Menantuku Yang Aduhai

Bookmark and Share
Hans, 56 tahun, dengan perutnya gendut yang kebanyakan minum bir, kepalanya mulai botak dan sudah menduda selama 10 tahun. Setelah rumahnya dijual untuk membayar hutang judinya, dia terpaksa datang dan menginap di rumah putranya yang berumur 28 beserta menantu perempuannya. Sekarang dia harus menghabiskan waktunya dengan pasangan muda tersebut sampai dia dapat menemukan sebuah rumah kontrakan untuknya.

Diketuknya pintu depan dan Ester, menantu perempuannya yang berumur 24 tahun, muncul memakai celana pendek putih dan kemeja biru dengan hanya tiga kancing atasnya yang terpasang, memperlihatkan perutnya yang rata. Rambutnya yang berombak tergerai sampai bahunya dan mata indahnya terbelalak menatapnya.

"Papi, aku pikir papi baru datang besok, mari masuk", katanya sambil berbalik memberi Hans sebuah pemandangan yang indah dari pantatnya.

Dengan tingginya yang 175 itu, dia terlihat sangat cantik. Dia mempunyai figur yang sempurna yang membuat lelaki manapun akan bersedia mati untuk dapat bercinta dengannya.

"Johan masih di kantor, sebentar lagi pasti pulang."
"Kupikir aku hanya nggak mau ketinggalan bus", kata Hans sambil duduk.
"Nggak apa-apa", jawab Esty, membungkuk ke depan untuk mengambil sebuah mug di atas meja kopi.

Dengan hanya tiga kancing yang terpasang, itu memberi Hans sebuah pemandangan yang bagus akan payudaranya, kelihatan sempurna. Memperhatikan hal tersebut menjadikan Hans ereksi dengan cepat, dan dia harus lebih berhati-hati untuk menyembunyikan reaksi tubuhnnya. Esty duduk di sofa di depan Hans dan menyilangkan kakinya, memperlihatkan pahanya yang indah. Posisi duduknya yang demikian membuat pusarnya terlihat jelas ketika dia mulai bertanya pada Hans tentang perjalanannya dan bagaimana keadaannya.


"Perjalanan yang melelahkan", Hans menjawab sambil matanya menjelajahi dari kepala hingga kaki pada keindahan yang sedang duduk di depannya.

Sudah lebih dari 5 tahun sejak Hans berhubungan seks untuk terakhir kalinya. Setelah isterinya meninggal, Hans sering mencari wanita panggilan. Tetapi hal itu semakin membuat hutangnya menumpuk, dan dia tidak mampu lagi untuk membayarnya. Esty menyadari kalau kemejanya memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya pada mertuanya, maka dia dengan cepat segera membetulkan kancing kemejanya.

"Aku harus ke atas, mandi dan segera menyiapkan makan malam. Anggap saja rumah sendiri", katanya sambil berjalan naik ke tangga.

Mata Hans mengikuti pantat kencangnya yang bergoyang saat berjalan di atas tangga dan dia tahu bahwa dia memerlukan beberapa ‘format pelepasan’ dengan segera. Kemudian telepon berbunyi. Hans mengangkatnya.

"Halo"
"Hallo, ini papi ya?", itu Johan.
"Ya Jo", jawab Hans.
"Pi, aku khawatir harus meninggalkan papi untuk urusan bisnis dan mungkin nggak akan kembali sampai Senin. Ada keadaan darurat. Maafkan aku soal, ini tapi papi bisa kan bilang ini ke Esty, aku harus mengejar pesawat sekarang. Maafkan aku tapi aku akan telepon lagi nanti". Mereka mengucapkan selamat jalan lalu menutup teleponnya.

Hans memutuskan untuk menaruh koper-kopernya. Dia berjalan ke atas, melewati kamar tidur utama, terdengar suara orang yang sedang mandi. Hans menaruh koper-kopernya dan pelan-pelan membuka pintu kamar tidur itu lalu menyelinap masuk. Ada sepasang celana jeans berwarna biru di atas tempat tidur, dan sebuah atasan katun berwarna putih. Hans mengambil atasan itu dan menemukan sebuah pakaian dalam wanita dibawahnya. Ini sudah cukup. Diambilnya celana dalam itu, membuka resliting celananya, dan mulai menggosok kemaluannya dengan itu. Jantungnya berdebar mengetahui menantu perempuannya sedang berada di kamar mandi di sebelahnya selagi dia sedang memakai celana dalamnya untuk ‘format pelepasan’ dirinya. Dipercepatnya gerakannya sambil mencoba membayangkan seperti apa Esty saat di atas tempat tidur, dan bagaimana rasanya mendapatkan Esty bergerak naik turun pada penisnya.

