Arthur Officer Maureen, SFPD

Bookmark and Share

Udara dingin San Francisco terasa sangat menusuk saat saya keluar dari gedung kantor untuk pulang. Saya berjalan dengan cepat supaya bisa cepat sampai di subway yang hangat. Saya berjalan menuju Union Square di down town dan melewati butik-butik mewah disepanjang jalan itu. Didepan butik Gucci, terlihat antrian orang yang sangat panjang. Saya melihat didepan kaca butik Gucci terpampang tulisan Year End Sale. Ada 2 orang polisi SFPD (San Francisco Police Department) berjaga-jaga dekat antrian itu. Polisi yang satu adalah cowok bule tinggi besar sedangkan yang satu lagi ada cewek asia bertubuh mungil (sekitar 165 cm). Perhatian saya langsung tertarik melihat wajah si polisi wanita yang cute habis.

“Wah, cantik banget tuh polisi” kata saya dalam hati.
Saya berhenti sejenak di Starbucks depan Macy’s untuk beli kopi kemudian saya minum kopi tersebut sambil memperhatikan si polisi dari jarak 10 meter. Beberapa lama kemudian, si polisi cowok berjalan menjauh dari polisi wanita untuk mengatur kendaraan yang lewat. Dengan modal nekat, saya menghampiri polisi wanita itu yang sedang sibuk memperhatikan orang-orang yang lalu lalang membawa kantong belanjaan. Polisi wanita itu melihat kearah saya dan kita sempat bertatapan mata lalu ia mengalihkan perhatian ketempat lain. Saya hampiri dia dan berkata.
“You are the most beautiful police officer I’ve ever seen”
Polisi itu tersenyum, “Thank you” kata dia.
“My name is Arthur”
“Hi, my name is Maureen”
“Kalau kamu belum menikah atau tidak ada pacar, boleh enggak saya ajak kamu makan kalau sedang tidak bertugas?” tawar saya dengan cuek berat.
Maureen kelihatan agak ragu dan berpikir sejenak, kemudian menjawab “Tau enggak kamu bisa saya tilang karena mengganggu polisi yang sedang bekerja”
Saya agak kaget karena takut dia serius. Tapi Maureen tersenyum lalu ia meraih dompetnya dari kantong celananya dan memberikan kartu namanya: Officer Maureen Macapalagao, San Francisco Police Department. Saya menuliskan nomor telephone saya di secarik kertas dan memberikan padanya.
“Saya selesai kerja jam 19:30. Kalau mau malam ini boleh saja, kita ketemu dimana? Saya lebih senang kalau langsung aja ketemu di restauran” kata Maureen.
“Boleh saja malam ini. Jam 20:00 di restaurant Lobster Corner ya” jawab saya.
Jam 20:00 saya tiba di restaurant Lobster Corner. Beberapa menit kemudian si Maureen tiba. Ia mengenakan jaket kulit hitam tipis dan didalamnya memakai turtle neck warna coklat muda. Celananya berwarna coklat muda agak ketat. Maureen terlihat jauh lebih cantik dibandingkan saat ia memakai baju seragam polisi. Saya melambaikan tangan ke Maureen dan ia tersenyum pada saya.
“Hai sudah lama?” tanya Maureen.
“Belum, saya baru sampai” jawab saya.
Setelah memesan makanan, saya dan Maureen saling bertukar cerita. Maureen adalah orang Amerika keturunan Filipina. Waktu Maureen umur 1 tahun, orang tuanya pindah ke Amerika. Bapaknya adalah polisi, abangnya adalah polisi, dan Maureen juga memutuskan menjadi polisi.
“Maaf ya, tubuh kamu terus terang agak mungil dibandingkan teman kamu tadi siang yang tinggi besar. Kamu tidak takut berhadapan dengan penjahat yang besar?” tanya saya penasaran.
“Kan di akademi sudah diajarkan cara menjatuhkan/merobohkan orang yang jauh lebih besar dari kita. Tenang saja, semua teknik sudah saya kuasai. Kalau mau saya bisa membuat kamu jatuh, nanti deh suatu hari saya tunjukin” kata Maureen sambil tertawa.
Lobster pun tiba dan kita berdua makan malam. Jam 21:30, kita selesai makan lalu kami berjalan kaki menuju subway. Downtown San Francisco terlihat sangat cantik menjelang Natal. Hiasan-hiasan Natal ditoko-toko, dipohon-pohon, tiang listrik, dan tak lupa tulis Y-2-K dan tulisan Welcome Millenium dipasang dimana-mana membuat kota ini kelihatan semarak. Di subway, kita berpisah karena Maureen naik kereta kearah kota Oakland yang terletak diseberang kota San Francisco, sedangkan saya naik subway menuju South San Francisco.
