mobilnya itu hancur—oke, bukan mobilnya, melainkan mobil yang dipinjam dari Han. Tapi syukur ia bisa menyelamatkan diri. Sebelum mobilnya itu benar-benar meledak, ia masih memiliki beberapa detik untuk keluar dari celah jendela. Alhasil ia selamat dengan luka-luka yang tak cukup parah. Dan akhirnya, kemenangan diraih oleh si Drift King, Takashi.
Sean harus menanggung malu atas kekalahan fatalnya ini. Sorakan meriah terdengar dari kubu Takashi. Sebenarnya, semua telah menebak Sean pasti kalah. Bahkan ada yang meramal sebelum menit ke lima, Sean pasti akan keluar dari mobilnya yang sudah hancur. Waw, sebuah sarkasme yang hebat. Tak heran pendukung dari kubu Sean telah menyiapkan mental yang kuat atas kekalahan jagoan mereka.
Di lain pihak, Neela yang melihat Sean terluka seperti itu, terpanggil untuk memberikan pertolongan pertama. Namun sayang, ia tengah memeluk erat tubuh Takashi. Tak ada kesempatan baginya untuk datang melihat Sean—bahkan hanya untuk menanyakan kabarnya. Ia hanya berharap pemuda malang itu mempunyai kesiapan fisik dan mental yang kuat saat menerima hukuman dari seorang Drift King.
"Bersiaplah menerima hukuman darinya, teman." Twinkie berujar. Yah, bukannya menanyakan kabar teman barunya itu, ia malah membuat temannya itu tambah risau. Tapi benar, Sean harus bersiap-siap menanggung resiko kekalahannya ini.
***
"Aku bertaruh lima puluh dolar kau tak akan menampakkan diri lagi di sekolah ini, anak Amerika!"
.
"Dasar pecundang! Berani sekali kau menerima tantangan dari Drift King. Rasakan akibatnya!"
.
"Wohoo, aku yakin beberapa bulan ke depan kau akan berakhir di rumah sakit. Hahaha!"
.
"Loser!"
.
"You're so weak, loser!!"
.
Sean terus di teror oleh teman-teman sekolahnya karena akan menerima hukuman dari seorang Takashi yang dikenal sangat disegani dan ditakuti di sekolah ini. Cibiran, makian, hinaan untuknya terus menggema di segala sudut sekolah; mulai dari ia memasuki gerbang, sampai di depan pintu kelas. Orang-orang itu tampak bergembira dan menang, bagaimana tidak? Sampai sekarang, belum ada orang yang berani melawan seorang yang dikenal dengan sebutan Drift King itu. Namun, betapa terkejutnya mereka saat seorang anak ingusan pindahan dari Amerika dengan entengnya menerima tantangan dari orang-yang-sangat-ditakuti-di-sekolah-ini. Tapi apa boleh buat, Sean sudah terlanjur menyepakati perjanjian.
Malam ini, ia harus datang ke sebuah alamat yang tertera pada secarik kertas yang diberikan Takashi melalui perantara Han. Kalau tidak, maka hukumannya bakal lebih berat. Tapi Sean bukanlah seorang pengecut yang lari dari tanggung jawab. Ia telah berkomitmen untuk siap menghadapi segala kemungkinan yang ada, walau pun nantinya itu mengerikan.
"Keep calm, bro. Aku telah memesankan peti mati untukmu dan memberikannya dengan gratis. Jadi, tak perlu khawatir, oke?" canda Twinkie saat mereka sedang makan siang di kantin sekolah. Sean hanya tersenyum tipis. Pikirannya sudah tak tenang. Berbagai macam hal hinggap di pikirannya. Apa hukuman yang akan kudapatkan, batinnya.
"Hey, American boy." Sebuah sapaan berhasil membuat Sean menoleh ke belakang. Mengikuti arah suara itu berasal. Matanya menangkap seorang gadis manis sedang berdiri menatapnya. "Good luck," Gadis yang disinyalir bernama Neela itu memberikan kecupan di pipi sebelah kanan Sean. Ia berharap ciuman sebentar itu setidaknya dapat menenangkan hati Sean. Pemuda itu hanya tersenyum tipis. Entah senang atau malah takut. Sedangkan dilain pihak, Twinkie memasang muka kesal. Belum pernah ia mendapatkan ciuman dari gadis cantik.
"Arigatou," ujar Sean setelah gadis itu berbalik arah dan menghilang dari pandangannya.