Hans hampir dekat dengan klimaksnya ketika dia mendengar suara dari kamar mandi berhenti. Dengan cepat Hans menaruh pakaian itu ke tempatnya semula dan keluar dari kamar itu. Dia menutup pintunya, tapi masih membiarkannya sedikit terbuka. Baru saja dia keluar, Esty muncul dari kamar mandi dengan sebuah handuk yang membungkus tubuhnya. Hans bisa langsung orgasme hanya dengan melihatnya dalam balutan handuk itu, lalu dia tahu dia akan mendapatkan yang lebih baik lagi.

Esty melepas handuknya, membiarkannya jatuh ke lantai, tidak mengetahui kalau mertuanya yang terangsang sedang mengintip tiap geraknya. Dia mendekat ke pintu, saat dia pertama kali melihatnya Hans memperoleh sebuah pemandangan yang sempurna dari pantat yang sangat indah itu. Kemudian Esty memutar tubuhnya yang semakin mempertunjukkan keindahannya. Vaginanya terlihat cantik sekali dihiasi sedikit rambut dan payudaranya kencang dan sempurna, seperti yang dibayangkan Hans. Dia mulai mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk, membuat payudaranya sedikit tergoncang dari sisi ke sisi. Hans menurunkan salah satu kopernya dan menggunakan tangannya untuk mulai mengocok penisnya lagi. Esty yang selesai mengeringkan rambutnya, mengambil celana dalamnya dan membungkuk ke depan untuk memakainya.

Saat melakukannya, Hans mendapatkan sebuah pemandangan yang jauh lebih baik dari pantatnya, dan dia tidak lagi mampu mengendalikan dirinya, dia bisa langsung masuk ke dalam sana dan menyetubuhinya dari belakang. Lubang anusnya yang berwarna merah muda terlihat sangat mengundang ketika pikiran Hans membayangkan apa Esty mengijinkan putranya memasukkan penisnya ke dalam lubang itu. Ketika dia membungkuk untuk memakai jeansnya, gravitasi mulai berpengaruh pada payudaranya. Penglihatan ini mengirim Hans ke garis akhir, saat dia menembakkan spermanya ke seluruh celana dalamnya. Pelan-pelan Hans mengemasi baarang-barangnya dan dengan cepat memasuki kamarnya sendiri untuk berganti pakaian.

Sesudah makan malam, mereka berdua pergi ke ruang keluarga untuk bersantai.

"Kenapa tidak kita buka sebotol wine. Aku menyimpannya untuk malam ini buat Johan tapi karena sekarang dia tidak pulang sampai hari Senin, kita bisa membukanya", kata Esty sambil berjalan ke lemari es.

"Ide yang bagus", jawab Hans memperhatikan Esty membungkuk ke depan untuk mengambil botol wine. Ketika Esty mengambil gelas di atas rak, atasan putihnya tersingkap ke atas, memberi sebuah pandangan yang bagus dari tubuhnya. Atasannya menjadikan payudaranya terlihat lebih besar dan jeansnya menjadi sangat ketat, memperlihatkan lekukan tubuhnya. Hans tidak bisa menahannya lagi. Dia harus bisa mendapatkannya. Sebuah rencana mulai tersusun dalam otak mesumnya.

Dua jam berbicara dan mulai mabuk saat alkohol mulai menunjukkan efeknya pada Esty. Dengan cepat topik pembicaraan mengarah pada pekerjaan dan bagaimana Esty sedang mengalami stress belakangan ini.

"Kenapa kamu tidak mendekat kemari dan aku akan memijatmu", tawar Hans. Esty dengan malas berkata ya dan pelan-pelan mendekat pada Hans dan berbalik pada punggungnya lalu tangan Hans mulai bekerja pada bahunya.

"Oohh, ini sudah terasa agak baikan", dia merintih.

Hans tetap memijat bahunya ketika perasaan mendapatkan Esty mulai mengaliri tubuhnya, membuat penisnya mengeras. Mata Esty kini terpejam saat dia benar-benar mulai menikmati apa yang sedang dilakukan Hans pada bahunya. Pantatnya kini berada di atas penis Hans, membuat Hans ereksi penuh.

"Oohh, aku tidak bisa percaya bagaimana leganya perasaan ini, papi sungguh baik".
"Ini keahlianku", jawab Hans saat dia pelan-pelan mulai menggosokkan penisnya ke pantat Esty.

