Aisyah Resepsionis Cantik

Bookmark and Share

“Pak.. Pak.. Jangan, Pak.. Aisyah sudah capai, Pak..” kata gadis lugu berjilbab itu sambil merintih.

Aku terus genjot tubuhnya sambil sesekali aku jambak jilbabnya sehingga kepalanya terdongak kebelakang, sehingga aku bisa menciumi wajahnya yang imut itu.

***

Aku sekarang berumur 37 tahun dan berprofesi sebagai direktur di sebuah perusahaan swasta. Ayahku adalah pendiri dari grup perusahaan ini yang terdiri dari beberapa perusahaan ini. Sebagai ’putera mahkota’, aku sangat disegani oleh para karyawan di kantor, termasuk para direktur dan manager professional lainnya. Mereka, para professional itulah yang sebenarnya banyak memberikan kontribusi pada perusahaan, sedangkan aku hanya santai-santai saja dan sekedar memberi instruksi sana-sini.

Di kantor, aku terkenal sebagai seorang playboy. Sebenarnya bukan di kantor saja tetapi sejak SMA dulu. Ditunjang dengan perawakan yang ganteng (kata orang-orang nih) dan berbadan atletis (aku masih keturunan indo dari pihak ibu), juga dukungan financial yang melimpah, tak sulit untuk mendapatkan wanita cantik untuk aku ajak tidur. Seperti kemarin dulu, ketika aku sedang jalan-jalan di mall saat waktu kerja (maklum boss he.. He..) aku menjumpai dua cewek ABG. Mereka baru duduk di bangku SMA, terlihat dari seragam yang mereka kenakan.

Setelah aku ajak makan dan shopping, tak lama mereka sudah melenguh-lenguh aku setubuhi di hotel yang berdampingan letaknya dengan mall itu. Aku sangat puas menikmati tubuh muda dua ABG itu. Mereka masih agak lugu dalam melayaniku, tampak dari cara mereka mengulum kemaluanku yang masih ragu-ragu. Mereka beralasan karena ukurannya terlalu besar sehingga tidak muat di mulut mereka yang mungil, tetapi setelah aku paksa mereka melakukannya juga. Kemudian dari jeritan dan erangan saat aku penetrasi vagina mereka yang sempit, aku berkesimpulan mereka masih jarang melakukan hal ini.

Sedangkan di kantor, aku sering mengajak sekretarisku untuk sekedar bobo siang sehabis makan siang. Lia, sekretarisku itu adalah lulusan D3 dari akademi sekretaris terkenal di Jakarta. Berbody sexy, dengan kulit putih dan berwajah cantik. Dia sudah bertunangan dengan temannya sejak SMA (cinta pertama katanya). Aku kadang kasihan dengan tunangannya itu, yang setiap hari menjemput saat pulang kantor, karena aku telah sering mereguk kenikmatan birahi dari kekasihnya. Bahkan pernah saat dia sedang menunggu di lobby, aku sedang asyik menikmati Lia di dalam kantorku.

Hari ini aku pergi ke kantorku yang terletak di kawasan Kuningan agak siang, karena habis nonton pertandingan piala eropa tadi pagi. Dengan mata yang masih agak mengantuk, aku memasuki lobby kantorku yang terletak di lantai dua puluh lima.

“Selamat pagi, Pak Robert.”

“Pagi,”

Aku lihat ke arah si penyapa, ternyata dia adalah Aisyah, resepsionis berjilbab yang sedang tersenyum manis. Aisyah ini sudah lama aku incar sejak lama, dan berbeda dengan gadis lain yang gampang jatuh ke dalam pelukanku, dia dengan halus selalu menolak jika aku ajak bahkan sekedar makan siang berdua saja. Memang tampaknya dia adalah gadis baik-baik. Dia juga selalu memakai jilbab di kantor.