Setiba di apartment, saya mendengar answering machine berbunyi, saya tekan play untuk mendengar pesan
“Hi Arthur, this is Maureen. Thanks for the dinner. I had a good time with you this evening. Sleep tight”
Saya tersenyum mendengarnya.
31 Desember 1999
Yikes, dingin Bang-get. Saya melilit leher dengan syal dan mengancing jaket kulit sebelum keluar dari gedung kantor jam 17:00. Saya melewati Union Square. Semua toko-toko terlihat sedang sibuk memasang triplek di sepanjang kaca-kaca toko. Dengan terheran saya bertanya ke petugas yang sedang bekerja kenapa dipasang triplek. Petugas itu menerangkan itu adalah atas anjuran walikota SF karena takutnya menjelang tahun baru bisa terjadi kerusuhan seperti yang pernah terjadi di tahun 1995. Dimana-mana toko dan butik sudah melapisi jendela kaca dan pintu dengan tripleks dan kayu.
Malamnya jam 21:00, saya berserta teman-teman orang Indonesia sudah berada di subway untuk merayakan tahun baru di Embarcadero di down town SF. Banyak teman-teman yang lain memutuskan untuk merayakan tahun baru di New York. Setiba di Embarcadero, orang-orang sudah banyak yang berdiri menunggu jam 12 malam. Banyak yang memakai aksesoris Y-2-K, Year 2000 atau Millennium (norak deh pokoknya). Sambil menunggu, tiba-tiba teman saya menyenggol lengan saya
“Lihat deh sebelah kiri, cakep banget tuh polisi” kata Roy.
Saya menengok dan melihat Maureen sedang berjalan dengan 3 orang polisi.
“Kenalan yuk” kata saya.
“Ah gila loe, malu ah” kata Roy.
Saya hampiri Maureen sambil menarik tangan Roy. Teman yang lain mengikuti.
“Hi Maureen, happy new year” kata saya.
“Oh hi Arthur, having fun?” tanya Maureen dengan senyum manisnya.
“Kelihatannya begitu. Kenalin ini teman-teman saya” kata saya sambil memperkenalkan teman-teman saya satu per satu. Teman-teman saya berkenalan dengan pandangan bingung ke saya.
“Hati-hati ya kalau mau pesta. Jangan sampai mabuk dan hindari keributan” kata Maureen.
“Baik ibu polisi” kata saya sambil memberi hormat.
Maureen membalas sambil tertawa. Kemudian ia melanjutkan patrolinya. Jam 24:00, orang-orang sibuk meniupkan trompet dan bertepuk tangan menyambut millennium. Ada yang berciuman dan ada yang berpelukan. Lagu “Old Lang Syne” dimainkan oleh para pemusik dari arah panggung dan tak henti-hentinya kembang api secara bergantian menggelegar di angkasa. Malam yang sangat indah. Setengah jam kemudian, orang-orang mulai meninggalkan Embarcadero. Subway penuh sesak dengan orang-orang. Kami memutuskan untuk melewati tahun baru dengan hang out di bar.
6 Januari 2000
Saya ditelepon Maureen untuk mengajak nonton pertandingan baseball SF Giants melawan Los Angeles Dodgers. Rupanya ia diberi hadiah natal dua tiket baseball oleh pamannya. Tawaran itu langsung saya sambut dengan senang hati.
8 Januari 2000
Hari Sabtu jam 12:00, kita janjian ketemu di Stadium baseball SF. Tak lama Maureen datang dan kita langsung masuk ke stadium. Pertandingan berjalan dengan seru. Ternyata Maureen adalah seorang sports fanatic. Dengan lancar ia bisa berbicara tentang olah raga mulai tentang baseball, basketball, football (rugby) dan sepak bola. Jarang melihat wanita seperti dia yang tau banyak tentang olah raga. Selesai pertandingan, saya menawarkan untuk mengantar ia pulang naik mobil saya. Perjalanan ke apartemennya memakan waktu 30 menit. Setiba di apartemen, saya diajak masuk. Maureen tinggal sendiri di apartemen itu. Apartemennya tidak terlalu besar tapi rapih dan bersih.
“Coffee or tea?” tanya Maureen.
“Kopi saja” jawab saya.
Saya memperhatikan foto-foto yang dipajang Maureen diatas perapian, ada foto Maureen sewaktu masih di akademi kepolisian, foto Maureen dengan orang tuanya, foto Maureen sewaktu lulus SMA. Maureen memberikan secangkir kopi kepada saya lalu kami nonton film di TV.
“Leher saya pegal deh” keluh Maureen.
“Sini duduk dikarpet biar saya pijat” kata saya.
Saya duduk di sofa sedangkan Maureen duduk di karpet didepan saya sambil tetap menonton TV. Perlahan lehernya saya pijat dengan tangan kanan lalu turun ke pundak kanan kemudian gantian lagi dari leher turun ke pundak kiri. Sekali-sekali Maureen kegelian saat saya pijat pundaknya.