Esty menyadari apa yang sedang terjadi. Dia tidak menghiraukan apa yang Hans lakukan dengan pijatannya yang mulai ‘salah’ itu. Dia sangat mencintai suaminya dan tidak pernah akan mengkhianati dia. Dan bayangan tidur dengan mertuanya sangat menjijikkannya. Dia meletakkan kedua tangannya pada kaki Hans saat mencoba untuk melepaskan dirinya dari penis Hans. Tapi dengan gerakan malasnya, hanya menyebabkannya menggerakkan pantatnya naik turun selagi dia menggunakan tangannya untuk menggosok paha Hans. Tahu-tahu dia merasa sangat bergairah, dan dia ingin Johan ada di sini agar dia bisa segera bercinta dengannya. Hans tahu dia telah mendapatkannya.

"Ini mulai terasa nggak nyaman untuk aku, kenapa kita tidak pergi saja ke atas", ajak Hans .
"Baiklah, aku belum merasa lega benar, tapi sebentar saja ya, sebab aku nggak mau membuat papi lelah".

Ketika mereka memasuki kamar tidur, Hans menyuruhnya untuk membuka atasannya agar dia bisa menggosokkan lotion ke punggungnya. Dia setuju melepasnya dan dia memperlihatkan bra putihnya yang menahan payudaranya yang sekal. Gairahnya terlihat dengan puting susunya yang mengeras yang dengan jelas terlihat dari bahan bra itu. Apa yang Esty kenakan sekarang hanya bra dan jeans ketatnya, yang hampir tidak muat di pinggangnya. Esty rebah pada perutnya ketika Hans menempatkan dirinya di atas pantatnya.

"Begini jadi lebih mudah untukku", kata Hans saat dia dengan cepat melepaskan kemejanya dan mulai untuk menggosok pinggang dan punggung Esty bagian bawah. Alkohol telah berefek penuh pada Esty ketika dia memejamkan matanya dan mulai jatuh tertidur.

"Oohh Johan", dia mulai merintih.

Hans tidak bisa mempercayainya. Di sinilah dia, setelah 5 tahun tanpa seks, di atas tubuh menantu perempuannya yang cantik dan masih muda dan yang dipikirnya dia adalah suaminya. Pelan-pelan dilepasnya celananya sendiri, dan membalikkan tubuh Esty. Hans pelan-pelan mencium perutnya yang rata saat dia mulai melepaskan jeans Esty dengan perlahan. Vagina Esty kini mulai basah saat dia bermimpi Johan menciumi tubuhnya. Dengan hati-hati Hans melepas jeansnya dan mulai menjalankan ciumannya ke atas pahanya. Ketika dia mencapai celana dalam yang menutupi vaginanya, dia menghirup bau harumnya, dan kemudian sedikit menarik ke samping kain celana dalam yang kecil itu dan mencium bibir vagina merah mudanya. Vaginanya lebih basah dari apa yang pernah Hans bayangkan. Esty menggerakkan salah satu tangannya untuk membelai payudaranya sendiri, sedang tangan yang lainnya membelai rambut Hans .

"Oohh Johan", dia merintih ketika sekarang Hans menggunakan lidahnya untuk menyelidiki vaginanya. Penisnya akan meledak saat dia mulai menjalankan ciumnya ke atas tubuhnya.

"Jangan berhenti", bisik Esty.

Dia sekarang menggerakkan penisnya naik turun di gundukannya, merangsangnya. Hanya celana dalam putih kecil yang menghalanginya memasuki vaginanya. Hans lebih melebarkan paha Esty, dan kemudian mendorong celana dalam itu ke samping saat dia menempatkan ujung penisnya pada pintu masuknya. Pelan-pelan, di dorongnya masuk sedikit demi sedikit ketika Esty kembali mengeluarkan sebuah rintihan lembut. Sudah sekian lama dia menantikan sebuah persetubuhan yang panas, dan sekarang dia sedang dalam perjalanan ‘memasuki’ menantu perempuannya yang cantik. Dia menciumi lehernya saat menusukkan penisnya keluar masuk. Dia mulai meningkatkan kecepatannya, saat dia melepaskan branya. Hans mencengkeram kedua payudara itu dan menghisap puting susunya seperti bayi. Perasaan ini tiba-tiba membawa Esty kembali pada kenyataan saat dia membuka matanya. Dia tidak bisa percaya apa yang dia lihat. Mertuanya sedang berada di atas tubuhnya, mendorong keluar masuk ke vaginanya dengan gerakan yang mantap, dan yang paling buruk dari semua itu, dia membiarkannya terjadi begitu saja.

Hans melihat matanya terbuka, maka dia memegang kaki Esty dan meletakkannya di atas bahunya dengan jari kakinya yang menunjuk lurus ke atas. Kini dia menyetubuhinya untuk segala miliknya yang berharga.

"Oh tidak... hentikan... oh... Tuhan... kita nggak boleh... tolong.. ooohhh", Esty berteriak. Payudaranya terguncang seperti sebuah gempa bumi ketika Hans menyetubuhinya layakanya seekor binatang.