"Semoga saja tak ada mata-mata dari Takashi yang melihat ini. Kalau tidak, kau akan merasakan hukuman lebih berat lagi," ucap Twinkie seraya memasukkan sashimi ke dalam mulutnya.
***
Malamnya.
Sean terlihat berhati-hati menutup pintu depan rumahnya. Berharap sang ayah tak terbangun dari tidur malamnya. Karena malam ini anaknya akan mendapatkan sesuatu yang tak akan pernah dilupakan. Dengan tegar Sean masuk ke dalam mobil Han yang sudah bertengger di depan gerbang rumahnya. Han akan membawanya ke alamat yang akan dituju. "Kau sudah siap?" tanya Han kepada Sean yang telah berada di ambang pintu mobilnya.
Sean menarik napas panjang, "I have to," Ia masuk dan menutup pintu mobil itu. dengan kecepatan kencang mobil Ferrari milik Han merayap di keramaian jalan Tokyo. Melaju tanpa menghiraukan mobil-mobil polisi yang sudah kalah cepat dari mereka. "Kenapa polisi itu tak mengejar kita lagi?"
"Karena kecepatan kita sudah lebih dari seratus kilometer per jam, walau Barack Obama menjadi kaisar Jepang sekalipun, mereka tidak akan pernah bisa mendahului kita," gurau Han tanpa memerhatikan Sean yang tengah tersenyum lebar.
"I like this town,"
Selama di perjalanan, keduanya saling mengatup bibir masing-masing. Tidak tahu bahan pembicaraan apa yang bisa diutarakan. Karena mungkin keduanya bukanlah anak sosial ataupun bahasa.
"Hei, Han," sapa Sean mencoba memecah keheningan di antara mereka.
"Hn?" respon Han yang masih menatap lurus ke depan. Tak mau berpaling dari jalanan luar, karena sekali ia lakukan, maka tidak mustahil dua nyawa akan hilang seketika melihat mobil mereka yang melaju sangat kencang.
"Kau kan temannya, kira-kira apa yang bakal ia berikan kepadaku sebagai hukuman?" tanya Sean bimbang.
Hening. Han belum membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Sean. Dalam hitungan beberapa detik, ia mulai mengukir senyuman di bibirnya. Err… lebih mengarah ke sebuah cengiran. "Nanti kau akan tahu," Sekarang Han mau melirik orang yang telah menghancurkan mobilnya itu dengan cengiran. Sedangkan Sean hanya mengangkat satu alisnya. Menandakan ia tak mengerti apa maksudnya.
***
"Sudah sampai. Ini tempatnya," ucap Han saat memerhentikan mobilnya di depan vila yang berada di puncak gunung. Sebuah villa yang dikelilingi hutan pinus lebat. Perasaan Sean mulai campur aduk. Tapi tunggu, tak seperti perkiraan Sean, tempatnya ternyata sebuah villa. Ia berpikir, tempatnya adalah gudang atau sesuatu yang akan menghancurkannya.
"Apa yang kau tunggu? Turunlah," ujar Han mencoba membangunkan Sean dari halusinasi.
"Wakata," Sean membuka pintu mobil dan keluar secara perlahan dari kendaraan beroda empat itu. Ah, sepertinya Sean mulai terbiasa berbicara bahasa Jepang. Entahlah, menurutnya itu unik.
"Good luck!" teriak Han sebelum ia benar-benar melaju kencangkan mobilnya. Saat mobil Han benar-benar hilang dari pandangannya, ia kemudian mulai menaiki anak tangga untuk mencapai pintu depan villa tersebut.
***
"Sean? Euhm…" di rumahnya, sang ayah dengan keadaan setengah sadar menghidupkan lampu ruang tengah. Berharap sang anak tak begadang lagi menonton TV dan segera menarik selimut di kamarnya. Ayahnya tersenyum saat tak menangkap sang anak di ruang tengah.
Senyuman itu berubah menjadi cengiran saat melihat anaknya tengah tertidur pulas dengan diselubungi selimut di kamar tidurnya. "Good night, my—" kata-kata itu segera terhenti saat ia menyingkap selimut tersebut dan mendapati ternyata guling yang ada dibailk selimut itu. "Damn! Dasar anak nakal," decih sang ayah. Kali ini ia benar-benar geram dan sudah tak tahan lagi melihat anak semata wayangnya itu. Beraninya ia kelayapan ke luar lagi padahal ia belumlah terlalu beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Ayahnya bersumpah akan menghukum anaknya itu sangat berat.