Berumur masih 18 tahun, baru lulus SMA dan sedang mengumpulkan biaya untuk kuliah, dia tampak begitu menggemaskan. Gairah gadis muda dengan wajah yang manis, dan tubuh yang proporsional, meskipun masih kalah sexy dari Lia, tapi wajahnya yang imut-imut itu yang mengusik hasrat kelelakianku. Memang aku sangat suka menikmati gadis ABG seperti dia, terutama yang masih belum banyak pengalaman sexnya. Apalagi jilbab dan sikap penolakan halusnya, membuat aku semakin bergairah.

Sampai di ruanganku, Pak Johan tak lama menemuiku untuk membicarakan mengenai proposal proyek yang sedang ia siapkan. Aku tak bisa konsentrasi dalam mendengarkan uraiannya, karena aku masih memikirkan si Aisyah ABG cantik berjilbab resepsionisku itu.

“Pak Johan, bagaimana kalau kita bicarakan besok saja, saya sedang agak nggak enak badan nih.”

“Oh.. Baik, Pak.. Maaf kalau saya mengganggu bapak..”

Beres sudah. Si Johan sudah aku singkirkan. Dalam hatiku aku berpikir yach atur sajalah proposalnya.. Pokoknya kalau nggak gol.. Tinggal aku pecat saja dia, he.. He..

Kembali lagi entah mengapa pikiranku kembali ke Aisyah. Aku harus mengatur rencana agar aku bisa menikmatinya nanti. Segera aku panggil Lia sekretarisku untuk membawa file Aisyah dari HRD.

“Ini, Pak.. Filenya.” Lia menyerahkan file yang kuminta. “Ada lagi yang diperlukan, Pak?”

“Kamu suruh Aisyah menghadap nanti setelah jam kantor selesai.” jawabku.

Lia tampak cemburu karena dalam hati dia sudah tahu apa yang akan terjadi nanti. Well, too bad, Lia.. walaupun kamu cantik, tapi hari ini aku sedang ingin yang lain. Mungkin besok giliran kamu lagi, kataku dalam hati. Tak sabar aku menunggu jam kantor selesai.

Sekitar jan 17.30, terdengar ketukan di pintuku.

“Masuk.”

“Selamat sore, Pak..” Aisyah menyapaku dengan penuh hormat.

“Oh.. Aisyah, ayo masuk.. Silakan duduk.”

Aisyah pun duduk di depanku. Tampak gadis manis belia yang berjilbab itu agak ketakutan aku panggil. Tapi itu tidak mengurangi kecantikannya, dengan jilbab coklat muda yang dililitkan di lehernya, blazer coklat yang menutupi baju dalamnya yang tidak bisa menutupi sembulan dadanya yang segar. Rok panjangnya pun membuatku semakin bergairah dan penasaran, tidak sabar menjamah isi didalamnya.

“Ada apa, Pak..” tanya Aisyah agak gugup.

Ha.. Ha.. Dia sudah agak terintimidasi nih, pikirku. “Begini Aisyah.., karena performance perusahan kita kurang memuaskan akhir-akhir ini, sehingga kita perlu melakukan rasionalisasi karyawan.” aku berkata sambil menatap mata gadis manis berjilbab itu yang mulai tampak kemerahan menahan air mata. Dia sudah merasa akan bahwa dia termasuk yang akan di PHK.

“Kamu termasuk yang harus kita PHK. Jadi kamu bisa mengurus pesangon kamu di HRD besok pagi. Maaf ya, Aisyah..” kataku sambil berharap siasatku ini akan berhasil.

“Tapi, Pak..” jawab Aisyah sambil mulai terisak-isak. “Saya kan tidak berbuat salah apa-apa. “

Dalam hatiku aku tertawa mendengarnya. Tidak punya salah? Setelah menggoda kelelakianku begitu lama dan selalu menolak rayuanku? Ha.. Ha.. Salah besar kamu Aisyah..