“Terima kasih, sudah jauh lebih enak. Kamu jago juga pijatnya” kata Maureen.
Maureen kembali duduk di sofa lalu melanjutkan nonton TV sambil menyandarkan kepalanya di bahu kiri saya. Tidak lama tangan kiri Maureen melingkar di pinggang saya, saya menoleh padanya dan ia menatap saya lalu saya cium bibirnya. Maureen membalas ciumanku dengan penuh gairah. Saya mengelus rambutnya yang wangi tetapi saya tidak berani mengelus bagian tubuh lainnya. Sedang asyik ciuman, tiba-tiba bel apartemen Maureen berbunyi. Maureen tersenyum kemudian berdiri dan membuka pintu, ternyata ia memesan pizza.
Setelah membayar pizza, saya menghampiri Maureen dan kembali menciumnya. Sambil ciuman, Maureen mengajak saya kembali ke sofa dan kita berciuman sambil berdiri. Tiba-tiba Maureen melepaskan ciumannya. Ia menarik tangan kanan saya ke belakang lalu menyilangkan kaki kanannya diantara kedua kaki saya sehingga keseimbangan saya hilang dan saya terjatuh ke karpet. Tangan kanan saya tetap dicengkeram Maureen dipunggungku lalu tangan kiri saya dicengkeram dan terdengar bunyi borgol sehingga kedua tangan saya diikat borgol.
“Saya sudah bilang kan waktu direstaurant akan menunjukkan keahlian saya” kata Maureen.
“Sangat menakjubkan. Tidak sangka anda bisa menjatuhkan saya” kata saya masih dalam keadaan terborgol. Saya menyandarkan punggung saya dipinggir sofa.
Maureen jongkok depan saya kemudian kedua tangannya dilingkarkan dileher saya lalu kembali ciuman. Saya kembali bergairah dan mencium Maureen. Tangan Maureen dengan cepat membuka kancing-kancing kemeja saya lalu disampirkan sampai ke belakang lengan saya. Kemeja saya tidak bisa dicopot karena tangan saya masih terborgol. Kemudian dengan cepat ia membuka ikat pinggangku dan membuka celana panjang dan celana dalam saya.
Maureen lalu berdiri dan dengan perlahan ia membuka sweaternya disusul celana jeansnya. Maureen melanjutkan membuka BHnya berwarna putih dan celana dalamnya yang putih juga. Payudara Maureen menggelantung dengan indah, saya menduga berukuran 36B. Terlihat sangat besar dibandingkan tubuh Maureen yang mungil. Vagina Maureen ditutupi bulu kemaluan yang terlihat dipotong dengan rapih. Tubuh Maureen yang telanjang terlihat sangat menggoda, kontol saya langsung berdiri dengan tegak. Maureen mengambil kunci borgol lalu membuka borgol tangan saya.
Saya mengangkat tubuh Maureen lalu membawanya ke kamar tidur Maureen. Saya rebahkan Maureen di tempat tidur dan kembali saya cium bibirnya. Tangan kananku meraih vaginanya dan mulai mengusap vaginanya. Klitorisnya yang berwarna merah tua, saya pencet dengan pelan dan pelintir kemudian bibir vaginanya saya buka dan masukkan kedua jari kedalamnya. Maureen membalas dengan cara menggenggam kontolku dan mengocoknya. Puas mencium bibirnya, saya mulai meremas buah dadanya dengan tangan kiriku sambil menghisap putingnya yang berwarna coklat muda.
“Oohh Arthur, enak sekali. Jilat terus sayang, lebih keras” pinta Maureen.
Maureen memutar posisi sehingga kita ber-69. Pantatnya yang mungil saya remas dengan gemas kemudian langsung saya usap vaginanya dengan lidahku. Seluruh pangkal pahanya saya jilat, naik ke selangkangan, ke vagina lalu ke anus kemudian kembali ke vagina. Maureen menghisap kontolku dengan lembut, sekali-kali ia menjilat bijiku kemudian naik ke batang kontol dan kembali menghisap kontol. Tapi bagi saya cara ia menghisap kontol masih kurang nikmat. Sedang asyik-asyiknya menikmati vagina Maureen, tiba-tiba Maureen membalikkan tubuhnya dan berdiri, ia membuka laci lemari dipinggir tempat tidur dan mengambil sekotak kondom. Ia tersenyum padaku kemudian ia berlutut disampingku. Ia membuka kemasan kondom itu dan memasangnya di kontolku.
“Fuck me, Arthur. Fuck me now” kata Maureen.