***
"Eh?" Sean terkejut saat ia menghidupkan lampu ruangan itu dan tiba-tiba di depannya telah hadir Neela, pacar sang Drift King yang hanya mengenakan bikini tipis. Pikiran aneh mulai menghinggapinya. Melihat wanita cantik yang hanya mengenakan pakaian minim itu membuatnya terangsang!
Oke, ini gila. Ia berusaha menyangkal segala perasaan yang mulai tumbuh sejak beberapa hari yang lalu. Benar, ia merasakan sesuatu yang aneh di benaknya saat melihat gadis blasteran itu. Kenapa ia merasakan sesuatu yang ganjil terhadapnya? Ada apa ini? Apakah ia mulai mencintainya?
Oh tidak.
Sean memukul-mukul pipinya berusaha menyadarkan diri bahwa apa yang ia rasa ini salah. Benar-benar salah. Hei, yang sekarang ia lihat ini adalah pacar orang yang paling berkuasa, orang yang akan memberinya hukuman yang tak akan pernah ia lupakan. Ia tidak boleh mencintainya.
"Sadarlah, Sean. Sadarlah..."
Saat pemuda Amerika itu sedang berbisik pada dirinya sendiri, entah kenapa ia merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. "Sadar untuk apa?" bisik Neela lembut ke telinganya setelah sebelumnya memberikan ciuman ringan di pipi.
Tunggu, ada apa ini? Ke-kenapa bisa seperti ini? batin Sean bingung.
"Rileks," ucap Neela seraya perlahan membuka kemeja pemuda polos yang ada di depannya.
"Tunggu… apa yang k-kau lakukan?" tanya Sean gugup. "Mana Takashi?" Ia meyanggah tangan gadis itu yang mencoba membuka satu per satu kancing kemejanya.
"Ayolah… untuk apa membohongi dirimu sendiri..." Neela mengangkat dagu pemuda pirang itu lalu melancarkan ciuman untuk kedua kalinya. "Kau menyukaiku kan, benar bukan?" Sekarang gadis cantik itu berhasil membuka seluruh kancing kemeja Sean dan melepasnya dari tubuh pemuda itu.
Sean berkeringat dan tampak tegang. Bagaimana tidak, ia sama sekali tak pernah terpikir akan jadi seperti ini. Walau sebenarnya ia berharap ini terjadi—oke, Sean berusaha menghilangkan pikiran terakhir itu. Abaikan.
"Ta-tapi kau… euhm… uhmm..." kalimat yang ingin ia keluarkan sepertinya tersendat-sendat, mengingat bibir sang lawan yang terus melancarkan aksi di bibirnya. Dan tidak dipungkiri, Sean menikmatinya hingga tak menyadari dadanya sudah terbuka karena baju dalamnya sudah dibuka oleh Neela.
Gadis itu melepas ciumannya sebentar, "Sadarkah kau, inilah hukuman untukmu," Ia kembali mencium pemuda pirang itu dan memberikan sensasi-sensasi gigitan di bibir merah sang lawan.
Sean terlonjak. Ia mendorong pelan wanita yang sudah membuatnya tergoda ini. "A-apa? Kupikir aku akan dihajar atau dipukuli?"
"Itu kalau Takashi yang menghukummu."
"Lalu, dimana dia?"
"Dia ada urusan yang lebih penting daripada menangani anak bawang sepertimu. Takashi menyerahkannya padaku." Neela kembali menyambar mulut Sean dengan kasar. "Dan kau kira aku tega memberikan hukuman seperti itu untuk orang yang telah membuatku tak tidur semalaman?" gadis itu mengumbar cengiran dan melanjutkan ciumannya. Mulutnya sekarang tengah beralih ke leher Sean yang kekar, mencucup perlahan disana dan memberikan gigitan-gigitan kecil khas Jepang.
"A-apa maksud… enghh… ohhhhhh… maksudmu?" Sean bertanya di tengah-tengah sensasi gigitan dan remasan bokong yang dilakukan Neela—yeah, gadis itu meremas-remas bokongnya.