“Saya juga harus membantu ibu saya yang sedang sakit, Pak.. Tolong saya, Pak Robert.. Saya perlu uang untuk operasi Ibu..” gadis berjilbab itu sudah semakin terisak-isak di depanku.

Melihat gadis cantik berjilbab tak berdaya seperti ini, nafsuku semakin bergolak. Aku ambil tisu di meja kerjaku dan aku pindah duduk di sebelahnya sambil memberikan tisu itu padanya.

“Sudahlah, jangan menangis.” kataku sambil mengelus-elus pundaknya.

“Tapi, Pak.. Saya tolong jangan dipecat, Pak.. Tolong..” katanya sambil menyeka air matanya.

“Yach.. Aisyah, saya bisa saja membantu kamu, tapi kamu juga harus membantu saya.”

“Bantu apa, Pak.. “

Wah ini sih pertanyaan retoris pikirku. Aku yang duduk disebelahnya langsung meraba pahanya yang etrtutup rok panjang sambil menciumi pipinya yang masih agak basah karena air mata itu.

“Jangan, Pak..” kata gadis belia berjilbab itu sambil menghindar.

“Ya sudah kalau tidak mau dibantu” jawabku agak kesal karena menahan nafsuku yang sudah tak tertahankan. Aisyah masih duduk diam terpaku sambil meremas-remas kertas tisu.

“Ya sudah, Aisyah.. Pergi sana.” aku mengusir dia. Semoga saja Lia belum pulang sehingga aku bisa menyalurkan hasratku ini.

Aisyah masih diam.

Aku kembali merengkuh pundaknya sambil menciumi pipinya. Kali ini gadis berjilbab itu tidak menghindar. Berhasil.. Aku bersorak kegirangan dalam hati.

“Tapi jangan bilang siapa-siapa ya, Pak..
Soalnya saya sudah punya pacar.”

“Tentu saja, sayang..” kataku sambil meremas rambutnya dari balik jilbabnya, dan menariknya sehingga wajahnya tepat berada di depan wajahku.

Langsung aku cium dan kulum bibirnya yang tipis merekah itu. Sementara tanganku telah membuka blazernya sehingga pundaknya yang mulus telah terpampang di depanku. Aku biarkan jilbabnya tetap terpakai, karena menambah sensasi tersendiri. Aku ciumi pundaknya yang mulus dan tali BHnya pun aku gigiti gemas. Sementara tanganku sibuk menyibakkan rok panjangnya. Setelah terlihat paha putih bersihnya, segera aku meraba dan meremasnya gemas. Tak tahan aku untuk tidak menikmati buah dadanya yang sekal itu. Aku ciumi dadanya yang masih terbungkus baju dalamnya.

“Emmhh.. Emhh..” Aisyah mulai mengerang menahan nikmat yang mulai dia rasakan. Ternyata gadis belia berjilbab itu mulai terangsang.

Tanganku pun dengan terampil membuka baju dalamnya sehingga dia tinggal mengenakan BH yang kelihatannya terlalu kecil untuk menampung buah dadanya yang besar itu, selain jilbab coklatnya. Aku ciumi dadanya kemudian aku turunkan cup BHnya sehingga buah dadanya mencuat keluar. Oh.. My god.. Indah sekali buah dada Aisyah ini. Putingnya kecil berwarna merah muda, yang sudah mengeras. Buah dadanyapun kencang dan kenyal seperti halnya buah dada gadis muda belia seperti dirinya. Langsung aku kulum dan jilat putingnya, sambil tanganku meraba pahanya sampai ke celana dalamnya.

“Ohh.. Pak.. Jangan, Pak..” Aisyah mengerang.

Jangan? Dalam hatiku aku tertawa geli. Mulut gadis berjilbab itu berkata jangan tapi reaksi tubuhnya berkata lain. Mungkin jangan berhenti maksudnya? Tanganku sudah mengelus-elus kemaluannya yang sudah basah oleh cairan nikmatnya.