Saya memeluk Maureen dalam posisi missionary. Kaki Maureen terbuka lebar dan saya mulai memasukkan kontolku ke vaginanya. Dengan memakai kondom, otomatis ada ’sesuatu’ yang sedikit hilang tapi bagi saya itu tidak menghilangkan gairah dalam bersetubuh. Saya menggenjot kontolku dalam vagina Maureen. Maureen memejamkan matanya menikmati persetubuhan ini, sekali-sekali mulutnya berseru dengan nikmat.
“Aahh, yes, yes, Arthur, faster, faster” seru Maureen.
Tangan kananku meremas-remas payudara Maureen yang besar sedangkan tangan kirinya menahan kaki kanan Maureen dibahuku. 5 menit disetubuhi, Maureen menjerit dengan nikmat pertanda ia mengalami orgasme. Saya mengeluarkan kontolku dari vaginanya lalu membalikkan tubuh Maureen dalam posisi doggy style. Pantat Maureen terlihat menggemaskan dalam posisi doggy style. Langsung saya genjot kembali vagina Maureen sambil meremas-remas pantatnya. Maureen mengikuti gerakanku dengan memutar pinggulnya, kontolku terasa seperti diputar-putar dalam vaginanya. Setelah agak lama dalam doggy style, saya mulai merasakan akan klimaks, langsung peju saya tertumpah didalam kondom sedangkan Maureen turut menjerit dengan nikmat.
“Enak sekali Arthur, saya sampai orgasme 5 kali” kata Maureen sambil membuka kondom lalu menghisap kontolku.
Saya merasakan masih bertenaga dan masih mau kembali main, saya meraih kotak kondom dan kembali memasang kondom baru di kontol.
“Enggak mau istirahat dulu? Wah kuat sekali kamu?” kata Maureen.
“Mungkin efek dari bir yang saya minum waktu nonton baseball” kataku.
“Mau gimana posisinya?” saya bertanya.
Maureen mengambil KY-Jelli (jelli pelumas) dari lemari dan memberikannya padaku lalu ia kembali dalam doggy style.
“Saya lagi pengen di pantat” ujar Maureen.
Dengan senang hati saya mulai melebarkan sedikit paha Maureen lalu membuka belahan pantatnya. Saya oleskan jelli itu dianusnya dan tak lupa mengoleskan di kontolku yang terbungkus kondom. Kemudian secara perlahan saya mulai memasukkan kontolku ke anusnya. Maureen langsung melengkungkan punggungnya saat kontolku telah masuk sepenuhnya ke anusnya, ia melenguh dengan nikmat lalu mulai menggoyang pantatnya maju mundur. Dengan penuh gairah, Maureen memompa pantatnya ke kontolku. Saya merasakan nikmat sekali saat kontolku melesak dalam anus Maureen. Beberapa lama kemudian, Maureen mengejang dan ia berhenti sejenak. Rupanya ia kembali orgasme, saya meraih vaginanya dan memainkan klitorisnya yang basah. Maureen kembali menggoyang pantatnya. Dengan melenguh keras, kembali saya ejakulasi, saya cepat-cepat menarik kontolku dan membuka kondom kemudian disodorkan ke Maureen. Maureen menggenggam kontolku dan menjilat peju yang masih keluar. Setelah bersih, saya langsung lemas dan berbaring disebelah Maureen.
Saya mempunyai firasat si Maureen adalah seks mania. Maureen bukannya ikut berbaring tetapi ia jongkok diatas mukaku lalu menyodorkan vaginanya kemulutku. Saya melayani keinginnannya dan menjilat vaginanya. Maureen kembali melenguh dengan nikmat sambil meremas-remas payudaranya. Sambil menikmati vaginanya dijilat, Maureen kembali mengambil kotak kondom. Maureen berlutut disebelahku lalu menyodorkan payudaranya kemulutku. Saya menjilat seluruh payudaranya dan menghisap putingnya. Maureen menggelinjang kegelian menikmati putingnya dihisap.
Maureen menggenggam kontolku dan mulai mengocoknya. Tak tahan dikocok oleh Maureen, kontol saya kembali berdiri dan Maureen dengan cepat memasang kondom baru. Maureen kemudian memasukkan kontolku di vaginanya dalam posisi jongkok diatas pinggulku. Nikmat sekali rasanya saat Maureen kembali menggoyang pinggulnya dan mengayunkan tubuhnya naik turun. Saya meremas payudaranya dengan gemas dan Maureen membalas remasanku dengan memainkan putingku. 8 menit bersetubuh, saya kembali ejakulasi. Maureen pun ikut orgasme, ia menjerit dengan nikmat kemudian ia berbaring diatas dadaku. Kontolku yang terbungkus kondom penuh terisi peju masih berada didalam vagina Maureen. Maureen tertidur dipelukanku.
Ternyata bersetubuh dengan seorang polisi wanita memerlukan stamina yang kuat.