Neela mendengus, kenapa harus ada pertanyaan-pertanyaan tak penting di sela-sela kesenangannya? Pantas Sean menjadi pecundang, pemuda itu terlalu banyak omong. Ia melepas gigitannya sebentar, "Kau pikir kau saja yang jatuh cinta? Aku juga, Sean! Sejak melihatmu pertama kali, aku sudah mencintaimu. Sekarang, ayo kita lanjutkan hukuman ini tanpa harus ada pertanyaan lagi," jelas Neela dengan wajah tak sabar.
"T-tunggu!" Sean berhasil mencegah wanita itu sebelum benar-benar memberinya hukuman tanpa ada pertanyaan. "Sejak kapan kau tahu aku juga merasa seperti itu?"
"Hn…" dengan malas, Neela menunjuk mata berlian biru milik Sean. Membuat laki-laki itu bingung.
"Maksudmu, mataku?" Sean ikut-ikutan menunjuk matanya dengan jari-jemarinya.
"Tatapan matamu berbeda. Tatapan yang berarti 'menginginkan' sesuatu," jelas Neela sambil melipat kedua tangannya.
"Menginginkan ap—hei! Ohh…" Kalimat itu kembali terhenti saat mengetahui Neela dengan cepatnya menjilat dada, perut dan akhirnya membuka celananya.
"Menginginkan ini!" sahut wanita itu sambil membuka celana dalam yang membalut keperkasaan Sean dan memasukkan benda itu ke dalam mulutnya.
Sean benar-benar tak pernah merasakan ini. Rasa ini berbeda saat ia bercinta dengan seorang gadis di Amerika dulu. Rasanya, lebih nikmat? Entahlah. Yang pasti ini sangat berbeda. Sean terus mengerang menikmati rasa geli yang ia rasakan. Bagaimana tidak? Neela melumat penisnya sambil memberikan sensasi-sensasi gigitan yang menggiurkan. Ah, sepertinya benda di selangkangannya itu sudah mencapai bentuk maksimal. Sean terus mengerang dan mengerang, bahkan kini lebih keras seiring Neela yang memberikan pelayanan lebih kasar. Tak memperdulikan villa yang besar ini. Yah, mengingat tak ada orang lain di tampat ini, hanya mereka berdua. Dan lagi, Sean benar-benar tak menyangka hukuman yang akan ia terima adalah ini.
Sean merasa tidak adil melihat hanya dirinya yang dalam keadaan tanpa busana sementara Neela terus yang beraksi. "May I?" bisiknya ditengah-tengah kenikmatannya. Mendengar sang lawan berucap seperti itu, Neela langsung tahu apa maksudnya. Ia melepas lumatannya dan segera berbaring telentang di lantai
"Gimme your best," ujar gadis itu sambil merentangkan kakinya lebar-lebar, terlihat pasrah.
Sean nyengir dan merasa beruntung bisa menikmati tubuh montok itu Ah, bagaimana Neela bisa membuat dadanya menonjol sampai seperti itu? Bagaimana ia membuat perutnya langsing seperti itu? Bagaimana pahanya bisa mulus seperti itu? Bagaimana—ah, sudahlah. Ia capek memikirkannya. Yang jelas, ia akan menikmati tubuh indah ini. Tubuh yang selama ini ia idam-idamkan namun belum tercapai.
Sean mencium bibir tipis itu perlahan. Tidak seperti Neela, ia melakukannya dengan lembut. Yah, seperti pria pada umumnya, bibirnya turun dan menjamahi leher wanita yang cantik itu. Tak lupa ia mengigit-gigitnya sedikit, membuat sang lawan mengerang sebentar.
Mulut Sean semakin mengganas saat mencapai dada Neela yang membusung. Ia melumat benda bulat itu dan mencucupi puting susunya penuh nikmat. Tak lupa ia memeluk tubuh sintal gadis itu dan menggoyang-goyangkan pinggulnya agar penis besarnya bisa bersentuhan dan menari-menari bersama selangkangan Neela yang masih tertutup celana dalam. Ah, rasanya semakin nikmat saja. Apalagi ia merasakan ujung penisnya terus menusuk-nusuk berusaha menguak benda tipis itu. Waw, Sean jadi tak sabar untuk melihat bentuk aslinya.
Setelah puas merasakan nikmat melumat puting susu yang cukup empuk itu, dengan bodohnya Sean begerak menuju pangkal lengan Neela. Ia merasa ingin mencium dan menjilati ketiak gadis cantik itu. Huh, yang pasti rasanya bakal asin karena tercampur dengan keringat. Tapi Sean benar-benar menikmatinya.