“Ayo, sayang.. kita pindah ke sofa.” ajakku.

“Jangan, Pak..”

“Ayo..!!” perintahku sambil menarik tangan gadis berjilbab itu.

Sebelum dia duduk, aku cium dahulu dia sambil melepas baju dalam dan rok panjangnya. Tampak dia cantik sekali dengan hanya berjilbab dan berpakian dalam begitu. Apalagi buah dadanya sudah mencuat keluar dari BH hitam yang dikenakannya.

“Ayo duduk” perintahku.

Dia duduk di depanku sehingga wajahnya tepat berada di depan kemaluanku. Dengan cepat aku membuka semua pakaianku sehingga tinggal mengenakan celana dalam saja.

“Cepat cium” kataku sambil menyorongkan kemaluanku yang masih terbungkus celana dalam itu padanya.

Aisyah pun sudah tampak pasrah dan dia mulai menciumi kemaluanku. Tak tahan, aku suruh gadis berjilbab itu membuka celana dalamku itu sehingga kemaluanku yang sepanjang dua puluh cm dan seukuran hampir sama dengan pergelangan tangannya melonjak keluar. Aisyah tampak kaget sehingga agak menjerit tertahan melihat ukuranku itu.

“Kenapa, sayang.”

“Ihh, Pak.. Besar sekali.. Aisyah takut, Pak..”

“Nggak apa.. Ayo dihisap.” perintahku.

“Ampun, Pak.. Jangan, Pak.. Nggak muat, Pak..”

“Ayo cepat!” kataku sambil meremas kepalanya yang masih terbungkus jilbab dan mendorong kemaluanku sehingga menyentuh bibirnya.

Aku memang paling kesal dengan karyawanku yang belum apa-apa sudah bilang nggak bisa padahal belum mencoba. Entah dalam pekerjaan kantor sehari-hari atau dalam hal Aisyah ini untuk memuaskan kejantananku. Aisyahpun membuka bibirnya dan mulai menjilati kepala kemaluanku. Tangannyapun mulai mengocok kemaluanku sambil kadang-kadang membelai buah zakarku. Rupanya gadis berjilbab itu sudah merasa percuma saja menolak sehingga lebih baik menikmati saja aktivitas kita ini.

Kemudian dia sudah mengulum kemaluanku. Aku pun berdiri berkacak pinggang didepannya, sementara gadis berjilbab itu sibuk memberikan kehangatan mulutnya pada bos besarnya ini. Kadang-kadang aku meremas jilbab coklat yang menambah kecantikan dan kepolosannya.

“Ayo lebih dalam,” kataku sambil berkacak pinggang memberi perintah.

Tampak Aisyah bersusah payah mengulum kemaluanku walaupun tampaknya baru setengah yang bisa dia masukkan kemulutnya yang mungil. Akupun tak sabar, lalu aku dekap kepala gadis berjilbab itu dengan kedua tanganku, dan aku maju mundurkan kemaluanku di mulutnya. Terasa sesak tapi sangat nikmat menjalar tubuhku.

“Hmmhh.. Mulutmu enak, Aisyah.. Yach, ayo terus hisap.. Pintar.. Good girl..”, erangku menahan nikmat duniawi.

Setelah kurang lebih 15 menit menikmati hisapan dan kuluman Aisyah si gadis lugu berjilbab ini, aku duduk di sofa dan memerintahkan dia untuk menaiki tubuhku. Aku sibakkan celana dalam hitamnya sehingga vaginanya yang sempit itu telah siap untuk menelan kemaluanku.

“Ahh.. Ampón, Pak.. Sakit..” erangnya ketika kemaluanku mulai menerobos bibir vaginanya.