"Hentikan pi... ini nggak benar... oohh Tuhan", Esty berteriak dengan pasrah. Hans melambat, dia menunduk untuk mencium bibir Esty. Lutut Esty kini berada di sebelah kepalanya sendiri saat dia menemukan dirinya malah membalas ciuman Hans. Sesuatu telah mengambil alihnya. Lidah mereka kini mengembara di dalam mulut masing-masing ketika mereka saling memeluk dengan erat. Hans menambah lagi kecepatannya dan keluar masuk lebih cepat dari sebelumnya, Esty semakin menekan punggungnya. Hans berguling dan Esty kini berada di atas, ‘menunggangi’ penis Hans .

"Oh Tuhan, papi merobekku", kata Esty ketika dia meningkat gerakannya.
"Kamu sangat rapat, aku bertaruh Johan pasti kesulitan mengerjai kamu", jawabnya.

Ini adalah vagina yang paling rapat yang pernah Hans ‘kerjai’ setelah dia mengambil keperawanan isterinya. Dia meraih ke atas dan memegang payudaranya, meremasnya bersamaan lalu menghisap puting susunya lagi.

"Tolong jangan keluar di dalam... oohh... papi nggak boleh keluar di dalam".

Esty kini menghempaskan Hans jadi gila. Mereka terus seperti ini sampai Hans merasa dia akan orgasme. Dia mulai menggosok beberapa cairan di lubang pantat Esty. Dia kemudian menyuruh Esty untuk berdiri pada lututnya saat dia bergerak ke belakangnya, dengan penisnya mengarah pada lubang pantatnya.

“Nggak, punya papi terlalu besar, aku belum pernah melakukan ini, Tolong pi jangan", Esty menghiba berusaha untuk lolos.

Tetapi itu tidak cukup untuk Hans. Sambil memegangi pinggulnya, dengan satu dorongan besar dia melesakkan semuanya ke dalam pantat Esty.

"Oohh Tuhan", Esty menjerit, dia mencengkeram ujung tempat tidur dengan kedua tangannya.

Hans mencabut pelan-pelan dan kemudian mendorong lagi dengan cepat. Payudaranya tergantung bebas, tergguncang ketika Hans mengayun dengan irama mantap.

"Oohh papi bangsat".
"Aku tahu kamu suka ini", jawab Hans, dia mempercepat gerakannya.

Esty tidak bisa percaya dia sedang menikmati sedang ‘dikerjai’ pantatnya oleh mertuanya.

"Lebih keras", Esty berteriak, Hans memegang payudaranya dan mulai menyetubuhinya sekeras yang dia mampu. Ditariknya bahu Esty ke atas mendekat dengannya dan menghisapi lehernya.

"Aku akan keluar", teriak Hans.
"Tunggu aku ", jawabnya.

Hans menggunakan salah satu tangannya untuk menggosok vaginanya, dan kemudian dia memasukkan dua jari dan mulai mengerjai vaginanya. Esty menjerit dengan perasaan nikmat sekarang saat dalam waktu yang bersamaan telepon berbunyi. Esty menjatuhkan kepalanya ke bantal ketika Hans mengangkat telepon, dengan satu tangan masih menggosok vaginanya.

"Halo... Johan... ya dia menyambutku dengan sangat baik... ya aku akan memanggilnya, tunggu", katanya saat dia menutup gagang telpon supaya Johan tidak bisa dengar suara jeritan orgasme istrinya.

Dia bisa merasakan jarinya dilumuri cairan Esty. Dengan satu dorongan terakhir dia mulai menembakkan benihnya di dalam pantat Esty. Semprotan demi semprotan menembak di dalam pantat rapat Esty. Mereka berdua roboh ke tempat tidur, Hans di atas punggung Esty. Penisnya masih di dalam, satu tangan masih menggosok pelan vagina Esty yang terasa sakit, tangan yang lain meremas ringan payudaranya.

"Halo Johan", kata Esty mengangkat telepon. "Tidak, kita belum banyak melakukan kegiatan... jangan cemaskan kami, hanya tolong usahakan pulang cepat... aku mencintaimu".

Dia menutup dan menjatuhkan telepon itu. Mereka berbaring di sana selama lima menitan, Hans masih di atas, nafas keduanya berangsur reda. Hans mencabut jarinya yang berlumuran sperma dan menaruhnya ke mulut Esty. Dia menghisapnya hingga kering, dan kemudian bangun.

"Aku pikir lebih baik papi keluar", dia berkata dengan mata yang berkaca-kaca. Dia berjalan sempoyongan ke arah kamar mandi itu. Rambutnya berantakan. Hans bisa lihat cairannya yang pelan-pelan menetes turun di pantatnya, dan menurun ke pahanya.

Tamat