Ia lalu turun beberapa langkah menuju perut sang lawan. Menuju perut yang rata tanpa lemak. Sean menjilati pusarnya. Rasanya sedikit asin, mengingat tubuh Neela sudah banjir oleh keringat. Tapi tak apa, itu makin memanaskan permainan mereka.
Hingga akhirnya sampailah Sean di tempat yang paling diincarnya, selangkangan gadis itu. Perlahan Sean menarik balutan kain segitiga tipis yang menutupinya. "Eh?" dia terkejut. Bagaimana tidak? Sesuai perkiraannya, saat tadi ia mengoyang-goyangkan pinggulnya agar kedua kelamin mereka saling bertemu, ia merasa vagina Neela begitu mulus, tanpa bulu sedikitpun. Dan sekarang, saat dia melihatnya, "Wow! Indah sekali. Aku tak pernah melihat yang seperti ini," Dengan polos Sean berujar seperti itu. Melihat bentuknya yang masih 'asli' dan seperti jarang dijamah laki-laki, vagina itu sungguh sangat menggodanya.
"Take it easy. Kau bisa melumat sepuasnya. Ini semua milikmu," ucap Neela enteng dengan senyuman lebar menghiasi bibirnya.
Sean balas tersenyum. "Kalau begitu, biarkan aku merasakan benda imut ini," ujarnya sambil mulai menjelajahi vagina itu dengan mulutnya.
Sean memasang wajah lapar. Bagaimana tidak? Mulutnya sampai terbuka lebar karena saking inginnya menelan vagina itu seluruhnya. Sean tampak tidak ingin menyia-nyiakannya sedikitpun. Pemuda itu menghisapnya kuat-kuat, mencucup klitorisnya, sambil sesekali menggigit-gigit kecil, sementara cairannya yang mulai mengalir keluar, ia telan tanpa ragu. Sean tampak berusaha memberikan pelayanan yang terbaik pada gadis itu. Sedangkan di lain pihak, Neela hanya bisa menjerit lirih merasakan sang lawan berbuat seperti itu pada dirinya.
Setelah merasa puas mencicipi vagina gadis itu, Sean merasa sekaranglah waktu yang tepat untuk melakukan yang lebih ganas lagi. Ia memeluk Neela hingga berhadapan dengannya. Lalu sekali lagi, ia mencium kedua bibir gadis itu. Tak lupa ia memasukkan lidahnya dan bermain di dalam.
"Berbaliklah," kata Sean sesudah ia puas mencumbu sang lawan.
"Eh?" Neela terkejut. Ia tahu betul berapa ukuran penis pemuda Amerika itu. Kalau dimasukkan lewat belakang, pasti akan menyakiti dirinya. "T-tunggu dulu! K-kau—ahhhhhh! Ouhhhhhh! Sa-sakit!" rintih Neela saat sesuatu yang begitu besar mulai memasuki vaginanya. "Akhh! Pe-penismu itu... ti-tidak akan mu-muat—ohhhhhhh! Agghhhhhhh!" Belum lagi gadis itu menyelesaikan kalimatnya, Sean malah mencoba masuk untuk kedua kalinya, tapi masih kesulitan. Vagina Neela seperti menolaknya.
"Kalau begitu, ayo kita cari gaya lebih enak," balas Sean sambil menggendong Neela dan menghempasnya di ranjang. Ia membalik tubuh gadis itu hingga posisinya telentang pasrah.
"Hmm, begini lebih enak," ujar Neela yang mengundang senyuman nakal di bibir Sean.
"Biarkan sang Koboi ini beraksi," dengan perlahan, pemuda itu memasukkan penisnya ke dalam kemaluan Neela. Dia melakukannya perlahan agar wanita itu tidak merasa sakit. Ia membuat lubang itu semakin jelas saat kedua tangannya merenggangkan bokong Neela yang bulat.
"Bersiaplah untuk berteriak," godanya dan mulai menusukkan penisnya.
"AHHHHHHHH! OUGGHHHHHHH! ENGHHHHH!" Untung saja tak ada pemukiman lain di sekeliling villa itu, kalau tidak, mungkin mereka akan merasa ada orang yang dilukai binatang buas karena mendengar teriakan Neela. Ah, sepertinya gadis itu telah memilih tempat yang cocok.