Aku tak mempedulikan erangan minta ampunnya dan langsung menyodokkan kemaluanku sambil menggoyang-goyangkannya ke kanan dan ke kiri. Masuknya agak susah sehingga setelah sedikit aku sodokkan aku goyangkan dulu, baru bisa aku sodokkan sedikit lagi ke dalam. Sementara itu mulutku sibuk menikmati buah dada belianya.

“Pak.. Ampón, Pak.. Ahh..” gadis lugu berjilbab itu mengerang makin keras.

Kemaluanku kini sudah separuh yang masuk dalam vaginanya. Kemudian aku pegang pantat gadis berjilbab yang sekal itu dan aku kocok keluar masuk kemaluanku dalam lubang surgawinya.

“Pak.. Sudah, Pak.. Ampun, Pak.. Aisyah hampir sampai..”

Aku semakin cepat menggenjot Aisyah, sampai akhirnya gadis polos berjilbab itu menjerit tertahan karena mulutnya menggigit tangannya sendiri. Mungkin dia malu untuk menjerit terlalu keras saat orgasme. Memang dia pada dasarnya adalah gadis yang sopan dan baik. Aku belum puas menikmatinya, lalu aku suruh dia menungging di sofa dan aku setubuhi dia dari belakang.

“Pak.. Pak.. Jangan, Pak.. Aisyah sudah capai, Pak..” kata gadis lugu berjilbab itu sambil merintih.

Aku terus genjot tubuhnya sambil sesekali aku jambak jilbabnya sehingga kepalanya terdongak kebelakang, sehingga aku bisa menciumi wajahnya yang imut itu. Tanganku pun tidak ketinggalan meremas buah dadanya yang sekal dan bergoyang saat aku setubuhi kemaluannya dengan gaya doggy-style itu.

Saat aku sedang asyik menggenjot Aisya, tiba-tiba Lia masuk ruanganku. Rupanya aku lupa mengunci ruanganku tadi.

“Ada apa, Lia..?” tanyaku sambil tersenyum sambil terus menyetubuhi Aisyah.

Aisyah pun sudah kembali terangsang dan tidak memperdulikan kehadiran Lia. Gadis lugu berjilbab itu tetap mengerang tertahan sehingga menambah suasana mesum di ruangan itu.

“Ini, Pak.. Saya perlu tanda tangan Bapak.” jawab Lia sambil merengut cemburu. Tampak dia memang sengaja ingin melihat aku mengerjai Aisyah, sehingga bekerja lembur. “Maaf.. Pak, kalau mengganggu..” katanya masih dengan nada cemburu.

Aku ambil surat dari tangannya dan langsung aku tandatangani sambil terus menggenjot Aisyah, sang gadis lugu berjilbab, yang masih terus mendesah dan mengerang semakin kencang.

“Nih.. Udah, jangan ganggu saya lagi.. Kamu nggak liat saya sedang sibuk?” kataku dengan suara agak marah. “Kamu liat khan saya sedang beri training si Aisyah ini supaya pintar..” tambahku sambil menarik jilbab Aisyah sehingga wajahnya menghadap ke Lia.

“Udah pergi sana.. Nanti kalau giliranmu ditraining saya akan panggil, OK?” kataku sambil tersenyum padanya.

Tampak wajah Lia memerah menahan nafsu melihat adegan persetubuhanku dengan Aisyah. “Baik Pak..” jawabnya sambil keluar ruangan.

Tetapi setelah keluar ruangan dia tampak mengintip dari balik vertical blind jendela ruanganku. Ha.. Ha.. mungkin dia penasaran dan bernafsu sekali melihatku mengerjai Aisyah.

Sementara itu aku balikkan tubuh Aisyah di sofa dan langsung aku genjot lagi dari depan.

“Aahh.. Pak.. Ampun, Pak.. Aisyah hampir sampai lagi..” erang gadis berjilbab itu.