Setelah beberapa menit mencoba, akhirnya Sean berhasil menyatukan kedua kelamin mereka. Perlahan ia memaju-mundurkan tubuhnya agar sensasi yang ia dapatkan bisa lebih nikmat. Sean memeluk tubuh sintal yang berada di bawahnya penuh kemesraan. Bibir mereka bertemu untuk saling mencium dan melumat. Tangan kiri Sean bermain di dada gadis itu, meremasnya pelan dan memijit-mijit puting susunya. Sementara yang kanan, menggelitik kemaluan Neela yang sekarang tertembus penisnya. Sean merasa vagina itu menjadi semakin basah dan menjepit penisnya erat.
"Bagaimana?" bisik Sean. Ia tersenyum tipis saat melihat Neela menggigit ujung bantal agar dapat menahan kenikmatannya.
"Percayalah. Kau tak akan melihatku menginjak sekolah besok." jawab gadis itu dengan wajah memerah. Itu mengundang tawa sang pemuda.
"Ehm, cinta satu malam yang indah—ouch!" Sean merintih saat merasa penisnya dijepit terlalu kuat oleh kemaluan sang lawan.
"Bagaimana kalau aku berkata tidak?" balas Neela sambil menciumi dada putih Sean. Itu mengundang kebingungan pada pemuda Amerika ini. "Bagaimana kalau aku memutuskan Takashi?"
"Eh...?"
"...dan kita melanjutkan hubungan kita," potong gadis itu.
"T-tunggu, apa maksud—ohh. Ahhhhhhh!" sekali lagi, Sean menghentikan kalimatnya saat merasakan penisnya dijepit erat hingga terasa berkedut-kedut.
Neela lalu membalikkan tubuh hingga sekarang ganti Sean yang terlentang, sementara wanita cantik itu duduk diatasnya, tepat di selangkangannya, yang tentu saja membuat Sean merasa nikmat luar biasa, terutama di bagian kemaluannya karena penisnya sekarang menancap penuh di vagina Neela yang hangat dan empuk.
"Aku merasa, kamulah orangnya. kamulah cintaku yang sebenarnya," bisik gadis itu sebelum mencium lagi bibir merah milik sang pemuda dan mengoyang-goyangkan pinggulnya agar kedua kelamin mereka bisa saling bercumbu dan menggesek satu sama lain, menciptakan simfony indah yang membangkitkan gairah.
"Bagaimana?" sambung Neela sambil mencium kening Sean dan menyibak rambut pirang yang menutupi dahi pemuda itu.
"Apapun maumu," sahut Sean sambil menikmati goyangan pinggul gadis itu yang mengajaknya terbang ke dunia halusinasi. "Ouch!" Ia merintih lagi saat Neela menekan kuat pinggulnya.
"Jangan seperti itu. Kau harus mau karena keinginanmu, bukan keinginanku." kesal gadis itu sambil mengigit bibir Sean bagian bawah.
"Baiklah. Aku akan mencoba menjalani hubungan denganmu—ohhhhh! Shit! Neela, aku sepertinya mau mencapai kli—ahhhhhhh," Sean kalah selangkah setelah cairan putih muncrat dari ujung penisnya, yang tentu saja langsung mengotori selangkangan dan pantat wanita cantik yang berada di atasnya.
"Buat aku mencapai klimaks juga," pinta Neela sambil melanjutkan goyangan pinggulnya.
Yah, ia juga merasa hampir mencapai puncaknya. Sean tersenyum ganas dan menggulingkan tubuh gadis itu di bawahnya. Dia merenggangkan kedua kaki Neela agar ia bisa leluasa melumat dan menjilat vagina gadis cantik itu.
Neela meraung nikmat saat Sean melakukannya. "Ohh, Sean sepertinya—ahhhhhhh," gadis itu orgasme.
"Damn! Kenapa kau tak bilang!" Setelah mengetahui benda yang ia lumat itu mengeluarkan cairan bening, Sean langsung melepas jilatannya. Sekarang pemuda itu tahu bagaimana rasanya cairan kewanitaan itu. Hangat, dan err… agak asin. Awalnya ia ingin memuntahkannya, tapi sepertinya sudah terlanjur, jadi... "Hemm… enak juga!" Sean menelannya walaupun awal-awal wajahnya terlihat kecut.
Karena merasa lelah, pemuda itu lalu menidurkan kepalanya ke dada empuk Neela. Ia menciumi bau keringat yang masih lengket di benda bulat itu. Sean memeluk erat tubuh gadis itu, mendengarkan suara denyut jantung Neela yang berdetak cepat.