Aku cium dia saat dia mencapai orgasmenya yang kedua. Sementara itu akupun sudah merasa akan mencapai puncak. Kucabut kemaluanku dari vagina Aisyah, dan aku suruh dia kulum dan hisap lagi. Aku lirik ke vertical blind dan ternyata masih ada bayangan Lia di sana. Aku ingin dia melihat aku ejakulasi di mulut dan wajah Aisyah resepsionis berjilbab yang cantik ini.

“Ayo hisap terus, Aisyah.. Kamu luar biasa.. Pintar sekali..” kataku memuji kerja kerasnya.

Aku melihat ke vertical blind sambil tersenyum, membayangkan saat Lia dapat melihat dengan jelas saat aku menyemprotkan cairan ejakulasiku di wajah Aisyah, sang dagis lugu berjibab itu nanti.

“Ahh.. Ohh.. Ohh.. You little slut..” erangku saat cairan ejakulasiku keluar membasahi wajah dan mulut Aisyah. “Ayo bersihkan.. Isap sampai bersih..” perintahku.

Aisyahpun terpaksa menjilati bekas cairan sperma dari kemaluanku. Setelah bersih, kami pun masing-masing mengenakan pakaian kami kembali, dan Aisyah mengambil tisu untuk menyeka bekas sperma dari wajahnya.

“Maaf, Pak.. Terus bagaimana dengan nasib saya..” tanya gadis berjilbab itu memelas.

“Yach.. Kamu bisa terus bekerja di sini asalkan kamu mau memuaskan saya seperti tadi.. OK?” jawabku.

“Baik, Pak.. Terima kasih, Pak..”

Ha.. Ha.. Memang enak menjadi bos besar.. Sudah habis-habisan menggenjot gadis muda, masih diberi ucapan terima kasih lagi.

“Ya sudah, kamu bisa pulang sekarang.” kataku sambil mengemasi barang-barangku juga.

Kami pun keluar dari ruanganku, dan aku lihat meja Lia sudah kosong, mungkin gadis itu sudah pulang tidak tahan melihat adegan live-show aku dan Aisyah. Sampai di lobby aku bertemu dengan pacar Aisyah yang ternyata sudah menunggunya untuk mengantar pulang.

“Selamat sore, Pak.” sapanya penuh hormat.

“Ini Budiman, Pak.. Pacar saya.”
Aisyah mengenalkanku pada pacarnya. “Dan ini Pak Robert.. Direktur perusahaan ini.”

“Oh ya.. Sori ya lama nunggu tadi?” tanyaku sambil tersenyum. Aisyah tampak menunduk malu.

“Nggak apa kok, Pak.” kata Budiman.

“Yach tadi saya harus memberikan sedikit training pada Aisyah untuk meningkatkan produktivitasnya di perusahaan ini.” kataku menjelaskan.
“Ternyata dia pintar.. Kamu beruntung lho punya pacar cantik dan pintar seperti dia.” kataku.

“Oh iya, Pak. Terima kasih, Pak..”
Budiman berkata senang dan penuh hormat.

Ha.. Ha.. Aku tertawa dalam hati.. Aisyah terdiam saja tersipu mendengar pujianku di depan pacarnya tersayang itu. Akupun menaiki lift untuk menuju gedung parkir. Setelah itu aku langsung tancap gas Mercy silver metalikku untuk segera sampai di rumah untuk tidur karena badanku sudah pegal-pegal habis menyetubuhi Aisyah tadi. Kusetel lagu Al Jarreau, sambil berdesah puas. Sukses rencanaku hari ini. Aisyah sudah takluk di tanganku.

Sekeluar dari komplek gedung perkantoranku, tiba di lampu merah, aku melihat Budiman sedang menggonceng Aisyah dengan motor bututnya. Aisyah melihat ke arahku sambil tersenyum malu. Akupun tersenyum padanya sambil berharap semoga aku tidak cepat bosan menikmati tubuhnya, sehingga dia tak perlu aku pecat untuk aku ganti dengan yang baru.

END