Karena merasa lelah, pemuda itu lalu menidurkan kepalanya ke dada empuk Neela. Ia menciumi bau keringat yang masih lengket di benda bulat itu. Sean memeluk erat tubuh gadis itu, mendengarkan suara denyut jantung Neela yang berdetak cepat.
"Ini adalah hukuman yang paling kusukai. Tak pernah aku menikmati hukuman yang aku terima sebelumnya," ujarnya dengan suara pelan. "Tapi, penisku terasa sangat sakit."
Neela hanya membalas dengan gelak tawa. Wanita blasteran itu menyibak rambut pirang Sean yang menutupi keningnya, lalu mengacak-ngacaknya. "Tenanglah pria manja, memangnya kau saja yang merasa sakit." balas Neela sambil memukul pelan bokong Sean. "Ouch!" wanita itu merintih saat merasa puting susu sebelah kanannya digigit.
"Damn you, Bitch!" gerutu Sean.
Neela hanya membalas dengan gelak tawa. Wanita blasteran itu menyibak rambut pirang Sean yang menutupi keningnya, lalu mengacak-ngacaknya. "Tenanglah pria manja, memangnya kau saja yang merasa sakit." balas Neela sambil memukul pelan bokong Sean. "Ouch!" wanita itu merintih saat merasa puting susu sebelah kanannya digigit.
"Damn you, Bitch!" gerutu Sean.
"Maukah kau menjadi uke-ku?" tanya Neela.
"Eh? Apa itu, 'uke'?" Sean menaikkan satu alisnya. Ya, ia masih belum terbiasa dengan bahasa Jepang. "Ouch!" Lagi, ia merintih saat merasa penisnya ditarik oleh sebuah tangan.
"Sudahlah! Bilang saja 'iya'!" Neela mencium harum rambutnya.
"OK. Baiklah," jawab Sean walau ia tak tahu artinya.
Tak terasa jam telah menunjuk pukul dua pagi. Dan mereka berdua benar-benar lelah. Akhirnya keduanya tertidur di sofa itu, dalam dekapan hangat.
***
Benar, keesokan harinya, Sean tidak masuk sekolah. Banyak yang berpikir ia telah dihajar habis-habisan oleh sang Drift King. "Hebat. Dia benar-benar tak masuk. Apa yang kau berikan?" tanya Han saat mereka masuk ke dalam kelas.
"Hukuman apa?!" Takashi balik bertanya. "Aku menunda hukuman itu minggu depan." Teman-teman di sekelilingnya hanya bisa mengernyitkan dahi, bingung.
"Tapi aku sudah mengantarnya tadi malam." sahut Han.
"Tapi aku sudah mengantarnya tadi malam." sahut Han.
"..." Takashi tidak menjawab, tampak berpikir keras.
***Di villa milik Takashi, Sean tengah tertidur pulas di kasur. Masih merasakan lelah di sekujur tubuhnya akibat percintaan dengan Neela yang tiada henti. Gadis itu bilang ia tak boleh kemana-mana dulu. Dan Sean benar-benar telah memutuskan, Neela lah gadis yang tepat untuknya. Dialah wanita yang dicarinya selama ini. Ia jadi merasa sangat betah di Tokyo, tidak seperti sebelumnya yang selalu memiliki pikiran untuk segera kembali ke Amerika.
***
Pintu terbuka.
Pintu terbuka.
"Tadaima," sapa Neela mesra.
"Oh, kau sudah pulang?" sahut Sean dari atas ranjang.
"Apa kabar pria-ku satu ini?" goda wanita itu sambil melepas pakaiannya satu per satu.
"Seperti yang kau lihat," Sean membuka selimutnya, mempersilahkan gadis itu untuk masuk ke dalam dekapannya.
"Hmm… aku merasa bergairah. Ayo kita bermain sebentar," bisik Neela sambil merenggangkan kedua tangannya, memamerkan payudara yang besar kepada laki-laki itu.
"As you wish, Beib!" Sean menyambut payudara itu dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Pelayananmu selalu yang terbaik, Sean! Euhm... uhmm…" bisik Neela di tengah-tengah nikmatnya ciuman mereka.
"Shit you," gumam Sean sambil mempasrahkan tubuhnya dijamahi sekali lagi oleh wanita cantik itu.
END
END